lembar 10

301 51 13
                                    

.
.
.
ʘ ̄³ ̄ʘ

"Arghhh." Ringis gue sambil memegangi kepala gue, kenapa semua badan gue sakit? Area kemaluan gue juga sakit dan perih. "Haruto...hiks...hiks" Gue menangis sejadi jadinya, badan gue sudah tidak berpakaian. "Kenapa harus gue?...gue udah rusak, To."

Gue dirusak oleh papah tiri yang baru gue kenal beberapa jam yang lalu, harus kemana gue mengadu? Gue takut, gue bener bener sendiri.

Dengan tubuh yang masih lemas, gue memaksakan untuk memakai baju dan pergi dari rumah. Gue berharap hanya pada satu orang.

Ini masih jam 2 pagi, gue gak tau kalau dia masih bisa gue hubungin atau nggak.

Gue menekan satu nomor yang mungkin bisa bikin gue lebih tenang.

"Halo, Je?." Sahutnya dengan suara khas bangun tidur. Kenapa gue gabisa ngomong yang sebenarnya? Gue terlalu malu mengakui bahwa gue dirusak oleh bokap tiri gue. "Are you okay?." Tanya Jihoon saat gue tidak bersuara sama sekali.

"Ji gue...hiks." lagi lagi gue gabisa nahan air mata gue. Gue terlalu menyedihkan untuk hidup. Dunia terlalu kejam kepada gue yang tidak bisa apa apa.

Jihoon panik mendengar Jena menangis. "Je, semua baik baik aja kan? Lo dimana sekarang?."

"Ji, tolong bawa gue keluar dari rumah ini..." Lirih gue masih menangis.

Butuh beberapa detik untuk Jihoon menjawab. "Oke. Lo tunggu disitu, tetep tunggu gue." Gue akhirnya sedikit tenang.

30 menit Jihoon datang. Gue melihat kalo dia khawatir bangat. "Je, lo kenapa?" Tanya nya sambil menengkup kedua pipi gue, melihat betapa sembabnya mata gue sehabis nangis. "Lo sendiri dirumah?."

"Ji, tolong bawa gue dari sini. Gue takut." Mohon gue sambil memegang kedua tangan Jihoon.

Jihoon menepuk pundak kirinya, bermaksud agar Jena merebahkan kepalanya disana. Jalanan sepi karna sekarang masih pagi, tepatnya jam 3 kurang.

"Ji?." Panggil Jena.

"Kenapa, Je?." Sahut Jihoon masih fokus dengan jalanan.

"Gimana kalau hal baru itu justru merenggut semua kehidupan yang gue punya?."

"Lo berantem sama mamah lo?." Tanya Jihoon.

Ah sepertinya Jena nangis lagi, Jihoon bisa merasakan betapa sesaknya Jena saat ini. Tapi Jena kenapa?

"Ji gue harus apa?...masa depan gue dirusak sama bokap tiri gue...orang asing yang baru gue kenal beberapa jam yang lalu."

Karna kaget Jihoon menghentikan motornya secara mendadak. Untung saja jalanan sepi.

Jena mengangkat kepalanya dari pundak Jihoon. Apa Jihoon akan jijik kepadanya? Apa Jihoon akan meninggalkan Jena dipinggir jalan sekarang juga?

"Je, bilang kalo yang ada di pikiran gue itu salah." Kata Jihoon sambil menatap jalanan yang sunyi.

"Itu bener, Ji...gue... gue d*perkosa sama bokap tiri gue..."

Jihoon gatau harus bereaksi bagaimana. Akhirnya dia ngejalanin motornya lagi sampai dengan apartemen nya.

"Lo tidur dikamar gue aja. Biar gue tidur di sofa." Katanya.

"Ji, gue..."

"Udah, mending lo istirahat aja. Lo pasti butuh istirahat."

Akhirnya Jena menuruti perkataan Jihoon.

"Gue gak akan segan segan bunuh orang yang udah rusak, Jena." Ucap Jihoon penuh dengan amarah.

Luka || PARK JIHOON✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang