10. Perseteruan

1.1K 115 2
                                    


Aleesha mendorong Jovan di depan toilet pria. Ia menengok ke belakang, kanan, dan kiri, memastikan tidak ada orang selain mereka. Menghela napas lega, Aleesha mendongak. Dia mengernyit mendapati tatapan Jovan masih sama.

"Ck, lo gak usah masang tampang kayak gitu. Jelek." Aleesha berkata enteng. Jovan tidak mendengar. Ia lebih fokus pada penampilan Aleesha. Melihat dari ujung kaki hingga kepala, Jovan meraih kedua lengan Aleesha. Lantas memutar ke kanan dan kiri tubuh kecil itu.

Aleesha pasrah saja.

"Lo! Lo ngapain pake baju kayak gini, Sha?"  Jovan menganga. Tangannya menyentuh rambut Aleesha. Dia melotot horor. "Lo–, lo suka rambut panjang lo, kan, Sha?! Ngapain lo potong kayak gini?!"

Aleesha membungkam mulut cowok di depannya. Balas memelototinya tajam. "Jangan-jangan teriak bisa gak, sih? Kalau sampe ada yang denger bisa kena masalah gue."

Jovan menepis tangan Aleesha. Ia memberi sorot tidak percaya. Apa yang sahabatnya lakukan ini? Jovan sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengannya. Dan sekarang, sekali melihat, Aleesha malah berpenampilan begini.

Jangan bilang ...

"Apa si Berengsek itu yang nyuruh?" tanya Jovan.

Aleesha menatap ragu Jovan, tahu betul 'si Berengsek' siapa yang cowok itu maksud. Aleesha menggulirkan manik ke arah lain. Tidak menjawab. Ia tidak akan bisa berbohong. Melihat reaksi cewek ini, Jovan mendengkus tertawa.

"Oh, bener ternyata. Sha, lo ngotak gak sih? Ngapain lo capek-capek ngelakuin hal gak jelas kayak gini cuma buat bajingan kayak dia?"

"Van, udah, deh. Gue gak mau bahas sekarang. Lain kali aja gue ceritain–"

"Sekarang. Atau lo mau gue ke kantor Kean buat nonjok muka dia?"

"Van, please, deh. Lo kayak anak kecil tahu, gak?" sebal Aleesha. Menghadapi Jovan memang tidak mudah. Ini bukan pertama kalinya Jovan bersikap begini. Sesil bahkan pernah dibentak habis-habisan karena berpacaran dengan cowok yang baru dua hari dia kenal. Sayang, Aleesha tidak ada di sana. Alhasil, Sesil menangis keras. Hanya bisa mengadu pada Aleesha via telepon.

"Sha." Jovan mendesis. Aleesha menyerah.

"Gue yang emang mau nyamar kayak gini. Jadi, lo gak perlu nyalahin Kak Kean."

"Tapi, kenapa? Lo bosen jadi cewek, hah? Ngaret lo?"

Aleesha memukul lengan Jovan. Jika dipikir-pikir, curut satu ini tidak ada bedanya dengan Sesil. "Gue gak mau balik ke Australia. Gue mau stay di sini. Gue cuma mau Kak Kean nerima keberadaan gue aja. Kak Kean nawarin gue buat jadi mata-mata di Langitra Corp. Gue yang terima, Kak Kean sama sekali gak maksa."

"Sampe harus kayak gini? Lo gak takut ketahuan, hah?"

Aleesha tidak menjawab, cuma menunduk, memainkan kedua tangannya.

"Langitra Corp bukan perusahaan main-main, lo bisa mati kalo ketahuan, Sha."

"Jovan, lo kok malah nakutin gue, sih?" Aleesha jadi khawatir. Pasalnya, ia sendiri tahu. Sangat tahu seterkenal apa Langitra Corp. Belum lagi karena gosip tentang Brillian yang gay. Nyaris tidak ada celah manusia tidak mengetahui keberadaan perusahaan itu.

"Makanya mikir dulu sebelum ngelakuin apa-apa," Jovan menghardik. Aleesha membuka mulut hendak protes. Tapi, nyatanya tidak ada sepatah kata pun yang bisa ia keluarkan. Aleesha kembali membungkam rapat-rapat bibirnya.

"Resign." Jovan berkata dingin. Aleesha langsung mendongak, menatap nanar cowok di depannya. Jovan balas menyorot tajam. "Resign dari perusahaan itu."

GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang