"Emangnya gue sesalah itu ya, Kan, sampe dia belum bisa maafin gue?" tanya Alsa usai ia menceritakan pada Kania apa yang terjadi antara dirinya dengan Radya--kakak tingkat yang sempat ia kira sebagai seorang penguntit--saat di kampus sore tadi. Mereka kini tengah bercakap-cakap melalui sambungan telepon yang mulanya diawali dengan pembicaraan mengenai tugas.
Embusan napas Kania dari seberang sana terdengar. "Bagi Bang Radya mungkin iya. Lagian, kenapa cara ngomong lo begitu banget, deh? Siapa pun pasti bakalan kesel lah, Sa, kalau dicurigain macem-macem kayak gitu."
"Ya, iya, sih. Masalahnya tuh masih ada yang bikin gue bingung, Kan, makanya gue berani nanya kayak gitu ke dia."
"Soal apaan?"
Ingatan Alsa pun lekas terlempar kembali pada pertemuan pertamanya dengan Radya di Kafe Harbara. Kala itu, ketika mereka bersinggungan, Radya tampak seolah mengenali Alsa, dan yang ia lakukan setelahnya adalah mengeluarkan ponsel miliknya dan memandangi potret yang terpampang di layar. Potret di mana Alsa menjadi salah satu objek di dalamnya yang menyebabkan kesalahpahaman itu dapat terjadi.
Namun, jika dipikirkan kembali, keadaan itu sejatinya agak membingungkan hingga pertanyaan-pertanyaan baru segera bermunculan dalam benak Alsa, seperti: Kenapa Radya melakukan hal itu saat pertama kali melihat Alsa? Apakah Radya betul-betul mengingat jelas sosok Alsa yang ada dalam foto tersebut? Apakah memang benar, foto itu murni hanya bagian dari dokumentasi acara?
Oleh karena hal tersebut, Alsa pun memberanikan diri untuk mencari tahu jawabannya meskipun pada saat itu rasanya ia ingin kabur saja dari hadapan Radya yang tampak sedikit mengintimidasi. Dan perkataan yang laki-laki itu sampaikan pun justru membuat Alsa jadi semakin tampak buruk karena sudah berpikiran macam-macam tentangnya.
Kini sudah jelas bahwa foto itu memang hanya sekadar bagian dari dokumentasi dan tak begitu berarti bagi Radya--sebab ia sendiri tanpa pikir panjang langsung menghapusnya di depan mata Alsa. Kemungkinan Radya dapat mengingat sosok dirinya karena telah melihatnya beberapa kali saat proses editing ataupun ketika pemilihan dokumentasi visual yang akan diunggah ke akun Instagram milik BEM FEB Santosha.
Alsa embuskan napas berat seraya merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Laptopnya yang masih menyala pun ia abaikan sejenak. "Ada deh, Kan." Gadis itu memutuskan untuk tak memberi tahu Kania karena tak mau menampakkan kebodohan dirinya sendiri. "Gue udah nemu jawabannya, dan, oke, gue akui gue emang salah di sini."
"Lah, cepet amat lo sadarnya. Perasaan baru aja lo mempertanyakan hal itu tadi." Ada jeda sejenak. "Oke, jadi, karena lo udah tau kenapa Bang Radya belum bisa maafin lo, apa yang bakal lo lakuin, Sa?"
"Gue nggak tau, Kan. Nggak ada yang bisa gue lakuin juga kayaknya. Masa gue harus ngemis-ngemis biar dia maafin gue?"
"Ya nggak usah sampe segitunya juga lah, Sa. Kalau kata gue sih, lo emang nggak harus ngapa-ngapain. Lo minta maaf dan mengakui kesalahan lo aja udah cukup banget. Soal Bang Radya yang belum maafin lo, ya, biarin aja itu jadi urusannya dia, Sa. Yang penting, masalah lo sama dia udah bener-bener kelar sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Through the Lens [END]
RomanceKetika bertugas sebagai seksi dokumentasi dalam acara festival musik di kampusnya, lensa kamera milik Mahameru Faradya tak sengaja menangkap objek lain berupa seorang gadis yang tanpa disangka mampu menarik perhatiannya dalam sekejap. Rasa penasaran...