9. Gadis dengan hati bersih

5 5 0
                                    

Rumor segera menyebar tentang Deremis dengan sang perempuan desa yang menjalin suatu hubungan.

Kali ini sekolah sedang panas panasnya, bukan karena cuaca tetapi karena sedang ramainya pembincangan tentang hubungan dua orang itu. Apalagi para penggemar Deremis yang semakin menjadi jadi.

"Padahal sudah dua hari berlalu, tapi topik dimana Tuan Loryxie dan perempuan itu masih saja belum berubah," keluh Hana yang sudah jengah mendengar obrolan orang lain, kepada Ana yang berjalan disampingnya.

Ana tak menoleh tapi ia bersuara, "Karena ada orang yang terus menerus menambahkan apinya Hana," ucap Ana yang membuat Hana bingung.

"Memangnya siapa?," akhirnya karena tak kunjung mendapatkan jawaban Hana bertanya, "Sang antagonis," jawab Ana masih terus berjalan disamping Hana.

"Emm ... maksudmu Nona Haelus?" tanya Hana lagi, Ana hanya mengangguk mengiyakan.

"Jadi, sekarang kita sekarang sedang menjadi tokoh figuran yang tidak berperan apapun, ya?" entah darimana Hana tiba tiba mengatakan itu.

Ana kembali menganggukan kepalanya untuk menjawab, tapi jawaban yang diberikan berbeda dengan kata hatinya, 'Tidak, itu hanya berlaku untukku, karena kau adalah ...'

"Nona Hana!" tiba tiba panggilan itu membuat langkah Hana dan Ana yang hendak melewati lorong terhenti, lalu orang tersebut menghampiri Hana dan Ana, dengan satu orang lagi dibelakangnya.

"Ouh, selamat pagi Tuan Mark dan juga Tuan Avi," balas Hana ketika Mark dan Avi menghampiri dirinya, ya sebenarnya hanya kepada Hana tidak dengan Ana.

'... tokoh utama di kisah hidupmu sendiri Hana,' Ana yang melihat mereka saling bertukar sapa hanya melirik satu persatu wajah wajah itu lalu pergi segera memasuki kelas di ujung lorong.

^-^

Lonceng telah berbunyi kelas segera dimulai, dan guru yang kini akan mengajar sudah memasuki ruangan kelas.

"Anak anak sekalian seperti yang sudah di umumkan beberapa hari lalu, hari ini sekolah mengadakan ujian Mana kepada kalian semua, karena itu pelajaran saya kali ini akan diganti dulu. Dan semuanya segera berangkat ke gedung A," setelah mengumumkan, guru itu segera pergi meninggalkan ruangan di ikuti murid lainnya yang hendak pergi ke gedung A, kecuali Ana.

Ia lupa bahwa hari ini adalah hari dimana semua murid kelasnya akan mengikuti ujian Mana, 'Bagaiamana kau bisa lupa Ana! Ini sangat penting, kenapa kau lupa!!! Akh, sialan. Kalau begini aku juga harus mengikutinya,'

Tak perlu menunggu lama Ana segera menyusul murid lainnya, karena Hana juga sedari tadi memanggil dirinya untuk segera menyusul.

Sekarang semua murid kelasnya tengah duduk rapih di salah satu ruangan di gedung A, yang memang khusus untuk ujian Mana.

"Semuanya perhatikan! Sekarang saya akan menyampaikan teknisnya, pasti kalian semua sudah tahu apa itu mana. Kalau begitu kita langsung saja ke metode pengukurannya," guru yang ada di depan sana segera mengambil sebuah batu berbentuk bulat yang bening seperti kaca.

"Pengukuran mana dengan menggunakan batu sihir ini adalah dengan cara kita melihat seberapa terangnya cahaya yang dipancarkan batu sihir. Jika hanya terang dibagian bawahnya atau di bawah garis yang berada di batu ini maka mana kalian dibawah rata rata, jika sama dengan garisnya atau lebih maka kalian bisa masuk kualifikasi penyirih," terangnya lagi sambil memperaktekan dengan kedua tangannya yang terulur menyentuh batu sihir itu.

Semua murid segera dipanggil satu persatu, selama ini hanya ada beberapa orang yang memiliki mana yang pas dengan garis atau lebih dari sekian banyaknya murid. Tentunya Mark, dan Avi masuk ke kualifikasi penyihir karena mereka adalah keluarga kerajaan.

Namun anehnya sedari batu sihir itu aktif, liontin berbentuk semanggi yang Ana pakai mengeluarkan cahaya seperti memberikan reaksi akan adanya batu sihir. Dan sekarang sudah waktunya giliran Ana untuk mencoba mengukur mana yang ia punya.

"Ananda Diexa, segera maju ke depan," panggil sang guru. Ana dengan tidak minat maju ke depan, setelah sampai di hadapan batu sihir yang terletak di tengah meja itu, ia segera mengulurkan tangannya untuk menyentuh batu tersebut dengan memejamkan matanya agar bisa merasakan saluran mananya.

Tetapi, tidak seperti murid lainnya yang walaupun memiliki sedikit mana, namun Ana tidak memiliki sedikit pun mana. Padahal ia salah satu keturunan dari keluarga penyihir tersohor yaitu Loryxie walaupun ia tidak di anggap keluarga itu. Tapi, mengapa ia tidak memiliki mana sama sekali, bahkan anggota keluarga Diexa yang bukan keturunan penyihir saja memiliki mana walau sedikit.

Tetapi guru dan murid yang melihat itu tercengang oleh cahaya yang dikeluarkan liontin yang Ana pakai, tidak hanya terang namun menyilaukan mata walau hanya sekilas meilhatnya.

"Sepertinya mana Anda tersedot oleh liontin itu," ucap seseorang yang tak lain adalah sang guru yang seorang penyihir.

"Liontin ini?" tanya Ana mengangkat liontinnya yang kini tak terlalu mengeluarkan cahaya yang terang.

"Ya, tapi biasanya benda seperti itu adalah benda pusaka yang hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan saja, tapi bagaimana anda bisa memilikinya?" tanya sang guru, kini semua mata tertuju kepada Ana menunggu jawaban darinya.

Ana segera mencari alasan, apa mungkin mereka akan percaya jika Ana mengatakan bahwa ini adalah satu satunya pemberian teman masa kecilnya yang telah meninggal? Mereka pasti tidak akan percaya dan akan menganggap Ana berbohong. Maka dari itu Ana memiliki alasan yang lumayan masuk akal.

"Ini adalah pemberian orang tua saya, karena keluarga kami adalah salah satu keluarga yang dipercaya oleh kerajaan, dan keluarga yang berperan dibeberapa bidang penting. Maka kerajaan memberikan hadiah ini kepada orang tua saya," alibi yang Ana ucapkan untungnya berhasil membuat semua orang yang berada di ruangan itu percaya kepadanya.

Setelah itu Ana kembali duduk di kursinya kembali diam sampai akhirnya semua murid sudah selesai mengukur mananya, dan sejauh ini hanya ada enam orang yang masuk kualifikasi penyihir, dan waktu istirahat pun tiba.

"Asra! Jangan tinggalkan aku," teriak Hana membahana di lorong depan kelas mereka.

"Hana kau telah membuat orang lain terganggu," tegur Ana ketika Hana sudah dekat dirinya, Hana hanya membalasnya dengan cengiran dan kemudian mengikuti langkah Ana yang mulai berjalan.

"Bekal apa yang sekarang kau siapkan Asra?" tanya Hana.

"Aku hanya membuat salad sayur dan roll keju,"

"Wah, itukan makanan kesukaan Tuan Avi," kata Hana, bagaimana Hana tidak tahu, mereka kan sudah berteman selama empat bulan terakhir ini. Tapi yang membuat Ana tercengang bukanlah karena Hana mengetahuinya, tetapi makanan ini juga favorit seseorang yang sudah lama ia kenal.

"Asra? Kau kenapa?" pertanyaan itu berhasil membuat lamunan Ana pecah, Ana segera menatap wajah Hana.

Entah ingin apa, ia hanya ingin saja, dan yang ditatap hanya diam dengan senyuman hangatnya yang tak pernah pudar. Setelahnya Ana mengalihkan lagi atensinya.

"Tidak, aku hanya mengingat sesuatu saja."

"Ouh oke, kalau begitu ayo!. Sebelum semua kursi di taman penuh oleh orang lain," Hana segera menarik tangan Ana, dan keduanya berlari sambil tertawa. Kebahagian itu tidak harus dengan sesuatu hal yang besar, dengan cara yang sederhana saja sudah cukup untuk Ana yang sudah lama tak merasakannya.

Setelah keduanya berlari cukup jauh untuk sampai di taman samping gedung B, akhirnya keduanya sampai.

Bukan karena suatu hal yang khusus mereka datang kesini, tapi memang sudah kebiasaan mereka untuk memakan bekal bersama sambil berbagi cerita dan suapan kecil dengan canda tawa yang akan menghiasi kegiatan tersebut.

Tbc.

What is Transmigration?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang