1. Ana

13 6 0
                                    

ANA

"Oke sekarang adalah hari pertama aku masuk PMA, semoga sekolahku baik-baik saja. Karena ada Hana yang menemaniku, sip aku berangkat."

Hana adalah satu-satunya teman yang kupunya dari ketika kami duduk dikelas 2 PMP, dia adalah anak terakhir dari keluarga bangsawan yang baru kembali memulihkan reputasinya.

Hana Rin Alsilyan, dia sangat cantik. Penyayang, alunan suara dan perilakunya juga lembut dan tulus. Aku sangat beruntung memiliki teman sepertinya, dan aku tak pernah merasa dia memiliki niat buruk ketika bersamaku.

*****

"Pagi Asra! Maaf aku, apa kamu menunggu lama?" tanya Hana yang baru datang, ia langsung menghampiri Ana yang sudah menunggunya didepan gerbang sekolah.

"Wah Asra! Sekarang kamu sudah bisa berjalan sendiri, aku senang sekali!" Pekik Hana dengan gembira, lalu ia memeluk Ana dengan rasa bahagia.

"Terima kasih Hana. Ayo kita masuk." Balas Ana, yang dibalas anggukan antusias Hana. Mereka pun berjalan beriringan memasuki gerbang sekolah, sesampai di halaman aula gedung keduanya duduk di kursi panjang dekat lampu lentera.

"Kamu tahu tidak? Katanya ada putra mahkota dan pangeran yang bersekolah di kerajaan kita! Dan mereka bersekolah disekolah ini!" Beritahunya.

"Bukannya sudah wajar? Tahun-tahun sebelumnya kerahaan kita juga kedatangan murid dari kerajaan lain." Ana berucap dengan nada datarnya, sudah terbiasa Hana hanya tersenyum setelah mendengarnya.

"Tapi, katanya orang ini benar-benar misterius, apa kamu tahu kerajaan KrioVis? Apa mungkin itu kerajaan baru?" Tanya Hana mengerutkan dahinya.

"Entah, aku tidak pernah mendengar nama kerajaan itu."

"Benarkan, makannya banyak yang tertarik untuk menemuinya secara langsung. Jadi banyak yang mendaftar di sekolah ini. Bahkan anak Duke Bryac juga mendaftar disini," Hana masih bersemangat dengan topik pembahasannya.

'Ada apa dengannya, tak seperti biasanya Hana seperti ini." Ana membatin.

Ding ...! dong ...!

"Sudah waktunya masuk, ayo!" Mereka berdua bergegas memasuki aula gedung upacara yang tengah dibuka, setelah mendengar lonceng berbunyi, diikuti murid-murid baru lainnya.

Mereka duduk di kursi pilihannya masing-masing yang telah tersedia berjejer rapih, dihadapan mereka terdapat panggung berhiaskan pernak pernik, balon, dan spanduk dengan sebuah ucapan sambutan. Ana dan Hana pun memutuskan untuk duduk di kursi barisan paling belakang dekat dengan pintu gedung.

Pembukaan upacara telah dimulai, dilanjut oleh pidato oleh orang-orang penting sekolah ini, dan diakhiri salam hangat dari kepala sekolah. Sekarang waktunya sang pembawa acara memanggil para murid yang mendapat nilai tertinggi ketika ujian masuk sekolah.

"Saya selaku pembawa acara akan menyampaikan tiga murid berprestasi yang berhasil mendapatkan nilai tertinggi. Baik, yang menduduki peringkat pertama untuk murid berprestasi kali ini adalah ... Asraliona Ogicia Diexa, kepada ananda dimohon untuk naik ke atas panggung." Ana yang tengah melamun karena bosan, terkejut karena suara tepuk tangan yang riuh, ia sangat senang begitu mengetahui kini dirinya mendapatkan peringkat satu, padahal dia tidak berharap sama sekali karena mengetahui di sekolah unggulan ini terdapat banyak sekali anak yang berbakat.

Setelahnya Ana menaiki panggung, dan diikuti murid lainnya yang menduduki peringkat kedua dan ketiga. Ketiga siswa itu berbaris dan suara tepuk tangan kembali terdengar, kepala sekolah menaiki panggung dan mengaitkan lencana agung untuk ketiga siswa berprestasi tersebut.

Ana yang mendapat lencana merasa sangat bangga, senang bercampur sedih ia rasakan. Ketika pulang ia tidak bisa memamerkannya kepada kedua orang tuanya yang kini sudah tertimbun tanah yang tertabur bunga, ia tersenyum miris kala memikirkan nasibnya.

Ketika pulang pasti ia akan disuguhkan sebuah drama yang tujuannya itu-itu saja, ya benar karena harta warisannya yang begitu banyak. Sebagai perwakilan murid baru dan murid berprestasi Ana memberikan sebuah pidato yang cukup ringkas dan jelas.

Ana hendak pergi untuk menuruni panggung, namun sepasang sorot mata membuat tubuhnya terhenti, tatapan sepasang mata itu tampak tajam, dan terlihat seulas senyuman tipis dibibirnya. Ana hanya memandangnya untuk beberapa saat, lalu menuruni tangga tanpa memedulikannya, dan mengabaikan rasa deja vú yang ia rasakan.

'Huh ... jangan melamun Ana!' tegurnya pada diri sendiri. Setelah upacara pembukaan berakhir waktu pengenalan sekolah pun dimulai. Sepanjang pengenalan sekolah, para murid baru berbondong-bondong melewati koridor, lapangan, dan setiap kelas yang mereka lalui.

Ana dan Hana? Jangan ditanya, mereka bosan, karena mereka sudah menggali informasi tentang sekolah itu lebih dahulu jauh-jauh hari sebelum mendaftar. Jadi mereka tahu secara rinci setiap detail sekolah itu.

Satu jam telah berlalu dan waktu istirahat pun tiba.

Ana dan Hana memilih duduk di kursi taman memakan bekal yang sudah mereka siapkan, dan bertukar suapan.

"Hari ini kamu pasti membuat sandwich dan kentang rebus?" Tebak Ana yang dibalas tawa oleh Hana.

"Karena aku telat bangun, jadi aku hanya sempat membuat bekal simpel nan sehat ini." Ucap Hana enteng.

"Baiklah, mari lihat apa yang aku buat." Ana membuka misting berwarna hijau miliknya, dan di dalamnya tersaji Erise-sebuah telur dengan campuran nasi dan Aslad-semacam campuran mayo dan sayur.

"Wah! Erise matah, pasti enak. Aku ingin mencobanya, aaa ..." Hana langsung membuka mulutnya dan Ana segera memberinya sesendok Erise buatannya.

Catat: Erise adalah menu favorit Hana sejak kecil.

"Haha, dasar manja. Hana, setelah ini ingin mampir ke Cafeku?" Tanya Ana membuyarkan tingkah aneh Hana, yang senang melumat kelembutan dari tekstur telur nasi itu.

"Tentu." Balas Hana semangat.

"Nanti kamu pergi duluan saja, aku ada sedikit urusan." Dan Hana segera menganggukan kepalanya setelah Ana selesai berucap.

****

"Terima kasih, kalau begitu saya pamit undur diri." Ana membungkukan badannya hormat sebelum keluar pintu meninggalkan ruangan guru.

Kemudian, ketika ia melewati lorong-lorong panjang, dan sesekali melihat ke arah kelas kakak tingkatnya. Seorang perempuan memanggilnya untuk mendekat.

"Hei! Kemarilah!" Perinta perempuan dengan bando bunga dan make up menor diwajahnya. Ana hanya menurut saja mendekat untuk mengetahui urusan apa yang perempuan itu inginkan.

"Bolehkah aku meminta bantuanmu? Anting berlianku hilang di halaman samping gedung C. Boleh tolong carikan?" Tanyanya sambil memegang telinga kanannya, Ana hanya menghela nafas. Ada saja memang hambatan yang ia dapat ketika akan melakukan apa yang ia inginkan.

"Kalau begitu saya akan bantu mencarinya." Balas Ana malas sambil menuruni anak tangga.

"Terima kasih, ya. Anak baru!"

'Omong kosong yang bagus.' Batin Ana menyeringai.

Sesampainya di lantai bawah, ia hendak langsung pergi ke halaman yang dimaksu, namun sebuah pemandangan mengganggu penglihatannya. Tampak Hana yang sedang berbicara dengan seseorang di dekat gerbang keluar.

"Hana? Berbicara dengan siapa? Huh... bukan urusanku, sekarang adalah waktunya untuk membereskan tikus-tikus kecil itu." Ana berjalan acuh sampai mengabaikan orang-orang yang mencela dirinya.

Tanpa berlama-lama Ana segera bertanya entah pada siapa, padahal halamannya tampak sepi.

"Ada apa? Ingin bermain denganku?" Tanya Ana dingin, tak perlu berteriak pun para perempuan menor dengan seragam kurang bahan itu keluar dari tempat persembunyiannya.

Lalu menghampiri Ana dengan perempuan tadi yang menjadi pemimpin.

"Huh, ternyata anak baru ini pintar juga."

.
.
.

Tbc.

What is Transmigration?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang