Prolog

13.9K 713 31
                                    

Malam ini bulan terlihat lebih terang dari biasanya.

Malam ini dunia Annica terbelah menjadi dua.

Malam ini, gadis berusia 14 tahun itu kehilangan segalanya.

***

Entah berapa lama Annica meringkuk dengan mata terpejam dalam dekapan ibunya. Seluruh tubuh Annica terasa sakit dan kelu. Mungkin karena terlalu lama menggigil. Dan ia menggigil bukan karena kedinginan. Tidak. Gadis itu menggigil karena kengerian yang amat sangat.

Pelukan dari ibunya tidak membantu. Wanita itu sepertinya tidak sadar betapa erat ia melilitkan lengannya mengelilingi tubuh Annica. Tapi Annica mengerti, wanita itu sama takutnya dengan dirinya. Bagaimana tidak. Ketika sepasukan orang menyerang kediamanmu malam-malam, tentu saja siapapun akan merasa takut.

Annica tidak paham siapa orang-orang itu. Atau mengapa mereka sangat menginginkan kematian keluarganya. Ia mengerti ayahnya memegang kedudukan penting dalam kerajaan. Ayahnya adalah orang yang mengatur keuangan di istana. Administrator keuangan, kata mereka. Hanya berkutat dengan pembukuan dan hal-hal seputar keuangan kerajaan. Jadi kini ia tidak paham mengapa ada orang yang berniat mencelakai keluarganya.

Diturunkannya tangan yang menutupi telinganya dari tadi. Suara teriakan penuh kengerian dan sabetan pedang yang tadinya memenuhi udara di dalam kamarnya kini sudah mereda. Yang terdengar kini hanyalah isakan tangis ibunya yang masih mendekapnya dengan erat.

Annica membuka matanya dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Cahaya dari beberapa lilin yang kini sudah sangat pendek masih menerangi ruangan, membawa guyuran berwarna emas kecoklatan di sekeliling Annica.

Apakah akhirnya semua sudah berakhir?

Apakah ayahnya berhasil mengusir orang-orang itu?

Apakah kini orang-orang itu sudah pergi?

Benak Annica tidak bisa berhenti bertanya-tanya.

Ia kembali menoleh ke arah ibunya. Wanita itu tidak berkedip menatap ke arah pintu. Wajahnya yang penuh dengan kengerian membuat Annica kembali ketakutan.

"Mama...," Annica membisik. "Apakah me—"

Wanita itu langsung mendekap bibir Annica dan menggelengkan kepalanya, memberi isyarat bagi Annica untuk tidak bersuara.

Bersamaan dengan terdengarnya suara derap langkah kaki seseorang yang berlari mendekat.

Annica menarik nafasnya kaget ketika pintu kamar mendadak terdorong membuka dan seseorang melangkang masuk. Annica bisa melihat ayahnya berlari ke dalam, tubuh penuh berlumuran darah, beberapa jangkah sebelum kemudian tubuhnya terjungkal dan ambruk diatas lantai.

Annica membelalak dan langsung mendorong tangan ibunya.

"Papa!" Annica menjerit.

"Tidak, tidak, Annica!"

Ibu Annica meraih kembali lengan Annica dan berhasil menggapai putrinya sebelum gadis itu melarikan diri darinya.

"Mama... tapi papa—"

Suara Annica terputus ketika ia merasakan bahwa ada sosok lain kini melangkah masuk ke dalam kamar mengikuti jejak ayahnya.

Annica bisa merasakan bulu tengkuknya berdiri ketika ia menatap sosok itu. Cahaya bulan yang memancar perak menerangi tubuh pria itu ketika ia berjalan tanpa suara layaknya seekor panther yang mengintai mangsanya. Annica bisa melihat bahwa pria itu sangat besar, menjulang tinggi layaknya malaikat pencabut nyawa disebelah ayahnya yang merangkak diatas lantai.

Lampu cahaya lilin yang bergerak oleh tiupan angin menerangi sebagian wajah pria itu dan Annica menahan nafasnya.

Ia mengenali pria itu!

Bunga Dan Pedang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang