Pertemuan Pertama

56 22 6
                                    

"Dika, besok gue gak bisa datang ke acara pengkaderan, lu bisa gantiin gue jadi pendamping gak?" suara Ciko dari balik telepon.

"Oke." balasku.

Ah si Ciko pasti selalu saja membuatku repot di waktu-waktu genting begini. Mau gak mau di acara ini aku harus merangkap selain sebagai Pengurus HMJ aku juga harus menjadi pendamping peserta pengkaderan. Tugas kuliahku pun masih belum beres malah menambah beban. Yasudah. Aku pun mencari daftar peserta pengkaderan, melihat siapa saja yang akan aku dampingi nanti dan melihat latar belakang SMA mereka.

"Tidak ada seorang pun yang menarik di kelompok ini." pikirku.

Setelah membaca daftar nama peserta, aku lanjut membaca materi-materi apa saja yang harus aku bawakan besok untuk mereka. Walaupun hanya pendamping pengganti, tapi aku harus tetap profesional dan bertanggung jawab, aku harus tahu tugasku di kegiatan ini sebagai seorang pendamping maba. Tidak rumit, hanya acara perkenalan diri di hari pertama kemudian pengenalan HMJ di sesi berikutnya dan sebagai pengurus HMJ aku sudah paham betul mengenai organisasi ini. Jadi bukan hal sulit bagiku untuk mengenalkan kepada mereka mengenai HMJ.

Hari pertama pengkaderan mahasiswa baru Kelautan telah tiba. Tepat pukul 07.00 semua mahasiswa baru yang telah tiba berbaris rapi dipimpin oleh seorang senior bertubuh besar, berambut panjang dan terlihat menyeramkan sebagai kordinator lapangan atau korlap mereka. Senior yang berdiri di depan para maba itu bermuka masam, tidak berekspresi sedikitpun, dan hanya sedikit berbicara, menambah kesan garang pada sosok bertubuh besar itu. Para maba yang berbaris itu tampak sangat tegang dengan pikiran mereka masing-masing. Yang paling terlihat gelisah adalah Panglima angkatan yang ada di dalam barisan maba yang aku dampingi. 15 menit kemudian, dua hingga empat orang berlari dari gerbang kampus.

"Terlambat!" teriak seorang senior perempuan.

Aku akhirnya mengerti, ternyata Panglima angkatan mereka mengingat jumlah keseluruhan teman angkatannya dan dia sadar masih ada yang belum berkumpul tepat waktu.

"Empat set, semua posisi push up!" teriak korlap mereka dengan sangat tegas.

Dalam jurusan Kelautan, terkenal hukuman set. Satu set berarti hukuman push up hingga 30 kali. Perjanjian mereka sebelumnya dengan korlap adalah satu terlambat maka semua maba dihukum satu set. Berarti mereka dikenakan hukuman 4 set. Astaga baru hari pertama sudah membuat diri mereka tersiksa karena ketidakdisiplinan mereka sendiri.

"Panglima, mulai hitungan!" korlap kembali berteriak.

Para senior di belakang pun mulai bersorak ketika mereka melihat para maba menerima hukuman itu. Sepertinya hal itu yang para senior tunggu, menghukum mahasiswa baru.

"119...... 120.." teriak Pangliman angkatan dengan raut wajah yang sangat kelelahan.

Terlihat semua mahasiswa baru itu sangat kelelahan, baru hari pertama sudah latihan militer. Padahal hukuman itu dari mereka sendiri. Setelah korlap merasa mereka sudah cukup untuk beristirahat, dia langsung memulai sesi pertama setelah cukup lama tertunda karena menghukum para maba tadi.

Setelah beberapa jam pengenalan mahasiswa baru dengan korlap dan para pengurus HMJ, mereka kemudian diserahkan ke pendamping masing-masing untuk bisa saling lebih mengenal karena selama 3 bulan ke depan pendampinglah yang akan menjadi senior terdekat mereka ketika menjalani sesi pengkaderan.

Aku berdiri di depan sepuluh orang mahasiswa baru, mereka di satukan dalam satu kelompok. Kelompok satu, dan salah satu anggotanya adalah Panglima angkatan. Aku merasa perlu untuk lebih dekat dengan Panglima angkatan mereka, itu karena aku pengurus HMJ sehingga hal ini perlu aku lakukan. Aku menyuruhnya berdiri dan memperkenalkan diri terlebih dahulu.

"Siap kak, nama saya Rahmat. Saya dari Makassar." tegasnya.

Aku tersenyum tipis, ini bukan militer tidak perlu memperkenalkan diri seperti itu. Kemudian aku mengangguk sedikit, lalu menghadap ke orang yang duduk di sebelahnya kemudian menggerakkan kepalaku isyarat untuk menyuruhnya berdiri memperkenalkan diri. Hampir semua telah memperkenalkan diri, tidak ada satupun yang menarik menurutku. Kelompok ini terlalu membosankan. Tiba giliran yang paling terkahir, dia terlihat malu-malu. Dia agak lama berdiri sehingga aku terpaksa harus mengeluarkan suaraku.

"Silahkan dek, giliran kamu." kataku dengan datar.

"Hai kak, namaku Anggun Hafizah." katanya dengan suara yang agak cempreng.

"Hmm oke, semuanya sudah memperkenalkan diri. Sekarang giliran gue, Gue Andika Febrian, gue cuma pendamping sementara karena pendamping kalian ada kepentingan lain. Gue sekarang pengurus HMJ bidang advokasi, gue dari kabupaten Sinjai. Ada pertanyaan?" jelasku dengan panjang.

Semuanya terdiam, mungkin tidak ada yang ingin mereka pertanyakan. Sepertinya aku sudah bisa mulai menjelaskan perkenalan HMJ.

"Setelah ini ada kegiatan apa lagi?" tanyaku setelah menjelaskan secara rinci mengenai HMJ Kelautan, tidak ada teman seangkatanku yang lebih mengenal HMJ ini lebih baik dariku.

"Menghafal Sumpah Mahasiswa kak, menghafal lagu Bahariwan Sejati kak." sahut beberapa maba.

"Oke kalian punya teksnya kan, hafalkan dalam 10 menit." kataku.

Aku memperhatikan mereka, melihat raut wajah mereka yang kesulitan menghafalkan teks-teks yang mereka pegang. Sepuluh menit? Sepertinya aku terlalu menyiksa mereka menghafal teks-teks panjang itu dalam waktu yang singkat. Kemudian aku tersenyum tipis. Kudekati perempuan bernama Anggun itu.

"Ada kesulitan?" tanyaku tiba-tiba sembari mendekatkan wajahku ke belakang telinganya.

"Eh, tidak ada kak." jawabnya kaget.

"Tidak ada? Berarti sudah hafal dong, coba berdiri dan nyanyikan." perintahku dengan tersenyum jail.

Sontak dia terkaget, dia berdiri dan berkata "Masih setengah kak" sambil tersenyum malu.

"Siapa yang suruh tersenyum? Aku suruh kamu menyanyi. Senyummu tak mempan untuk menggodaku." balasku.

Lalu aku tertawa tipis, senyumnya memang manis, ada lesung pipi kecil di wajahnya yang putih itu. Dia pun mulai bernyanyi, suaranya cempreng dan nada tinggi tidak karuan hampir membuatku tertawa. Aku berusaha menahan tertawa. Setelah dia bernyanyi, aku meminta dia menghafalkan Sumpah Mahasiswa dengan suara yang lantang. Ini tidak kalah lucu lagi, ketika dia mulai menghafalkannya dia berbicara dengan logat khas daerahnya yang berasal dari kabupaten Bone. Aku harus menahan tertawaku demi menjaga wibawaku sebagai senior.

Pandanganku melekat padanya.

Mata coklat hazelnya terbesit semesta luas dalam terbitnya arunika.

Dan aku di sana.

Jatuh dan melayang dengan sukarela.

Sandiwara TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang