"Kau membuat bunda cemas, Havan," ucap seorang wanita yang penuh wibawa sekaligus memancarkan aura keibuan.
Saat mendengar Havan menyelamatkan nyawa seorang gadis dan memberikannya darah keturunan murni, Amarantha nyari gila. Rasanya dia ingin segera menemui Havan, menyeret putranya itu untuk kembali ke kastil dan merenungi perbuatannya. Urusan Taran, Amarantha sendiri yang akan turun tangan. Nyaris, wanita paruh baya itu nyaris meninggalkan singgasananya jika Lady Yasmine tidak menahannya malam itu.
Havan menunduk. Laki-laki itu membiarkan hening menyelimuti mereka, membiarkan ibunya hanya menatap hamparan pemandangan bukit melalui jendela tinggi di hadapan mereka. Dia senang, ibunya menyambut baik kehadiran Florey tapi juga gelisah jika ibunya mengajaknya membicarakan gadis itu.
"Kau sempat menemui kakakmu?" tanya Amarantha dengan suara setipis kabut.
Laki-laki di sampingnya mendongak dan menggeleng.
"Kau ...." Amarantha menoleh, menatap putranya yang entah sejak kapan sudah beranjak dewasa. Padahal dulu laki-laki ini masih sering menarik gaunnya, minta diajak jalan-jalan keliling kastil atau sekadar merengek untuk bermain bersama teman-teman sebayanya di desa. Amarantha merasa seolah baru kemarin Havan menangis di mobil setelah menemui bocah perempuan di pekuburan dan murung sepanjang perjalanan.
Tangan pucat Amarantha terjulur untuk membelai pipi putranya. "Jangan pernah terpikirkan olehmu untuk meniru kakakmu, Havan. Jangan pernah," ujarnya pelan. Meski dia melarang Havan, tapi ada rasa berat hati seolah dia sendiri yang menyatakan bahwa putra sulungnya berada di jalan yang keliru.
"Jangan pernah atau bunda benar-benar kehilangan segalanya," lanjutnya.
Susah payah Havan menelan salivanya sendiri. Belum pernah bundanya berkata dengan begitu putus asa seperti ini. Dia menangkup tangan bundanya. Matanya terpejam merasakan setiap belaian penuh kasih di pipinya. "Tidak akan. Tidak akan pernah.
Rasanya berat bagi Havan untuk melanjutkan kalimatnya. "Dia berbeda. Bunda, aku hanya merasa seolah aku akan bersalah seumur hidupku jika tidak menyelamatkannya. Aku berbeda dengan Taran."
Amarantha tersenyum tipis. "Bunda tahu itu dan kuharap kau tidak mengecewakan paman dan bibimu."
Dia tahu Havan sedang menyangkal perasaannya tapi naluri seorang ibu tidak pernah bisa ditipu. Amarantha tahu, putranya sedang jatuh cinta dan saat ini dia sedang memperjuangkannya terlepas dari urusannya dengan Taran yang belum usai.
"Istirahatlah dulu sebelum pertemuan nanti malam, Havan. Bunda sudah menyuruh pelayan untuk membersihkan kamarmu," ucapnya sembari tersenyum dan mengamati ruang kamar Havan yang sudah lebih bersih sejak penghuninya meninggalkan.
Havan mengangguk. "Terima kasih."
Amarantha berjalan pergi menuju pintu. Wanita itu sempat berbalik dan menatap Havan dengan tatapan jahil. "Aku bisa mengobrol dengannya, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DAWN NEVER COMES
Fantasy[FANTASY - AU] Ada yang aneh dengan kasus kematian di kota Durham beberapa hari terakhir. Semua korbannya adalah remaja dan mereka mati kering. Belum ada kejelasan pasti penyebab kematian. Namun satu yang pasti, mereka dibunuh. Florey yang acuh tak...