Bab 1

3.7K 643 54
                                    

Bab 1. 

Elana terduduk lesu di ruang tunggu sebuah rumah sakit dengan lembar kertas tagihan di dalam genggamannya. Dia menatap nanar deretan angka di sana yang digitnya terlalu banyak baginya.

Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar tagihan dalam waktu dekat? Tabungannya yang ia kumpulkan selama ini dan tidak seberapa itu, sudah habis di awal ibunya masuk rumah sakit, juga mencicil hutang-hutangnya.

Ibunya menjalani operasi usus besar, dan kini masih dirawat di rumah sakit. Tidak diperbolehkan untuk pulang, jika tagihannya belum dibayarkan.

Elana hanyalah seorang staf biasa di sebuah perusahaan yang tidak cukup besar. Gajinya memang lumayan setiap bulannya, namun hanya cukup untuk hidup sehari-hari. Karena ia bukan hanya menghidupi dirinya sendiri, namun juga ibu dan adik lelakinya. Terlebih karena sang adik saat ini sedang berkuliah. Memang mendapat beasiswa, namun kebutuhan lainnya pun sama besarnya.

Sekali lagi, Elana memandangi deretan angka di sana. Dia tidak mungkin berhutang pada seseorang, terlebih pada rentenir. Karena sepanjang hidupnya, yang ia lakukan adalah membayar hutang pada rentenir, hutang yang begitu banyak yang ditinggalkan oleh ayahnya yang memilih melarikan diri, dan dilimpahkan padanya seorang.

Apakah ia harus mencoba pinjaman online?

Satu jawaban itu melintas di benaknya, namun dengan cepat ia menggeleng, menampiknya sendiri. Yang ada, dia dan keluarganya akan mendapat teror jika ia tidak mampu mencicilnya.

Atau dia coba-coba pinjam uang ke bank?

Elana menggeleng dengan cepat. Dia tidak punya jaminan apa pun. Tidak memiliki kendaraan pribadi, yang otomatis tidak memiliki surat-surat kendaraan sebagai jaminan. Dia hanya punya rumah tua. Namun sudah jelas, ia pun tidak akan menjadikan rumah sebagai jaminan hutangnya. Rumah tua itu adalah satu-satunya tempat berteduh untuk keluarganya.

Lalu, ke mana lagi Elana mencari uang?

Dua tangan Elana terkulai lemah di masing-masing tubuhnya. Dia semakin tertunduk lesu. Rasanya untuk mengangkat wajah saja adalah hal yang sangat berat bagi dirinya sekarang.

Hingga kemudian, tanpa sengaja sudut matanya menemukan sebuah majalah yang terbuka di kolong kursi, menampilkan satu sosok familiar yang ia kenal.

Elana berkedip pelan, meluruhkan embun yang sesaat lalu merambah bola matanya. Jemarinya terulur untuk mengambil majalah itu dan memperhatikan foto lelaki tampan dalam balutan jas kerjanya.

Dia benar-benar mengenal lelaki di dalam foto itu. Arkananta Sangkara.

Itu majalah bisnis, kenapa bisa tergeletak di rumah sakit seperti ini? Mungkinkah salah seorang pengunjung yang membawanya, lalu tidak sengaja menjatuhkannya di sini.

Apa pun itu, karena majalah itu dan satu nama di dalamnya, membuat ingatan Elana terlempar ke masa-masa kuliahnya beberapa tahun lalu.

"Lana, kalau di masa depan kamu membutuhkan bantuanku. Pintu kantorku akan selalu terbuka lebar untukmu. Kamu tahu di mana mencariku, bukan?"

Saat itu Elana hanya mendecap lirih. Dia tidak ingin berurusan dengan Arka lebih jauh dari seorang pesuruh dan bosnya. Benar, selama di kampus, Arka adalah bosnya karena Elana mendapat banyak sekali uang dari lelaki itu, sebagai imbalan yang Elana dapatkan setelah mengerjakan semua tugas-tugas Arka. Dan kabar terakhir yang ia dengar setelah kelulusan. Arka melanjutkan S2 di luar negeri. Tidak heran, lelaki itu memang memiliki segalanya. Jadi, berkuliah di luar negeri pun adalah hal yang mudah.

Elana menelan ludah getir, meraba nama Arka di majalah itu dan nama perusahaannya.

Dulu, dia begitu tidak ingin berhubungan dengan Arka lagi. Namun sekarang, apakah ia harus mencoba peruntungannya dengan meminta bantuan Arka.

His BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang