.
.
.
ʘ ̄³ ̄ʘ"Jena!."
"Jihoon?." Gue kanget kenapa bisa ada Jihoon disini. "Lo ngapain disini Ji?."
"Lo gapapa kan? Gaada yang luka kan?." Jihoon memeriksa gue, dia keliatan khawatir bangat.
"Nggak, gue gapapa. Lo kenapa?." Gue bertanya lagi.
"Lo lagi ada masalah? Peluk gue aja." Gue melihat Jihoon merentangkan kedua tangannya di hadapan gue. Kenapa dia bisa tau kalau gue lagi gak baik baik aja?
"Ji gue-." Belum gue tolak Jihoon lebih dulu memeluk gue. Rasanya beban pikiran gue sedikit menghilang, Jihoon seperti power Bank.
"Gue siap dengerin masalah lo Je." Suara itu berhasil membuat benteng yang gue pasang dengan kokoh runtuh begitu saja.
"Gue takut Ji."
"it's okay. everything will be fine." Kata Jihoon tanpa melepaskan pelukannya.
"Mamah bilang dia mau nikah lagi. Gue belum siap Ji, gue takut suami baru mamah sama seperti istri baru papah gue."
"Ga semua hal baru itu menyeramkan je. Lo harus menilai sesuatu dengan cara ngejalanin semuanya dulu, gaada yang tau kedepannya. Bisa jadi dengan cara ini mamah lo akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik?." Tutur Jihoon sambil menangkup kedua pipi gue. "Mungkin hal baru adalah kebahagiaan baru juga buat lo."
Gue terdiam.
"Sekarang kita pulang ya? Ini udah larut, ga baik buat lo. Lo harus istirahat." Jihoon merangkul gue meninggalkan pantai yang sejak tadi menjadi saksi bisu betapa menyedihkannya gue.
Angin malam yang dingin hingga menusuk ke tulang. Gue memeluk Jihoon guna saling menghangatkan.
"Ji lo ga dingin? Jaket lo kan di gue." Tanya gue sedikit berteriak.
"Gue udah biasa Je."
Setelah itu nggak ada lagi percakapan di antara kita.
"Gue langsung pulang ya."
"Iya. Lo hati hati." Ucap gue sambil tersenyum.
"Iya." Jihoon mengelus kepala gue. "Istirahat yang cukup ya." Kenapa perasaan gue berbeda?
°°°
Saat gue mamasuki rumah gue disambut dengan tatapan tidak mengenakan dari mamah gue.
"Anak gadis keluar malam, jam segini baru pulang, dianter cowok. Mau jadi cewek gak bener kamu?." Tanya Tiara.
"Aku habis keluar sama temen mah."
"Udah berani jawab? Selain jadi murahan kamu mau jadi anak durhaka hah?!."
"Mamah kenapa selalu begini ke aku mah? Aku anak mamah kan?." Baru kali ini gue berani kayak gini ke mamah gue.
"Kamu gak seharusnya nanya kayak gitu Jena!." Teriak mamah gue.
"MAH AKU CAPE! AKU CAPE KALO MAMAH KAYAK GITU KE AKU TERUS!."
Plak!
"Kalo kamu cape, mati aja sana!." Setelah itu mamah gue masuk ke dalam kamarnya.
Gue memegangi pipi gue yang terasa kebas. "Aku juga maunya gitu mah. Tapi aku gak mampu hiks..." Satu satunya orang yang gue hubungin adalah Haruto.
Haruto gojek
To
22.01Udah tidur?
22.01Bunda ada dirumah gak?
22.02Gue masuk lewat jendela kamar lo ya
22.03Gaada balasan dari Haruto, berarti dia beneran udah tidur. Gue akhirnya masuk ke kamar Haruto lewat jendela kamarnya yang gak pernah di kunci.
Gue melihat Haruto tertidur pulas, gue pengen kayak Haruto, yang selalu di sayang, bisa tidur nyenyak tanpa harus ada gangguan atau perlakuan kasar.
"Haruto, gue numpang tidur ya." Bisik gue sambil tidur memeluk Haruto.
"Eung... Je?." Dengan suara khas bangun tidur nya Haruto mencoba melihat wajah gue yang sengaja gue tutupi dengan bantal. "Lo nangis? Kenapa?." Tanya Haruto sambil duduk.
Gue menggeleng. "Gue cuma cape." Kata gue.
Kebetulan Haruto kalo tidur itu lampunya dimatiin, jadi cahaya di kamarnya tuh cuma sedikit dari jendela.
Haruto buru buru nyalain lampu kamarnya. Dia keluar ngambil minum.
"Nih minum dulu." Seru Haruto.
"Sorry gue ganggu tidur lo." Ucap gue sambil menerima segelas air.
"Lo lebih penting dari tidur gue Je."
"Kata mamah, kalo gue cape...gue mati aja."
Haruto buru buru meluk gue. "Nggak. Dia ga berhak nyuruh lo kayak gitu."
"Tapi perkataan dia bener To. Hidup gue juga udah gaada gunanya, gaada yang menginginkan gue buat hidup."
"Kenapa dari sekian banyaknya manusia harus dia yang lo dengerin perkataannya?" Kata Haruto sambil menatap gue. "Gue. Gue salah satu orang yang menginginkan lo buat hidup lebih lama."
"Tapi gue gak kuat To."
"Tolong bertahan sedikit lagi. Lo harus kuat, gimana gue bisa ninggalin lo kalo keadaan lo kayak gini?." Haruto menggenggam tangan gue. "Lima hari lagi gue bakal gaada di samping lo, lo harus lebih kuat dari ini Je."
"Sekarang kita istirahat ya? Jernihin dulu pikiran lo." Haruto membawa gue tidur dipelukannya.
Haruto POV
Gue bangun dari tidur gue, kayaknya gue kesiangan. Buktinya Jena udah gak ada di samping gue, apa dia pulang? Tapi hpnya masih ada disini.
"Jena..." Panggil gue. Gue keluar kamar tapi gak ngeliat Jena sama sekali. "Apa iya dia pulang?." Gumam gue sambil menuju kamar mandi.
Ceklek
"Je!." Teriak gue saat melihat Jena menenggelamkan badan beserta wajahnya di dalam bathtub.
Gue buru buru menarik tangannya.
"Uhuk uhuk uhuk."
"Jena lo ngapain kayak gini si?!." Omel gue sambil menggendong Jena ke atas kasur.
Gue bingung harus berbuat apa, Bunda lagi gaada dirumah, sedangkan Jena kayaknya lemes bangat, gak mungkin gue panggil tante Tiara karna itu percuma.
To be continue...
"Jangan lupa tinggalkan jejak"
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka || PARK JIHOON✔️
Short Story"Gue udah bahagia karna dihadirkan sosok Jihoon dan Haruto di hidup gue." Rank: 🥈#wptreasure {30/03/23}