Bab 8. Tinggal Berdua
"Arka," panggil Elana lirih.
"Hm," Arka menyahut tanpa melirik ke arah Elana yang duduk di samping kirinya. Dia memilih fokus pada jalanan di depan sana. Yang cukup ramai lancar. Mereka baru pulang dari rumah sakit setelah melakukan skrining penyakit menular seksual seperti yang Elana inginkan. Dan hasilnya akan keluar dalam beberapa hari ke depan.
Arka memang cukup yakin jika dirinya bersih dari penyaki seksual. Tapi demi Elana yang terlalu cerdas dalam pemikiran dan dugaan-dugaan berlebihannya, Arka memilih menyanggupi. Toh, dia tidak kurang suatu apa. Lagi pula selama ini dia tidak pernah melupakan pengaman sedikit pun.
Pengaman itu penting. Bodoh jangan.
"Bisakah kita tinggal terpisah saja dengan orang tuamu," ucap Elana. Karena sebelumnya Roselani meminta Elana dan Arka untuk tinggal di rumahnya. Berada di satu atap yang sama. Jujur saja, meski Elana tidak peduli dengan sikap keluarga Arka, karena tugasnya hanya memenuhi kontrak saja, namun tetap saja, kalau ditindas dan menjadi bulan-bulanan di rumah mertuanya. Itu terlihat sangat mengenaskan.
"Kenapa memang?"
"Aku hanya ingin tinggal berdua denganmu," ceplos Elana.
Arka terkekeh pelan, lalu melirik ke arah Elana. "Kamu sudah pandai berbohong, Lana."
Elana tertunduk lalu menggumam. "Aku enggak berbohong."
"Kamu enggak nyaman kalau tinggal dengan orang tuaku?" tanya Arka, mengabaikan jawaban Elana sebelumnya.
"Enggak begitu."
"Kalaupun benar, aku pun enggak masalah," sahut Arka. Karena baginya memang hal yang sangat wajar jika Elana tidak nyaman berada di sekitar keluarganya. Perkenalan mereka terlalu singkat, terlebih dengan Elana yang bukan kriteria menantu idaman yang diinginkan ibunya. Itu akan sedikit sulit untuk memahami ibunya.
Jika dia tahu seperti itu, kenapa dia memaksa Elana untuk masuk ke dalam hidupnya, yang tentu saja yang bersangkutan erat dengan keluarganya.
Karena Elana pilihan terbaik untuk bekerja sama. Karena Elana adalah sosok yang pernah dikenalnya beberapa tahun lalu. Karena Elana—
"Kalau kita tinggal terpisah kamu pasti akan memaksa pisah kamar," ucap Arka. Dia suka pembicaraan-pembicaraan kecil seperti ini, terlebih dengan Elana yang pandai memainkan kata-katanya. Yang berakhir dengan perdebatan tak penting, namun asyik.
Elana tidak langsung menjawab. Seketika pikirannya berubah menjadi kalut. Tadinya dia memang tidak terpikir untuk pisah ranjang. Maksudnya, meski kondisi pernikahannya yang rumit. Tanpa cinta sedikit pun. Dan hanya melibatkan uang di dalamnya. Namun, Elana berpikir selama setahun ini dia akan tetap berperan sebagai istri yang patuh dan menghargai suaminya. Dan memang itu adalah salah satu poin di dalam kontrak yang harus Elana penuhi. Menjadi istri yang sesungguhnya bagi Arka.
Entah sesungguhnya yang seperti apa yang Arka harapkan.
Lalu, kemungkinan keluarga Arka atau keluarganya yang bisa berkunjung ke rumah mereka secara mendadak. Ia tidak ingin dibikin repot dengan menyembunyikan situasi mereka yang memang pisah kamar.
Ditambah lagi dengan perjanjian di awal mereka yang sepakat untuk tidak bermain-main dengan lawan jenis karena itu bisa menimbulkan kecurigaan yang berakhir dengan rumor perselingkuhan. Lalu menimbulkan masalah baru. Mereka harus setia satu sama lain hingga kontrak berakhir. Dan karena itu pula tidak menutup kemungkinan kebutuhan batin yang harus terpenuhi. Memberikan hak dan kewajiban sebagai suami istri.
Elana paham, sebagai lelaki normal Arka mungkin tidak akan bisa menahan diri untuk waktu lama. Tapi tidak ia kira, pertahanan diri Arka memang semurah itu. Lelaki itu hampir memakannya di malam pertama mereka. Memang lelaki tidak ada yang bisa dipercaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Bride
RomanceElana adalah upik abu yang sepanjang hidupnya terjerat hutang. Tersudutkan dengan kekurangan finansial. Arka adalah si pangeran yang terlahir dengan keberuntungan. Segala hal di dunia ini bisa dia genggam dengan mudah. Kecuali satu hal, cinta yang...