Bab 5

940 172 11
                                    

Bab 5. 

Elana menatap dirinya di depan cermin, memindai dirinya sendiri dari atas bawah. Dan dia benar-benar dibuat terpesona oleh penampilannya sendiri. Malam ini ia tampil seperti bukan Elana Larasati yang ia kenal selama ini. Balutan midi dress navy berlengan tiga per empat dan panjang hingga di bawah lutut, ditambah riasan natural dan rambutnya yang ditata sedikit bergelombang dibiarkan tergerai, benar-benar seperti bukan dirinya.

Sosok di pantulan cermin itu teramat cantik.

Memang kapan Elana pernah berdadan secantik ini? Terakhir kali mungkin saat wisuda sarjana bertahun-tahun lalu. Atau tidak. Dia bahkan sampai melupakannya.

Puas dengan menatapi dirinya sendiri yang manglingi, Elana keluar ruang ganti, kepalanya menoleh kanan kiri di ruang tunggu mencari satu sosok lelaki yang telah memintanya untuk mengubah penampilannya malam ini.

Ke mana perginya Arka? Apakah lelaki itu meninggalkan dirinya sendiri.

Kakinya yang terbalut flat shoes berwarna hitam dengan butiran mutiara di bagian depannya, melangkah menuju pintu keluar salon, masih mencari keberadaan Arka.

Namun, belum juga ayunannya mencapai pintu, daun pintu kaca itu lebih dulu membuka, sosok Arka yang dicarinya menampakkan diri di sana. Sama seperti dirinya yang berdandan rapi, Arka pun begitu. Lelaki itu mengenakan blazer dengan warna yang senada dengan dress yang ia kenakan, walaupun enggak sama persis. Di balik blazer itu, Arka mengenakan kaus putih polos. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hanya menyisakan sedikit yang menggantung di atas dahinya.

"Oh, kamu sudah selesai," ucap Arka saat akhirnya bertemu tatap dengan Elana.

"Ya. Bagaimana? Cocok denganku?" tanya Elana meminta pendapat, meski dress yang dipakainya ini pun sebelumnya telah mendapat persetujuan dari Arka, dan tentu saja lelaki itu yang telah membelikannya.

Arka mengulas senyuman manis, menatap penampilan Elana yang berbeda malam ini. "Cantik banget," pujinya.

Elana menelan ludah sedikit salah tingkah. Bagaimana pun dia adalah perempuan. Dipuji seperti itu oleh lelaki berparas tampan di hadapannya tentu saja menimbulkan sedikit merah muda di pipinya.

Berparas tampan? Elana tidak akan memungkiri itu. Karena itulah kenyataannya.

"Aku punya hadiah untukmu." Arka berjalan mendekati Elana dan berdiri tepat di hadapan perempuan itu, hanya berjarak satu langkah. "Aku membeli ini saat keluar tadi," Dia merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebuah kotak pipih persegi berwarna merah maroon, lalu membukanya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah gelang.

"Kemarikan tanganmu," ucap Arka sembari menggamit tangan kiri Elana.

"Arka, itu enggak perlu," tolak Elana.

"Ini akan mempercantik penampilan kamu, Lana." Arka memasangkan gelang putih dengan satu manik permata putih sebagai hiasannya di pergelengan tangan Elana. "Keluargaku akan curiga kalau aku tidak pernah membelikanmu hadiah. Gelang ini akan membungkam kecurigaan mereka."

Ah, benar, semua hal yang Arka lakukan untuk Elana malam ini, semata-mata demi melancarkan satu misi khusus, mendapatkan restu dari keluarga Arka. Benar, malam ini Elana akan bertemu dengan keluarga Arka, siap atau tidak siap, dia memang harus melakukannya.

"Kamu sudah menghafal semua skrip-nya, kan?" tanya Arka sembari mengusap sedikit pergelangan tangan Elana yang terbalut gelang, sebelum mempertemukan tatapannya dengan manik mata Elana.

"Sudah." Elana mengangguk.

"Semuanya?" tanya Arka lalu menarik tangan Elnna, dan berjalan bersisian keluar salon. Mobilnya sudah terpakir rapi di depan salon.

His BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang