Bab 6.
"Rumahmu masih tetap di sini."
"Ya, masih di sini," Elana menimpali. Seiring dengan ia yang melepaskan seatbelt dan membuka pintu mobil Arka.
"Kamu enggak heran kalau aku masih mengingatnya." Arka turut serta turun dari mobil dan menghampiri Elana yang telah berdiri di bibir gang. Jalan gang menuju rumah Elana cukup kecil, hanya muat satu mobil, namun masih bisa papasan motor. Makanya, Arka memilih memarkir mobilnya di depan toko di dekat gang itu.
Elana memang cukup keheranan karena hal kecil tentang letak rumahnya masih diingat Arka. Padahal sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Dulu, saat berkuliah, Arka memang acapkali mengantar Elana pulang, terlebih saat Elana harus pulang terlambat karena mengerjakan tugas lelaki itu.
Arka memang sudah sebaik itu sejak dulu. Baik dan menyebalkan adalah perpaduan yang serasi untuk Arka.
"Sedikit," balas Elana. "Terima kasih sudah mengantarku," sambungnya.
Seusai makan malam bersama di rumah kakek Arka dan keputusan untuk mengadakan pertunangan secara sederhana, Arka langsung mengajak Elana pulang. Untuk hari pernikahannya akan ditentukan saat pertunangan mendatang. Semuanya akan disusun secepat mungkin.
Saat Elana akan berjalan menjauhinya, Arka menahan lengan perempuan itu. "Tunggu sebentar," katanya.
Arka segera membuka pintu mobil belakang, mengambil sebuah kotak berisi kue-kue, dan memberikannya pada Elana. Tidak sampai di sana dia pun mengambil keranjang buah yang dia pegang sendiri.
Elana menatap tidak mengerti pada kotak di tangannya. "Ini apa?"
"Aku akan mengantarmu sampai depan pintu," ucap Arka. Seulas senyum terukir manis di bibirnya.
Bola mata Elana sedikit mendelik. "Ngapain. Enggak perlu," tolaknya cepat.
"Kita akan segera menikah. Aku harus memperkenalkan diriku pada keluargamu, kan." Arka lalu melirik arloji di tangan kirinya. Yang menunjukkan pukul sembilan. "Ini belum terlalu malam, kan?"
"Sudah larut malam," sahut Elana. "Ibuku sudah istirahat."
"Tapi adikmu belum, kan?"
Lagi-lagi Elana tidak bisa menerka ingatan Arka tentang dirinya. Dan fakta bahwa Arka masih mengingat dirinya yang memiliki adik membuat perempuan itu menghela napas pelan. "Lain kali saja."
Masalahnya, dia belum membicarakan apapun tentang ia yang memiliki kekasih—karena dia memang tidak memiliki kekasih. Namun yang penting, dia belum membicarakan tentang rencana pernikahannya dengan Arka. Mungkin orang rumahnya akan terkejut jika mendengarnya semendadak ini.
"Tapi, aku sudah di depan gang rumah kamu, loh," Arka menunjukkan ekspresi penuh permohonan.
Elana berdecap lirih. "Ya sudah. Ayo." Dan seketika itu, wajah Arka menjadi begitu cerah. Sedangkan Elana tampak menyesali ucapannya. Akhirnya dia berjalan beriringan dengan Arka menuju rumahnya yang berjarak kurang lebih 200 meter dari jalanan depan. Tidak terlalu jauh namun juga tidak terlalu dekat.
"Seharusnya kamu enggak perlu bawa-bawa seperti ini," ucap Elana sembari menunjuk kotak di dekapannya dan keranjang buah di tentengan Arka.
"Masa aku datang ke rumah calon mertua enggak bawa apa pun," balas Arka ringan.
"Calon mertua apa?" Elana menggerutu. "Kita cuma sandiwara."
Arka tersenyum tipis. "Walaupun sandiwara aku harus tetap menghormati keluargamu. Dan buah tangan seperti ini salah satu usaha biar dapat restu."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Bride
RomanceElana adalah upik abu yang sepanjang hidupnya terjerat hutang. Tersudutkan dengan kekurangan finansial. Arka adalah si pangeran yang terlahir dengan keberuntungan. Segala hal di dunia ini bisa dia genggam dengan mudah. Kecuali satu hal, cinta yang...