7. Loryxie? Aku mencarinya?

8 6 0
                                    


Mereka segera berjalan pelan melewati lorong, terlihat lapangan yang riuh entah sedang mengerumuni apa, dan langit sudah menampakan warna jingga.

"Berapa lama aku tak sadarkan diri?"

"Hampir tiga jam," balas Hana dengan senyuman hangatnya, atraksi kedua teman itu tak luput dari pandangan Hean yang mengikuti dari arah belakang.

"Asra, kau duduklah dulu di kursi ini, aku akan mengambil dulu tasmu dan pamit kepada kakak dan bibi Ciho. Hean aku minta tolong jaga Asra ya, dah," Ana diam melihat Hana pergi meninggalkannya dengan Hean yang berdiri tak jauh darinya.

Ana mulai berfikir, apa yang terjadi padanya ia hanya ingat sampai dirinya sedang duduk ditepi danau sambil melemparkan batu. Lalu ada seseorang yang membuatnya harus mengeluarkan senjata rahasianya.

'Ouh dimana senjataku, apa masih tertinggal di pinggir danau? Dan orang itu, siapa? Dan bagaimana bisa aku selamat?' pertanyaan itu memenuhi pikiran Ana yang membuat tubuhnya refleks berdiri, Hean khawatir dibuatnya.

"Kau mau kemana Asra?" tanya Hean ketika melihat Ana berjalan meninggalkannya dengan langkah terpogoh pogoh.

Langkah Ana terhenti lalu menengokan kepalanya ke arah Hean yang mulai mengikutinya, "Ouh Hean, kau tau siapa yang membawaku tadi?"

"Itu ... aku kurang tahu pasti, tapi ada dua orang yang membawamu," ucapnya ragu tanpa melihat wajah Ana.

"Baiklah," Ana segera menancap gas untuk segera mencari senajatanya, tak peduli mau bagaimanapun itu adalah salah satu barang berharga miliknya. Replikanya belum sempurna untuk digunakan, dan senjata itu adalah satu satunya senjata peninggalan ayahnya.

"Asra kau harus menunggu sampai Hana datang," kali ini Hean bersikap tegas, ia mencekal tangan kiri Ana yang membuat langkah Ana terhenti.

"Lepaskan, jangan mengaturku,"

"Kalau begitu aku ikut bersamamu," Ana tak merespon apapun, membiarkan laki laki itu berjalan beriringan disebelahnya, daripada harus mendengarkan omelan panjangnya, lebih baik ia biarkan.

Lagi, kakinya lagi lagi keram, Ana tak kuasa menahan bobot tubuhnya lagi dan limbung ke arah depan. Beruntung ada Hean disampingnya yang langsung menangkap Ana dengan sigap.

Hap

"Sudah kubilang kau duduk saja menunggu Hana datang, ayo naiklah," Hean segera membungkukan badannya di depan Ana membelakanginya, Ana mengernyit bingung.

"Ayo naiklah, kau aku gendong," beri tahu Hean dan Ana masih tidak bergeming, Hean meraih tangan Ana dan menariknya untuk memegang pundaknya yang membuat Ana ikut membungkukan badannya dan hup Hean mengangkat Ana.

"Hean apa yang kau lakukan?" tanya Ana, memberontak.

"Diam, atau kau akan ku gendong seperti seorang pangeran yang menggendong putri di dongeng dongeng." Ana hanya diam membungkam mulutnya, memang cerewet laki laki satu ini.

"Kenapa para prajurit berkerumun seperti itu, apa latihan telah selesai?" tanya Ana memecah kesunyian panjang.

"Ada nona Waxeluis datang," beritahu Hean yang dibalas beo an Ana yang bertanya.

"Dia adalah putri kedua dari keluarga Waxelius, namanya Elestraveil Viana Waxelius. Beliau terkenal karena keahliannya dalam menggunakan senjata walau wanita, dan sekarang sedang berkunjung untuk bertemu dengan calon kakak iparnya," jelas Hean masih terus melangkahkan kakinya entah kemana.

"Calon kakak iparnya, siapa?" tanya Ana mengernyit bingung.

"Apa kau tidak tahu? Nona Elestrania adalah tunangannya tuan Abroun. Memang belum diumumkan secara resmi tetapi semua orang disini mengetahuinya, bahwa mereka satu bulan lalu sudah bertunangan," Ana hanya ber-oh panjang saja, lagian ia tidak mengagumi orangnya melainkan cara berpedangnya.

What is Transmigration?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang