dua puluh lima

6 0 0
                                    

Minggu ini jenazah reza akan segera di makamkan, kini semua kerabat dan tetangga sudah berkumpul memenuhi rumah reza.

Nesa dan mama reza saling berpelukkan didepan jenazah reza yang sudah selesai di sholatkan, dan sebentar lagi akan di ke bumikan.

"Nes, reza beneran ninggalin kita ya?" Ucap mama reza dengan tatapan kosong.

Nesa hanya diam tak bisa menjawab pertanyaan dari mama reza.

"Kita kuburkan sekarang ya bu." Mama reza yang ditanya seperti itu hanya diam tak menjawab.

Lalu dengan segera mereka mengangkat keranda yang didalamnya terdapat badan kaku reza. Badan yang dulu selalu menjadi pelukkan ternyaman untuk orang orang sekitarnya, kini sudah harus di kuburkan dibawah tanah.

Sosoknya akan benar benar hilang ditelan bumi, reza dan segala kehangatannya, setelah ini akan benar benar tiada.

Ayah reza berada didepan keranda  sembari membawa foto reza, ayahnya terlihat sangat kacau saat ini, dengan gontai ia berjalan untuk mengantarkan putra sulungnya ke peristirahatan terakhir.

Setelah memakamkan reza, kini semua pelayat sudah pulang, meninggalkan orang tua reza, nesa dan doni yang masih setia bersimpuh didepan makam reza.

"Bang, abang beneran ninggalin mama ya? Habis ini mama harus ngapain lagi?" Tanya mama dengan mengelus nisan reza.

"Mama kira, pagi ini abang bakalan bantu mama jaga toko, ngajak adek main ke danau. Ternyata minggu ini abang udah gak bisa ngelakuin itu lagi ya bang? Biasanya jam segini abang nyuci motor di depan rumah, sekarang motor abang juga kehilangan pemiliknya." Ucap mama dengan tersenyum, air matanya sudah tak mau turun lagi.

"Mama pulang ya bang? Mama bakalan sering jenguk abang kesini." Lanjutnya dengan mencium nisan reza dengan penuh kasih sayang.

Nesa juga ikut berdiri, tapi ditahan oleh doni.

"Lo pasti mau juga kan ngomong sama reza? Tante vera biar gue yang jagain, lo disini dulu gapapa." Ucap doni kepada nesa.

"Makasih ya don." Lalu doni segera menyusul mama reza.

"Maafin ayah ya bang? Ayah banyak salah sama abang. Ayah bukan orangtua yang baik,. Ayah sudah bikin hidup abang menderita." Ucap ayah reza yang kini menangis dan membenamkan kepalanya di lipatan tangan yang berada di gundukan makam reza.

"Ayah nyesel udah ninggalin kalian, ayah nyesel bang," lanjutnya dengan menciumi nisan reza.

"Maaf, ayah minta maaf sama abang." Dengan suara pelan ayah reza mengatakan maaf berkali kali kepada gundukkan tanah didepannya.

"Kalau boleh meminta, ayah mau di kehidupan selanjutnya abang tetap menjadi anak ayah, tetapi dengan kehidupan yang jauh lebih baik tentunya." Sekali lagi, ayah reza mencium nisan yang terdapat nama reza disana.

"Ayah pamit, nanti ayah bakalan sering kesini ya bang, ayah pergi dulu. Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya putra sulung ayah." Setelah mencium nisa reza dengan cukup lama, ayah berdiri dan meninggalkan nesa seorang diri disana.

Nesa hanya diam dan menatap makam reza, nesa tak menyangka bahwa di bawah tanah ini, ada laki-laki yang ia cintai dengan tulus.

"Ja, aku kangen kamu." Ucap nesa menatap makam reza yang dipenuhi dengan taburan bunga.

"Ja, setelah ini aku harus terbiasa hidup tanpa perhatian kamu, aku gak sanggup za. Selama delapan bulan ini aku udah menggantungkan hidup aku di kamu." Lanjut nesa dengan satu tetesan air mata yang kembali turun.

"Kamu beneran udah gak ada ya? Terus aku harus gimana? Aku harus mulai dari mana ja?" Tanya nesa sembari tersenyum kecut.

"Reza, selamat jalan. Selamat berbahagia di tempat yang lebih layak untuk manusia baik seperti kamu. Aku, aku ikhlas za." Dengan badan gemetar nesa memajukan badannya untuk mencium nisan reza.

"Aku, bakalan belajar ikhlas, kalau ini yang terbaik buat kamu." Ucapnya sekali lagi.

"Ikhlas ya nak, sedihnya jangan terlalu larut. Nanti reza gak tenang disana." Ucap papa nesa yang kini sudah berada di belakang nesa, sembari memeluk tubuh mungil putrinya.

"Pa, nesa harus gimana? Nesa harus apa? Nesa mau reza pa, nesa gak bisa kalau gak ada reza." Ucap nesa menangis dipelukkan sang papa.

"Nak, doakan reza, biar dia bisa tersenyum disana. Nesa bisa ya belajar ikhlas? Bisa ya? Dicoba dulu." Nesa yang mendengar ucapan papa hanya diam terisak.

"Kita pulang ya? Ini mau hujan." Ajak papa nesa sembari menuntun anaknya untuk berdiri.

"Reza, aku sayang kamu, selalu." Ucap nesa sebelum pergi meninggalkan makam reza.

Manusia HebatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang