6. Bad Dog!

3.7K 348 48
                                    

Desiran angin dan suara daun kering yang bergesekan dari pepohonan mendominasi suasana lengang di kebun siang itu. Di kejauhan, samar-samar terdengar gemericik suara air sungai yang membuat siapapun yang sedang berada di dalamnya seakan sedang berada di hutan dan bukannya pekarangan sebuah kompleks perumahan.

Octavianus sedang berjalan tanpa bersuara. Pria itu terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri. Berbeda dengan Marcus yang berjalan di depannya dan terlihat sedang santai mengamati indahnya pemandangan kebun di kediaman barunya.

"Maafkan kelancangan saya, Jenderal. Tapi mengapa kita tidak akan melakukan apapun saat ini?" Octavianus akhirnya bertanya setelah beberapa saat keheningan diantara mereka. "Apakah kita akan melepaskan pria itu begitu saja? Bukankah bukti yang kita miliki sudah cukup?"

Marcus tidak langsung menjawab. Pria itu sedang berhenti dan mendongakkan kepalanya ke atas untuk mengamati beberapa burung yang bertengger di salah satu dahan dan saling berkicauan.

Setelah salah satu burung itu terbang, ia pun melanjutkan langkahnya.

"Octavianus...," Marcus memanggil tanpa menoleh kebelakang. "Kita berada sangat jauh dari pusat kerajaan. Apakah menurutmu ia adalah satu-satunya orang yang membelot?"

Octavianus terdiam memikirkan ucapan pemimpinnya.

Marcus melanjutkan, "Jika kita membongkar kedok pria itu sekarang, maka tikus-tikus yang lain hanya akan bersembunyi dan menjadikan pekerjaan kita untuk menangkap mereka semua lebih sulit. Walaupun kekuatan militerku tidak terkalahkan, tapi mereka adalah orang-orang yang sudah sejak lama menguasai daerah ini. Sebelum kekuasaan Raja Gustav ditegakkan di daerah ini, mereka lah yang berkuasa. Apakah menurutmu kita akan bisa menumpas mereka hingga ke akar hanya dengan hukum kerajaan?"

Octavianus mengerutkan keningnya. Inilah alasan mengapa ia tidak menyukai politik. Tidak ada yang hitam dan putih, semuanya selalu semu. Mana lawan, mana kawan, tidak ada yang bisa membedakan hingga kau melihat siapa yang menusukmu dari belakang dengan mata kepalamu sendiri. Tidak ada yang bisa di percaya.

Oktavianus tidak tahu bagaimana Marcus sanggup menjalani hidup penuh kecurigaan seperti ini, tapi Oktavianus tahu bahwa ia akan mengikuti Marcus kemanapun pria itu pergi.

Jangankan ke dalam birokrasi istana, ke neraka pun ia siap berangkat jika Marcus memerintahkan.

"Kau mungkin benar, Jenderal," Octavianus menjawab. "Tapi bagaimana cara kita memancing mereka semua agar keluar dari persembunyiannya?"

Mendengar pertanyaan bawahannya, Marcus memelankan langkahnya hingga berada sejajar dengan Oktavianus yang lebih pendek darinya.

Sambil tersenyum ia menepuk pundak pria itu dan berkata, "Sudahlah.... Jangan kau pikirkan tentang itu, Kawan. Setelah perjalanan panjang kita, kau pasti masih lelah. Istirahatlah. Mulai besok akan ada banyak pekerjaan yang harus kita lakukan."

Octavianus menoleh ke samping dan mengedip menatap wajah Marcus yang selalu tampak tenang. Ia menyusuri goresan luka di wajah Marcus yang dihafalnya dengan baik. Aneh rasanya berada dekat dengan seseorang bisa membuatmu merasa tenang. Tapi itulah yang dirasakannya setiap ia berada di sebelah Marcus. Setiap gerakan pria itu, setiap garis kekerasan yang muncul ketika pria itu sedang berpikir, ia hafal dengan baik.

Perlahan perasaan Oktavianus menghangat dan kekhawatiran yang dirasakannya menyusut.

Marcus benar, permainan politik berbeda dengan medan perang. Ia perlu bersabar. Ia mungkin tidak mengerti banyak hal tentang birokrasi, tapi ia percaya pada Marcus.

Ia pun mengangguk, "Baiklah, Jenderal."

"Bagus," Marcus menimpali. "Kembalilah ke barak dan istirahatlah. Aku akan menyusul sebentar lagi."

Bunga Dan Pedang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang