Mencarimu di Tengah Hujan

12 2 0
                                    

Hari ini aku merasa tidak enak badan, jadi aku merebahkan badan di dalam indekos untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Aku terlalu banyak begadang dan lelah karena terlalu sering aktif berperan dalam kegiatan pengkaderan ini. Aku terlalu banyak berpikir dan bekerja untuk mensukseskan jalannya pengkaderan terlebih lagi aku melakukannya hingga larut malam.

Kumatikan semua jalur yang memungkinkanku berhubungan dengan dunia luar hari ini, kumatikan ponselku lalu berbaring dengan sebuah kompres yang menempel di jidat. Pikirku hari ini pengkaderan pasti berjalan lancar, dan mereka tidak perlu bantuanku.

Mataku menatap ke langit-langit kamar, bergumam entah apalah artinya.

Bukan orang lain, tapi hanya aku.

Yang tahu seberapa besar usahaku berlari ke tempat yang kutuju.

Yang tahu persis bagaimana perasaanku di setiap langkahku.

Dan yang tahu bagaimana kerasnya aku pada diriku sendiri.

Aku kehilangan udara pada tarikan napasku.

Tanganku yang pandai berayun mencari pegangan.

Tapi apa yang bisa diharapkan?

Tak ada uluran tangan lain.

Aku hanya menemukan diriku sendiri dan keyakinanku.

Lagi dan lagi.

Demamku semakin meninggi, pikiranku semakin kosong. Hanya ada aku sendiri disini, siapa yang kuharap? Ingatan-ingatan tentang trauma masa kecil hingga kehampaan hidupku berjalan dalam pikiran hingga aku terlelap. Tenggelam dalam gelapnya mimpi buruk yang sudah menanti di alam bawah sadarku.

"Kok bisa yah, diriku yang lemah ini berlagak seperti orang yang mampu menopang beban semua orang?" gumamku sebelum aku benar-benar terlelap dalam tidur.

Sudah berapa jam aku terlelap, kepalaku masih terasa berat dan sakit. Panasku juga masih belum turun, tapi jika aku meladeni semua ini aku akan kelaparan. Kupaksa tubuhku bergerak untuk merebus mie instan dan memakannya walaupun rasanya sangat pahit di tenggorokan. Tapi apa daya, hanya ada aku sendiri. Dibuatkan bubur? Seseorang yang marah ketika aku menolak untuk makan? Seseorang yang marah ketika aku terlalu sering begadang? Mimpi dari cerita dongeng mana itu? Setelah makan, tak lupa aku mengaktifkan smartphoneku untuk mengecek kabar dari kampus. Ternyata begitu banyak pesan yang tak terbaca, kebanyakan dari teman seangkatanku yang memintaku untuk datang ke kampus. Sepertinya itu hal genting, tapi keadaanku sekarang tak memungkinkan untuk bisa ke kampus sekarang.

"Kak Dika, kamu di mana?"

Tanganku berhenti men-scroll layar smartphoneku saat kubaca pesannya. Hanya satu pesan, tapi membuat perasaanku menjadi gelisah. "Dia kenapa?" pikirku khawatir.

"Aku di indekos, lagi istirahat karena sedikit lelah." balasku.

Namun tak ada balasan darinya, mungkin masih sibuk dengan kegiatan di kampus. Atau lagi menyimak senior yang sedang berpidato, entahlah.

"Dika! Dika!" teriak beberapa orang di depan indekosku.

"Iya tunggu!" jawabku lalu membuka pintu. Ternyata di depan beberapa teman seangkatanku mengunjungiku.

"Dik, lu dicari sama beberapa senior di kampus." Ciko langsung ke intinya sesaat setelah dia masuk ke kamar.

"Kenapa Cik? Ada masalah?" tanyaku penasaran.

"Ada Dik, masalah besar. Kemarin lu di resto kan? Bareng Anggun? Ada senior yang jadi paparazi, motoin lu lagi mesra-mesraan di sana. Dan fotonya tersebar ke senior-senior tua, mereka marah karena lu pengurus HMJ dan Anggun belum selesai proses pengkaderan. Lu harus ke kampus sekarang juga, jelasin semuanya ke mereka." jawab Ciko panjang lebar dengan wajah khawatir.

"Gua masih demam Cik. Besok aja gua ke kampus." balasku.

Karena khawatir dengan Anggun, aku kembali mengirim pesan padanya. Lima kali mengirim pesan secara beruntun akhirnya dia merespon. Tapi dia tak menjawab pertanyaanku. Dia hanya mengirim sebuah pesan lalu kembali offline.

"Kak, kalau memang hubungan kita adalah sesuatu yang terlarang, lebih baik kita putus saja kak." katanya.

Tak lama kemudian, teman sekelompok Anggun mengirimiku pesan Whatsapp. "Kak, Anggun semenjak selesai pengumpulan langsung hilang gaada kabar. Chat-chat kami gaada yang direspon."

Tanpa pikir panjang, dengan panik aku langsung keluar indekos dan menaiki motorku. Rintik hujan yang masih menetes tak menghalangi kekhawatiranku. Tirai hujan yang berlapis-lapis ini mengiringi laju motorku menambah derasnya gelisah yang berjatuhan dalam benakku. "Kamu di mana? Tolong baik-baiklah saat aku menemukanmu."

Rintik hujan membasahi pundak yang sedang mencari penghuninya,

berusaha terus kokoh untuk menjadi tempat bersandarmu.

Tetes hujan yang jatuh ini,

akan menemani air matamu saat kamu bersandar nanti.

Jadi tolong, beritahu aku,

kamu di mana?

Aku mencari ke segala tempat, aku berdiam beberapa menit di depan lapangan kampus tempat biasanya para mahasiswa baru berkumpul namun di sana sudah sepi, tak ada sedikitpun aku menemukan sosok yang aku cari. Aku berpindah ke taman kampus, dia juga tak ada di sana. Tolong lah, kamu di mana?

Gerimis hujan ini semakin membasahi pundakku, sudah tak ada lagi menyisakan ruang kering untuk air matanya. Tanganku gemetar bukan karena dingin hujan yang menusuk ini, tapi khawatir karena belum juga menemukannya. Aku kembali menelponnya, namun lagi-lagi tak ada respon darinya.

Hari sudah semakin gelap, namun aku belum menemukan sosoknya. Aku berdiri di depan indekosnya, harapan terakhirku dia ada di sana. Langkahku berat saat berjalan menuju depan kamarnya. Setiba aku tepat di depan kamarnya, aku ragu untuk memanggilnya. Tanganku terasa berat untuk mengetuk pintu kamarnya. Tok tok tok, kuberanikan diriku mengetuk pintu kamarnya berharap dia ada di dalam sana. Tidak ada suara setelah aku mengetuk pintu, aku ulangi sekali lagi.

"Anggun, ini aku. Dika" panggilku di depan kamarnya.

Pintunya tiba-tiba terbuka, dan dia dengan cepat berhambur ke dalam pelukanku dan menangis sejadi-jadinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sandiwara TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang