4. Persiapan

3.7K 421 25
                                    

"Kita sudah siap untuk berangkat, Jendral."

Suara Octavianus, salah satu prajurit kerajaan, terdengar dari balik pintu kamar, membuat Marcus menghentikan kegiatannya.

Pria itu mengatur nafasnya yang terengah-engah dan menegakkan punggungnya. Peluh mengalir dari pundaknya menuruni punggungnya yang kekar. Goresan bekas luka terlihat menghiasi tubuh pria itu, layaknya goresan ranting diatas pasir pantai yang basah. Beberapa dari goresan itu terlihat dalam, beberapa sudah memudar. Semuanya berbaur menjadi satu dengan lekukan dari ototnya yang maskulin.

Pria itu menggeram, "Suruh saja mereka menunggu hingga selesai makan malam, Oktavianus. Sekarang aku sedang sibuk."

"Baik. Siap, Jendral." Bawahannya itu menjawab.

Begitu suara langkah kaki Oktavianus terdengar menjauh, Marcus mengembalikan perhatiannya pada wanita yang menelungkup di bawah tubuhnya. Pria itu meraih pantat wanita yang ada di bawahnya dan mencengkeram erat sebelum melanjutkan. Benda kaku tegak itu kembali menggesek keluar dan masuk dari celah sang wanita ada diatas kasur.

Briana meremas kain sprei yang ada di bawahnya sambil merintih, "Ah...s-sakit.... Kumohon, pelan-pelan, Tuan."

Kelembutan dari kain sutra dan ranjang empuk yang menopang tubuhnya tidak mampu mengurangi rasa sakit dari hantaman kejantanan sang Jendral yang terasa hendak merobek wanita itu menjadi dua.

"A-aku sangat penuh... Aku merasa hendak mati."

Pria berwajah penuh luka itu tertawa pelan.

"Oh... Aku yakin kau bisa menerima lebih dari ini, Brianna," Marcus menjawab tanpa menghentikan ritme hentakannya yang dalam dan kasar. "Sebagai selir kesayangan, ini bukan pertama kalinya kau melayaniku. Lagipula, bukankah kau sendiri yang menawarkan diri? Ayo, jangan menyerah semudah ini."

"I-iya, Tuan... Ah... ta-tapi... sakit...." wanita itu merintih pelan.

Tapi Marcus tidak mengindahkan. Bahkan pikirannya sudah tidak lagi tertuju pada tubuh molek yang ada di depannya. Yang ada dalam benaknya adalah apa yang akan dihadapinya. Tujuan utamanya berkunjung ke Savo.

Bukan rahasia lagi jika sang Raja mempercayakan banyak hal kepada pria itu. Selain karena kekuatannya dalam berperang, Marcus juga dikenal tidak takut untuk mengotori tangannya demi mencapai tujuan.

Itu jugalah yang membuat Marcus menjadi kesayangan Raja Gustav, melebihi anak kandung sang Raja sendiri. Walau sering tidak sependapat, Pangeran Filip akan berpikir dua kali untuk berani menentang Marcus secara terang-terangan.

Perintah terakhir dari Raja Gustav kembali terngiang dalam telinga Marcus.

"Aku ingin kau menghancurkan pemberontakan yang ada di perbatasan utara sebelum kekuatan mereka semakin besar. Aku ingin kau mencabut gulma itu hingga ke akar-akarnya. Cari tahu juga kepala daerah mana saja yang mendukung pemberontakan dan berencana hendak membelot, bunuh mereka semua. Bermarkaslah di Savo. Ada rumah keistanaan di sana yang bisa kau pakai sebagai markas. Aku tidak peduli bagaimana caranya dan berapa banyak yang harus kau bunuh, kau memiliki persetujuanku. Kerjakan hal ini dan aku akan memberimu keabadian dalam kerajaankui."

Marcus menggeram sambil menghujamkan tubuhnya masuk ke dalam celah wanita itu sekuat tenaga.

Cih. Pekerjaan kotor lain yang diberikan kepadanya.

Marcus menarik batang kakunya keluar hingga hampir ke ujung sebelum kembali menabrakkannya hingga ke pangkal.

Baiklah. Tidak masalah, Marcus berpikir. Toh pekerjaan kotor adalah keahliannya. Cocok bagi seorang anak haram sepertinya.

Bunga Dan Pedang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang