pagi ini renjun yang membuat sarapan, ia juga menyiapkan pakaian jaemin tak lupa memasangkan dasinya dengan rapih. dahi renjun dikecup lama sebelum mereka berangkat bersama seperti hari biasanya, tidak ada yang mengira hari itu mereka akan benar benar berpisah hingga hakim meresmikan perceraian mereka.
sidang sudah selesai beberapa menit yang lalu dan ruangan itu telah kosong, orang tua jaemin tidak hadir entah kecewa atau apa. sidang itu benar benar diadakan pribadi dan cepat karena renjun maupun jaemin menyetujui perpisahan tersebut dengan alasan sudah tidak saling mencintai.
hanya sisa keduanya didalam ruangan itu, renjun berdiri disusul oleh jaemin untuk kemudian berhadapan. senyum keduanya terbit sebelum berpelukan, tak lama jaemin menjatuhkan kepalanya dibahu sempit renjun, menangis dalam diam seperti kebiasaannya.
" kak.." renjun mengusap punggungnya.
" aku sudah menahannya sejak pagi, ren."
renjun terkekeh, membiarkan jaemin menangis dibahunya untuk beberapa waktu, " boleh aku menciumnya sebelum kita berpisah?" suara seraknya mengalun, renjun menatap perut ratanya ragu.
" terakhir.." bisik jaemin.
kemudian renjun mengangguk.
merasa sudah mendapatkan ijin, jaemin pun merendahkan tubuhnya menyamai tingginya dengan perut renjun. " maaf, kuharap kau tidak akan membenciku." bisiknya sangat pelan sebelum akhirnya mencium perut renjun yang masih belum memperlihatkan perkembangan.
jaemin kembali berdiri dan kini ternyata bukan hanya dirinya yang menangis, namun renjun pun. wajahnya tersenyum manis, tapi air matanya berjatuhan.
" jangan menangis, kau harus bahagia setelah berpisah denganku." bisik sang dominan seraya mengusap pipi renjun lembut dengan ibu jarinya, seolah pipi itu sangat rapuh dan akan melebur jika mengelusnya terlalu keras sedikit saja.
renjun mengangguk, mengalungkan tangannya dileher jaemin, sebelum menarik tengkuk sang dominan untuk menyatukan bibir keduanya.
awalnya hanya menempel sebelum renjun memulai lebih dulu dengan lumatan halus tanpa nafsu, ia juga yang lebih dulu menyudahi ciuman tersebut. jaemin menempelkan keningnya pada kening renjun membuat nafas keduanya beradu sangat dekat, masih dengan mata terpejam.
sementara diluar ruangan..
" kenapa mereka harus bercerai jika saling mencintai?" haechan menutup kuping bayi tiga bulan yang ada dalam gendongannya saat bicara, berharap anaknya tidak mendengar. mark yang merangkul bahu haechan hanya diam hingga haechan menyikut perutnya pelan.
" aku bertanya, kak.."
" honeyy, aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dalam kehidupannya, mereka tertawa tapi mungkin hal berbeda terjadi didalam sana. kau tahu sendiri bagaimana keadaan jaemin saat injoon pergi."
haechan mengangguk, " kau selingkuh?"
" what?" mark tercengang.
" aku tidak tahu apa yang terjadi didalam sini." ucap yang lebih muda, menunjuk dada sebelah kanan mark, mark memeluk haechan dan anak mereka gemas seraya mengecup asal.
" aku mencintai kalian."
" aku tahu. tapi.. kenapa jaemin mencium perut renjun? kenapa bukan─ kau.. jawab jujur. kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku bukan, kak?"
" . . . "
₍ D I D Y M O ₎
──────────
©__abcdeannlangkah besar membawanya kelantai atas, jaemin berhenti didepan pintu kamarnya seraya menarik nafas. dibuka pintu kamar itu dan suasana masih berantakan seperti sebelumnya, tidak ada asisten rumah tangga dirumah itu, artinya jika bukan ia atau renjun yang memindahkan barang, tidak akan ada yang melakukannya.
jaemin menarik sesuatu dibawah kasur dan disamping nakas kecil yang ada disisi kanan tempat tidurnya, foto berukuran sedang yang membuatnya kehilangan kesempatan.
beratnya tidak seberapa menurut jaemin, ia memindahkan keduanya, memasukannya kedalam lemari pakaian tempat pakaian renjun yang sudah kosong sebagian.
mengingat renjun.. mungkin submisive itu sedang menikmati perjalanannya dengan pesawat. jaemin tersenyum saat mengingat pertama kali ia membawa renjun dari china kekorea, yang juga menjadi penerbangan pertama renjun.
terkesan norak namun itu sungguh menggemaskan. renjun itu orangnya keras, mudah marah dan terlihat garang. berbeda dengan injoon yang justru memiliki sifat sebaliknya, jaemin merasa deja vu. saat renjun takut sikapnya sangat mirip dengan injoon.
jaemin mengingat jelas bagaimana mata renjun terpejam kuat, tidak membiarkan jaemin melepaskan pelukannya dan kedua tangan renjun mencengkram sisi pakaian hangat jaemin.
mungkin renjun dan injoon sama saja, wajah maupun sifat keduanya sama persis. hanya saja sikap yang orang tua mereka berikan saat pertumbuhan itu berbeda, membuat renjun terlihat lebih kuat walaupun posisinya adalah seorang adik.
" hh.. bagaimana bisa aku membiarkan kalian pergi? brengsek, na jaemin. kau menelantarkan anakmu sekaligus ibunya."
₍ D I D Y M O ₎
──────────
©__abcdeannhanya ada dua pilihan yang renjun punya, jangan memberi kesempatan anaknya lahir atau lahir tanpa seorang ayah. dan renjun memilih opsi kedua karna ia tidak sekejam itu, semuak apapun dirinya.
tangan kecilnya mengusap permukaan perut ratanya, " aku sudah memberimu kesempatan, tumbuhlah dengan baik dan lahir dengan sehat. sejak awal aku memang tidak mampu memberikan sosok ayah pada anak─" renjun terkekeh, "─bahkan anakku sendiri." ucapnya dalam hati.
" maaf.."
cepat cepat ia mengusap air matanya yang sempat turun, perhatiannya tiba tiba berpusat pada jendela. perlahan tangannya memberanikan diri membuka penutup jendela itu. renjun mendecak kagum saat pemandangan lautan awan menyambutnya, senyumnya mengembang melihat begitu banyaknya warna biru. biru adalah warna kesukaannya.
" bukankah langitnya sangat indah, bayi?"
tanpa sadar ia mengajak bicara anaknya lagi, kali ini bukan tentang bagaimana pahitnya kehidupan, bahkan sebelum ia lahir. namun mengenai sisi indah dunia yang akan menyambutnya nanti.
" aku sangat takut ketinggian.. tapi lihat sekarang, aku bahkan ingin menggambar gumpalan kapas itu walaupun gambarku sangat jelek. apakah seseorang didalam sana yang menginginkannya?" renjun terkekeh.
" kau seperti orang gila sekarang, renjun. sebentar tertawa sebentar menangis dan kau baru saja berbicara seorang diri, bodoh." umpatnya kesal namun masih dengan senyum tertahan diwajahnya.
rasa bahagia kembali mendominasi, renjun sangat bersyukur walaupun orang tuanya tidak akan menerimanya kembali, masih ada nyawa lain yang menemaninya nanti.
" aku sangat bahagia karenamu sekarang, pokoknya kamu harus tumbuh baik nanti ya?" sangat takut renjun dengan keadaan bayinya saat ini yang tidak menunjukan pertumbuhan, lalu ia harus membawanya berlelah lelahan.
perjalanan berakhir didepan rumah lama renjun, senyumnya menghangat melihat bangunan itu tidak berubah sama sekali. lelaki yang masih terlihat gagah keluar mengejutkan renjun, wajah senangnya berubah sedih. lekas ia berlari menjauh menyeret koper dan tas besarnya.
langkahnya terhenti saat ia merasa tidak sanggup lagi berlari, renjun berjongkok dipinggir jalan dibalik kopernya. menahan tangis sekuat tenaga. " aku membunuh injoon, mereka tidak akan memaafkanku."
tak lama renjun berdiri dengan ekspresi senormal mungkin namun air matanya masih mengalir lepas kendali, " tidak. hidup berdua tidak buruk kan, baby? kita menjual perhiasan yang diberikan ayahmu lalu menyewa apartemen nyaman."
nafasnya dihela, " jangan bersedih seperti itu dan jangan meremehkanku, aku hidup lebih dari tiga tahun sebagai orang lain. aku pastikan hidupmu tidak akan susah walau hanya berdua denganku, aku berjanji."
" kita tidak akan merasa sedih."
" kita akan bahagia."
" selamanya."
─ end .
with love, dean
![](https://img.wattpad.com/cover/321464386-288-k603168.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIDYMO ─ JAEMREN
General Fiction𝗘𝗡𝗗 ─ 𝗝𝗔𝗘𝗠𝗜𝗡 𝗫 𝗥𝗘𝗡𝗝𝗨𝗡 JAEMIN DOM . RENJUN SUB warn : romance , bxb / homo / gay , rated m , mpreg ; male pregnancy, age gap , divorce , angst . tidak suka hal yang berbau seperti warn diatas , harap tidak membaca buku ini . last.. al...