10| You Shouldn't See This

117 28 22
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Dari semua hal mengerikan yang pernah dihadapi Havan, laki-laki itu paling takut terhadap makanan. Rasanya seolah seluruh tubuh, hati dan otaknya mengintruksikan untuk kabur. Membayangkan dia harus berhadapan dengan makanan, menghirup aromanya dan harus berpura-pura menelannya lalu berakhir dengan muntah. Sungguh, Havan tidak bisa. Tidak mau.

"Aku masih kenyang," kilahnya saat Florey mengajaknya ke kafetaria museum. Havan sudah berusaha melambatkan jalannya meskipun dia tahu tindakannya sia-sia.

"Kenyang? Ini bahkan sudah hampir sore." Florey menarik ujung lengan kemeja Havan alih-alih tangan laki-laki itu. Jarinya menunjuk langit yang mulai memendarkan semburat ungu. "Lihat! Mustahil sekali kau masih kenyang sedangkan ususku sudah meronta sejak tadi kita diskusi."

Havan terkekeh mengingat gadis itu cemberut saat perutnya berbunyi tadi. Kini Havan memilih mengalah. Laki-laki itu mengekori Florey yang berjalan semangat ke meja kasir.

"Kau pesan apa?" tanya Florey.

Laki-laki di samping Florey hanya diam sambil membaca satu per satu daftar menu. Havan tidak suka semuanya. "Apa pun, terserahmu."

Florey merengut tanda tidak menyukai jawaban laki-laki itu. "Apa yang paling kau suka?" Dia bertanya sembari mendekatkan buku menu dan menunjuk beberapa menu secara acak. "Ini? Yang ini? Lamb? Beef? Seafood?"

Havan memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana dan menatap Florey. "Pilih saja apa yang kau sukai jadi kau bisa ikut mencicipinya."

Itu bukan ide buruk. Apa begini gaya orang-orang yang berpacaran? Apakah Mykah juga sering mengalami ini? Saling mencicipi makanan?

"Flo," panggil Havan karena Florey hanya melamun menatap daftar menu.

"Oh, oke!"

Gadis itu sudah memutuskan menu untuknya dan untuk Havan. Namun, saat hendak menyebutkan pesanannya, si pelayan tidak memperhatikannya. Pelayan itu justru menatap Havan lekat-lekat seolah banteng yang diiming-iming kibasan kain merah.

Ttukk ttukk!

Florey mengetuk meja pelan untuk meminta atensi tapi tidak mempan. Gadis itu jadi menyesal ada Havan di dekatnya. Semua orang terus memperhatikan laki-laki itu seolah Havan punya magis luar biasa yang bisa menuntut orang untuk terus menatapnya. Gila saja!

"Ehem!" dehamnya sengaja dengan intonasi tinggi.

Havan refleks mendongak menatap Florey dan si pelayan bergantian. Dalam hati dia ingin tertawa melihat wajah kesal Florey dan senyum masamnya. Pasti gadis itu akan mengumpatinya nanti. Untuk membantu Florey agar tidak kesal sendiri dan membalaskan dendam secara tidak langsung, laki-laki itu membantu Florey dengan melingkarkan tangan di bahu Florey.

Si pelayan mengangguk dengan canggung. Melihat gerakan Havan yang seolah menunjukkan hubungannya dengan si gadis membuat si pelayan bungkam. "Anda ingin pesan apa?" tanyanya pada Florey dengan sopan.

THE DAWN NEVER COMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang