5. Sparing

7 6 0
                                    

Setelah mereka selesai memakan habis semua kue kering, mereka hendak pergi ke dapur untuk mengambil minuman.

"Asra, sepertinya pelatihan akan dimulai. Mengambil minumnya nanti saja ya?" pinta Hana dengan mata yang berbinar melihat ke arah lapangan dengan para prajurit berbaris rapih, dengan Abroun memimpin di depan.

"Jangan menganga terus Hana, nanti ada serangga yang masuk," ucap Ana seraya mengangkat dagu lancip Hana ke atas dengan tangan kanannya.

"Ouh iya, maaf aku terlalu fokus. Haha ... mari kita perhatikan teknik baru yang akan tuan Abroun ajarkan, sudah lama juga kita absen untuk mempelajari teknik baru dari jarak jauh seperti ini, ya?" Hana tertawa tanpa mengalihkan atensinya.

Setelahnya waktu istirahat tiba para prajurit menggunakan waktu luang itu untuk rehat sekejap, Ana dan Hana kembali duduk di kursinya masing masing.

"Hana apakah kau tidak ingin melakukan sparing?" tanya Ana yang membuat Hana yang sedang bersenandung terhenti, lalu menoleh ke arahnya.

"Sebentar, aku sedang mengkombinasikan teknik ini dengan teknik dulu yang kita pelajari, ouh bagaimana jika aku sparing denganmu saja. Tenang aku tidak akan terlalu berlebihan mengingat kamu baru pertama kali melawanku," balas Hana mengangkat salah satu alisnya.

"Siapa takut, walau baru kali ini aku sparing dengan orang lain, selama satu minggu ini keadaan orang jerami di rumahku sangat memprihatinkan," jawab Ana dengan seringaian kecil di wajahnya, oh! sekarang mereka sedang saling menyinggung satu lain.

Walau begitu mereka hanya bercanda, tenang ini adalah salah satu sreatment sparing, agar sedikit terpancing emosinya untuk kepentingan bertarung dan tak selalu memakai hati, biasalah wanita.

"Oke kalau begitu, tapi kita menggunakan kayu pedang saja, ya? Pastikan kondisimu fit. Aku pergi mengambilnya dulu," pamit Hana melenggang pergi berlari kecil ke tepi lapangan yang terdapat gubuk tempat pedang kayu tersimpan.

"Wah, lihat! Nona kecil kita datang!" seru salah satu prajurit yang membuat atensi prajurit lainnya menoleh ke arah Hana yang tengah berlari menghampiri mereka.

"Halo nona, sudah lama tidak berkunjung kemari. Aku selalu bertanya kepada nona Aria tentang anda," sapa salah satu prajurit di kerumunan itu.

"Oh halo juga tuan Wilois, haha ... saya sedikit ada urusan makannya jarang kesini. Oh iya, aku ingin meminjam dua pedang kayu apa boleh?" sapa Hana balik seraya meminta izin dengan badannya membukuk memberi hormat ala wanita bangsawan.

"Tentu ambil saja, sekarang nona ingin melawan siapa? Apakah Wilois atau tuan Abroun yang terhormat?" tanya prajurit yang disamping Wilois sambil menyenggolkan tangannya ke tangan Lois mengode.

"Tentu tuan Abroun bukan tandingan saya, kali ini saya akan sparing dengan Asra," beritahu Hana dengan senyuman manis yang ia tunjukan.

"Wah benarkah, nona Asra apakah sudah bisa menggunakan pedang? Tapi aku senang melihatnya sudah kembali sehat," ucap prajurit disamping Lois itu lagi, dan dibalas anggukan anggun Hana.

"Kalau begitu aku pamit ingin manggambil pedangnya, dan pergi kembali menemui Asra. Terima kasih para tuan tuan," Hana membukukan badannya sedikit sambil mengangkat kedua ujung dresnya, layaknya para wanita bangsawan yang memberikan hormat.

"Aku ingin tahu mereka akan membuat teknik baru apalagi, rehatnya masih lama kan? Ayo kita tonton sparing mereka sekaligus melihat sejauh mana nona Asra bisa bertahan melawan nona Hana." Ajak Lois sambil berjalan pergi diikuti rombongannya, ya memang biasanya dialah atau Hean yang menjadi lawan tanding Hana, sedangkan Ana dulu hanya duduk diam memperhatikan di atas kursi roda tabunya.

Oh, jangan remehkan Ana yang baru sembuh dari lumpuhnya ini sobat, walaupun dulu dia mempunyai kekurangan yang membatasi segala aktifitasnya. Kepalanya cerdik melebihi Hana, walaupun dulu hanya memperhatikan. Ia selalu mencoba mempraktekannya walau dengan posisi duduk.

Kadang menambahkan gerakan baru ke dalam teknik yang telah ia dan Hana ciptakan, untuk menutupi celah celah yang bisa memberikan kesempatan untuk lawan. Dan selama satu minggu ini Ana habiskan dengan berlatih dilapangan sebelah mansion neneknya, yang biasanya digunakan para prajurit kediaman Diexa untuk berlatih.

Mereka pun sudah dalam posisinya masing masing, mereka melakukan sparing di halaman taman yang tak terlalu banyak tanaman bunganya agar mendapat ruang yang lumayan luas, dan bisa membuat mereka bergerak bebas.

"Oke, ketika aku sudah selesai menghitung maka pertarungan dimulai. Bersiap," Lois menjadi wasit sparing ini, disaksikan prajurit lain yang berdiri dipinggir taman.

"1 ... 2 ... 3!" teriak Lois ketika diangka ketiga. Mereka berdua mulai saling beradu pedang kayu, Hana memang lebih awal menguasai pedang daripada Ana, tapi Ana tak kalah hebatnya dengan Hana.

Mereka mulai beradu teknik dahsyat ciptaan mereka, yang membuat para prajurit terdiam takjub melihatnya. Walau kelihatan rumit sebenarnya itu hanya gabungan dari beberapa gerakan saja, dan biasanya teknik Ana dan Hana ini selalu ditiru oleh para prajurit ketika melakukan sparing.

Ketika Ana menggunakan teknik barunya Hana tercengang beberapa saat, tak bisa membaca gerakan Ana selanjutnya, dan disaat itu Ana melompat ke udara dengan pedang yang ia angkat di atas kepalanya.

Hana menyeringai ketika tahu gerakan Ana selanjutnya, tapi ketika Hana hendak melawan dan memasang pertahanan, ia kaget.

Ana tiba tiba merubah posisi pedangnya secepat kilat kesamping tubuhnya, Hana yang tak sempat untuk menangkis serangan pun tak kuasa menahan pedangnya yang kini sudah terpental jauh lepas dari genggamannya.

Hana terduduk lemas dengan ujuk pengan Ana yang berada tepat dilehernya.

Sparing pun berakhir, suara tepuk tangan para prajurit yang riuh dengan Ana yang menjadi pemenangannya.

"Aku bisa, maka dari itu jangan remehkan kelinci kecil ini nona," ucap Ana seraya mengulurkan tangannya untuk Hana raih, membantunya berdiri.

"Hebat, Asraku ternyata sehebat itu." Hana tak bersedih sekalipun, ia bahkan senang melihat kemampuan Ana yang sebanding dengannya, dan berhasil membuatnya dan para prajurit tak bisa membaca gerakannya.

"Tentu, terima kasih,"

"Asra! Apa kau benar Asra?!" teriak seorang laki laki tiba tiba, berlari ke arah kerumunan itu. Ditengah tawa kedua gadis itu yang membuat mereka berdua menengok ke arah sumber suara.

Ana hanya mengernyit, siapa yang meneriakan namanya itu?

"Wah Hean!" seru Hana ketika laki laki tadi berhasil memecah kerumunan dan berjalan kedepan. Setelah mendapat kabar bahwa Ana datang dan sudah bisa berjalan dari ibunya, sepulang dari membantu ayahnya itu ia langsung berlari mencari keberadaan sang perempuan.

"Ini benar Asrakan?" tanyanya lagi sambil memegang kedua bahu Ana, dan melihatnya dari atas sampai bawah. Ia senang perempuan di depannya ini tidak duduk di sebuah kursi yang selalu ia dorong lagi.

"Emm, Hana, aku mendengar suara seseorang tapi mana orangnya, ya?" tanya Ana, berpura pura mengedarkan pandangannya sambil bergidik ngeri, dan berhasil membuat laki laki di hadapannya ini memberengut kesal.

"Itu tidak lucu Asra," ucapnya masih dengan nada kesal, seketika Ana tertawa puas melihat Hean yang bereaksi sesuai harapannya.

Hean terpana beberapa saat, tawa perempaun di depannya ini kini bukan tawa yang biasanya ia paksakan. Melainkan tawa kebebasan yang mencerminkan kebahagiaan, ekspresi Hean pun melunak dan ikut tertawa.

"Eh, eh, eh kakiku keram," pekik Ana tiba tiba sambil memegang kakinya dengan tubuh yang hendak limbung, Hean langsung siap siaga hendak menangkap tubuh Ana, dengan raut wajah yang khawatir.

"Tapi bohong," saat itu juga ekspresi Hean mendingin, Ana yang berhasil menjahilinya untuk kedua kalinya tertawa puas.

"Asra, ini sungguh tidak lucu, bagaimana kalau kau benar benar sakit lagi dan tidak ada yang memercayaimu? Ter______," saat omelan panjang Hean meluncur Ana langsung menutup kedua telinganya, ia tersenyum senang mengingat dulu Hean selalu memarahinya atau mengomelinya seperti ini, menurutnya sangat lucu.

Tbc.

What is Transmigration?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang