lembar 9

319 46 11
                                    

.
.
.
ʘ ̄³ ̄ʘ

"Eits tunggu dong."

"Sorry, gue lagi males berurusan sama lo ya." Kata gue.

"Kenapa? Takut?." Aduh Nancy emang biang kerok bangat ya. Nancy narik rambut gue kebelakang. "Denger ya, lo itu anak gak berguna! Sama kayak mamah lo!."

"Nancy lo apa apaan si! Lepasin gak?!." Gue melihat Renjun yang lagi lewat. Tapi dia mengabaikan gue? Dia malah jalan ke arah toilet.

"Gara gara mamah lo, ada satu keluarga yang hancur!."

"Maksud lo apa? Gue ga ngerti apa yang lo omongin." Kata gue sambil menahan tangan Nancy agar tidak menarik rambut gue semakin keras.

"Mamah lo itu lacur!."

Deg!

Gue mencoba berfikir positif dan tidak termakan omongan Nancy.

"Terus apa bedanya sama mamah lo? Bukannya mamah lo juga rebut papah gue?." Ucap gue dengan sarkas.

Plak!

Brengsek pipi gue sakit bangat.

Gue balas Nancy dengan tamparan juga.

Plak!

"Arghhh sialan lo, Jenara!."

"Lo pikir lo yang paling berkuasa?."

"Hahaha. Lo itu cuma anak yang tidak diinginkan oleh kedua orang tua lo." Kata Nancy. "Mamah lo sering ngasih lo kekerasan, sedangkan papah lo lebih milih ngurusin gue sama nyokap gue."

"Iya karna gue serahkan papah gue ke lo. Karna gue kasian sama lo yang gak pernah dapet kasih sayang seorang ayah dari kecil, dan obsesi lo saat ini cuma iri sama kehidupan gue yang dulu."

"Lo salah, Jen. Gue terobsesi buat bikin lo menderita. Itu doang." Setelah itu gue melihat Nancy mengeluarkan pisau kecil. Lalu dia menggenggam tangan gue dengan pisau tersebut, dan digoreskan ke lengannya seakan akan itu gue yang ngelukain nancy.

"Arghhh." Teriak Nancy yang mengundang beberapa siswa.

"Nancy!." Renjun langsung datang menghampiri kami berdua. "Jena ini udah yang kedua kalinya lo ngelukain Nancy, saudara lo sendiri." Kata Renjun dengan nada marah.

"Renjun sumpah bukan gue yang ngelukain dia. Dia ngelukain dirinya sendiri, Jun." Bela gue.

"Terus kenapa pisau itu ada di tangan lo?."

"Renjun aku gapapa kok, ini cuma luka kecil aja. Mungkin Jena gak sengaja."

"Tuh liat betapa baiknya Nancy, dia gamau lo disalahin!." Setelah itu Renjun membawa Nancy ke UKS.

"Jen gue gak nyangka lo kayak gitu." Seru anak kelas gue.

"Je!." Panggil Jihoon dengan khawatir. "Lo gak kenapa napa kan? Nancy gak berbuat apa apa ke lo kan?." Jihoon memeriksa kedua lengan gue.

"Bukan gue yang ngelukain Nancy, Ji."

"Iya gue percaya sama lo." Kata Jihoon. "Ini pipi lo kenapa merah?."

"Nancy duluan yang nampar gue."

"Udah mending kita kompres dulu pipi lo." Akhirnya Jihoon membawa gue.

°°°

Sepulang sekolah gue di anterin sama Jihoon.

Loh ada mobil yang terparkir di depan rumah gue lebih tepatnya di halaman rumah gue, apa iya ada tamu? Tapi kan dirumah gak ada siapa siapa.

Gue buru buru masuk ke rumah.

"Mamah?." Panggil gue.

"Akhirnya kamu pulang juga. Sini kamu." Seru mamah. Tunggu siapa yang ada di samping mamah gue? "Kenalin ini papah baru kamu."

Bagai di sambar petir, apa apaan ini? Kenapa tiba tiba? Disaat gue belum mengambil keputusan sama sekali.

Tapi kayaknya muka laki laki itu tidak asing bagi gue, tapi siapa?

"Yaudah kamu masuk kamar sana." Gue menuruti perintah mamah gue. Dengan perasaan bercampur aduk gue membanting tubuh gue ke atas kasur.

Gak kerasa ini udah malem, ternyata dari tadi gue belum ganti baju karna ketiduran.

Tok tok tok

Siapa? Ini pasti bukan mamah, karna kalo mamah pasti dia akan langsung masuk tanpa mengetuk pintu dulu.

"Jena?." Astaga om ini, ah maksud gue papah baru gue yang dateng. "Kamu baru bangun yah?." Tanya nya.

Kenapa perasaan gue ga enak. Gue hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.

Dia duduk di pinggiran kasur gue. "Mamah kamu sedang tidak ada. Jadi papah mau lebih dekat lagi sama kamu nak." Dia mengelus kaki gue yang kebetulan gue masih memakai rok sekolah yang di atas lutut.

"Om permisi saya mau mandi." Kata gue sambil turun dari kasur.

Tangan gue di tahan sama dia. "Kamu jangan panggil saya om dong, saya sudah jadi papah kamu." Gue takut, dia mulai mempersempit jarak antara gue dan dia.

"Maaf tapi saya harus pergi." Saat gue hendak lari tiba tiba dia langsung mengunci pintu kamar gue.

Siapa pun tolong gue. Haruto, bunda tolong Jena.

Dengan kecepatan kilat papah tiri gue mencium bibir gue. Gue mendorong tubuhnya sekuat tenaga. "Emph... OM!" Teriak gue sambil mendorong dia.

"Ternyata kamu cantik juga yah. Ayolah main sebentar sama papah mu ini." Rayu nya.

"Om ini udah diluar batas ya! Jena bakal aduin ke mamah!." Ancam gue, gue takut, gemetar.

"Silahkan. Mamah kamu juga sedang tidak ada di rumah. Jadi tidak ada yang tau kalau kita bermain, Jena." Katanya sambil mendekat lagi. "Kalau kamu berontak saya tidak segan segan melukai kamu."

Tangannya mencoba menahan kedua tangan gue. Gue berontak, akhirnya gue injek kaki dia. "Arghhh sialan." Rintihnya sambil berjinjit jinjit.

Setelah itu gue mencoba membuka pintunya, sialnya gue gak tau kuncinya di lempar ke arah mana. "TOLONG! SIAPA PUN TOLONG!." Teriak gue sambil menggedor-gedor pintu.

"Kamu ini memang harus dikasarin yah." Ucapnya sambil vas bunga dan di benturkan ke belakang kepala gue.

Shit! Pandangan gue buram semua, kepala gue sakit dan akhirnya semua menjadi gelap.

To be continue...

"Jangan lupa tinggalkan jejak"

See you di minggu depan🙌

Luka || PARK JIHOON✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang