18| Don't Believe in Fate

111 20 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Minumannya kali terasa lebih pahit dari sebelum-sebelumnya padahal Taran selalu memilih sumber yang segar. Terlalu ambigu bagi manusia tapi sederhananya memang begitu.

Taran menendang tubuh seseorang yang terkulai tidak berdaya di lantai. Laki-laki itu menginjak apa pun yang ada di bawahnya tidak peduli. Dia mendudukkan diri di sofa dan menyeka bibirnya dari noda darah. Pandangannya mengadah menatap langit-langit. Sudah hampir satu minggu dia penasaran setengah mati. Apa benar gadis itu mati?

"Hey!" panggil Taran pada seseorang yang berjaga di luar kamarnya. "Bersihkan ini!" perintahnya.

Seorang laki-laki muda dengan wajah pucat dan mata sipit masuk. Pemandangan ini bukan hal baru untuknya. Buru-buru dia membungkuk dan mengambil jubah yang tergantung lalu menyelimutkannya pada tubuh tuannya. "Anda harus menyudahi ini jika tidak ingin dilacak oleh Lord Adamas dan pasukannya," ujar Trygav.

Sebelah alis Taran terangkat, menampakkan raut tidak suka. Mood-nya sedang buruk hari ini dan Trygav memperkeruhnya. "Bagaimana keadaan pemerintah?"

Trygav mengulum bibirnya gelisah. "Aku sendiri yang akan berangkat, Tuan. Pasukan Lahel tidak bisa diandalkan lagi. Aku bisa berangkat sendiri dan menyelesaikan sisanya."

"Bagaimana keadaan pemerintah?" tanya Taran lagi seolah dia tidak butuh jawaban lain.

Ada jeda lima detik sebelum Trygav menjawab dengan suara lirih. "Sudah diambil alih Lord Panka. Mereka yang memiliki hubungan dengan kita diringkus."

Suara tawa Taran memecah hening. Terdengar seperti goresan kuku pada kaca licin, memekakan, membuat merinding dan ngilu.

"Lahel berhasil selamat dari serangan adik Anda meskipun dia butuh pemulihan lebih lama," lanjut Trygav.

Jujur saja dia tidak bisa membayangkan seperti apa kekuatan dua vampir bersaudara ini. Berdiri di sisi Taran saja sudah membuat nyalinya ciut dan terintimidasi meskipun Trygav sudah dipercaya dan tangan kanan Taran. Lalu bagaimana dengan Pangeran Havan? Dari beberapa informasi yang didapatnya, Pangeran Havan tidak semengerikan tuannya. Dia juga tidak seambisius Taran. Yang dia tahu, Pangeran Havan jelas bukan pembunuh berdarah dingin seperti tuannya, dalam arti lain maksud Trygav. Meski begitu, Trygav sangat ingin bertemu langsung dengan Pangeran Havan yang digadang-gadang cakap serta berwawasan luas selain pandai bertarung. Trygav ingin tahu dengan mata kepalanya sendiri kekuatan apa yang disembunyikan olehnya selama ini sampai-sampai semua kaum menganggapnya pecinta damai dan ketenangan. Bagi Trygav, tidak ada pangeran darah murni yang tidak bengis.

Taran mengepalkan tangan, memucatkan buku-buku jarinya dan membuat udara sekitar menjadi begitu dingin. "Kita ubah rencana. Kita tidak lagi membutuhkan pemerintahan untuk menguasai kota. Mereka semua kecoa!"

Trygav mengerutkan dahi. "Maksud Anda? Rencana kita hanya tinggal satu langkah lagi Tuan. Anda hanya perlu melawan Pangeran Havan dan pasukan Lord Adamas. Untuk urusan pemerintah, aku bisa mengatasinya. Anda hanya perlu menjadi pemimpin kota yang disegani di pemilu satu bulan mendatang. Kenapa berubah?"

THE DAWN NEVER COMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang