"Eh, Sa, lo denger nggak sih, cerita si Mia anak kelas sebelah sama temen-temennya tadi?" tanya Kania dengan suara pelan setelah Alsa kembali dari kamar mandi dan duduk di sebelahnya. Karena berada di paling belakang, mereka jadi sedikit leluasa untuk bercakap-cakap meski rapat inaugurasi tengah berlangsung. "Merinding banget, anjir, bikin gue jadi parno pulang sendiri malem-malem gini."
Kerutan samar lekas muncul di dahi Alsa. Pandangannya segera ia arahkan pada Mia dan kawan-kawannya yang berada cukup jauh darinya. "Cerita apaan, sih?" tanya Alsa dengan rasa penasaran yang perlahan timbul dalam dirinya. "Gue nggak nyimak-nyimak banget apa yang mereka omongin pas break tadi."
Kania memerhatikan ke sekitar sejenak. Dilihatnya para ketua divisi masih saling menyampaikan argumen masing-masing, pada Alsa ia pun menjelaskan, "Katanya, tiap dia pulang malam, dia suka ngerasa ada orang yang ngikutin. Dari tempat turun angkot ke kosannya harus jalan, makanya dia bisa ngerasain dong, ada orang yang ngikutin. Terus kemarin malam, akhirnya tuh orang berhasil ketangkep juga karena kebetulan ada warga yang mergokin."
"Serius lo, Kan?" Mendadak Alsa jadi merinding sendiri meski hanya mendengar bagaimana kejadiannya. "Tapi, itu gimana ceritanya dia sampe bisa diikutin kayak gitu?"
"Kalau gue nggak salah denger, orang itu tuh salah satu cowok yang sering nongkrong di warung kopi deket kosannya Mia, Sa. Jadi, sebelumnya tuh cowok itu pernah nyamperin Mia dan kayak pengen ngedeketin dia gitu pas dia lewat warung kopi. Cuma caranya annoying banget, makanya si Mia risih sampe sering ngehindar dan nolak segala macem."
Ada jeda sejenak yang Kania gunakan untuk menghela napasnya. Lalu ia melanjutkan, "Tapi kayaknya itu cowok emang rada 'sakit', ditambah udah terobsesi juga, sampe akhirnya dia jadi stalker. Bahkan di HP-nya ditemuin beberapa foto Mia yang diambil diem-diem, Sa, ngeri banget nggak, sih? Duh, nggak kebayang banget gue tindakannya bakal sampe sejauh mana kalau misal nggak cepet ketangkep."
Alsa meringis pelan. "Jangan dibayangin deh, Kan. Diikutin dan difoto diem-diem aja udah serem, gimana kalau lebih dari itu?" Ia kemudian menghirup napas dalam-dalam. "Gue tau tujuan si Mia ngasih tau ke anak-anak lain pasti baik, biar kita ke depannya lebih hati-hati. Tapi, di sini posisinya kita semua--termasuk cewek-cewek--kan emang sering pulang malem. Ya mustahil kalau nggak pada jadi parnoan, dong."
"Itu dia, Saaa. Mana jalan ke kosan gue sepi banget lagi, kalau malem. Lo juga harus tetep hati-hati tau, Sa. Walaupun lo tinggal di komplek, nggak ngejamin bakalan aman juga."
Perkataan Kania memang benar. Bahkan, komplek di mana rumah Alsa berada juga sudah beberapa kali muncul kejadian tak terduga meski keamanan sudah diperketat. Orang yang suka melakukan kejahatan nyatanya memang selalu punya berbagai cara cerdik hanya untuk mencapai tujuannya. Jadi, apa yang Mia alami tersebut tidak mustahil akan terjadi pada Alsa pula, 'kan?
Hah, kenapa Alsa harus mendengar cerita itu di saat seperti ini, sih? Walaupun hampir setiap harinya Alsa selalu menggunakan jasa ojek online, tetapi sejatinya ia tak pernah benar-benar diantarkan sampai persis di depan rumah karena adanya ojek pangkalan yang selalu menolak kehadiran para ojek online tersebut. Alsa lebih memilih untuk berjalan kaki daripada harus kembali mengeluarkan uang. Lagipula, jarak yang harus ditempuh pun tidak seberapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through the Lens [END]
RomanceKetika bertugas sebagai seksi dokumentasi dalam acara festival musik di kampusnya, lensa kamera milik Mahameru Faradya tak sengaja menangkap objek lain berupa seorang gadis yang tanpa disangka mampu menarik perhatiannya dalam sekejap. Rasa penasaran...