Entah bagaimana ia berakhir di situasi ini. Ivy tidak masalah apabila hanya terjebak bersama anak kecil yang polos itu tapi tidak dengan terjebak bersama sang antagonis wanita utama.
Perasaan takut merengkuh hati Ivy dan ia merasa tidak tenang dengan hal itu. Bagaimana tidak? Ivy sudah terpisah dari Myra dan Erland lalu berakhir duduk bersama dengan antagonis di sebuah toko yang mirip seperti kafe.
Pikiran Ivy melayang tentang bagaimana Brianna yang dapat menjadikan sosok Ivy Ivory menjadi korban dari perbuatannya di dalam novel. Siapapun, tolong keluarkan Ivy dari sini sesegera mungkin.
"Jadi? Sebenarnya apa yang terjadi tadi nak?" Tanya Brianna secara halus pada anak kecil yang duduk terdiam di sebelah Ivy.
Anak kecil itu memilin ujung bajunya, merasa berat untuk berbicara karena ada rasa takut jika ia akan disalahkan. Dan entah bagaimana juga, Brianna terlihat seperti ia bisa membaca pikiran anak kecil itu.
"Jangan merasa takut, tidak akan ada yang menyalahkanmu. Kami akan mendengarkan penjelasannya dulu. Ya kan, nona Ivy?"
"A-ah i-iya. Tentu saja, haha..." Sudahlah, Ivy hanya bisa pasrah dan mengikuti arus saja dulu.
Anak kecil itu masih terdiam, berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya hingga ia menegakkan kepalanya dan memperlihatkan raut polos yang mencoba untuk terlihat teguh.
"S-saya hanya ingin memungut koin saya... T-tapi saya terdorong orang-orang ketika mengambil koin saya... l-lalu t-tangan saya tidak sengaja menyentuh gaun nyonya Countess Hadley. D-dan—"
Anak kecil itu terdiam lagi dan tidak melanjutkan penjelasannya. Mungkin lidah anak kecil itu tidak sengaja tergigit saat berbicara.
Brianna terkekeh kecil melihat tingkah laku anak kecil yang polos itu. Sedangkan Ivy tercengang dengan pemandangan di depannya saat ini. Visual antagonis wanita memanglah cantik, menawan dan terlihat garang secara bersamaan, tapi ketika ia tersenyum Ivy bisa pastikan gelar antagonis dapat langsung dilepas dari sosok Brianna.
"Baik-baik, aku sudah mengerti. Sekarang makanlah rotinya, kasihan cacing di perut kecilmu itu. Pasti mereka sudah meronta-ronta untuk diberi asupan kan? Makanlah." Ucap Brianna seraya tersenyum tipis pada anak kecil itu.
Sedangkan anak kecil itu menggelengkan kepalanya mencoba untuk menolak secara halus tawaran Brianna karena merasa tidak enak pada gadis berambut ungu gelap itu.
"Sudahlah, ayo dimakan. Setelah ini ikuti aku ke tempat dimana seharusnya anak kecil sepertimu berada. Untuk itu, kamu butuh tenaga nak."
Brianna menyodorkan kuenya pada anak kecil itu. Dengan senang hati anak kecil itu memakan kuenya perlahan. Tak urung ia juga tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya karena bisa memakan kue yang ia impikan sejak dulu.
Ivy hanya diam saja sepanjang mereka bertiga menikmati kue di kafe yang mereka tempati saat ini. Bahkan ketika Brianna mengajak Ivy dan anak kecil itu untuk pergi ke panti khusus anak-anak, Ivy hanya mengamati dan menanggapi bila perlu.
Setelah perpisahan 2 gadis itu dengan anak kecil yang mereka temukan, dari sini Ivy bisa simpulkan bahwa sosok Brianna tidaklah seburuk seperti di novel.
Brianna memiliki pribadi yang baik meskipun tingkah lakunya terkadang terlihat angkuh dan sombong. Karena itu, rasa takut Ivy berangsur-angsur berkurang dan mencoba membuat spekulasi, sepertinya sosok Brianna di dalam novel terlihat buruk karena memang hanya tingkah buruknya yang diperlihatkan.
Kalau dipikir-pikir juga Brianna sebenarnya tidak memiliki pemikiran untuk melibatkan orang lain dalam mencelakai Luna di awal cerita sebelum menuju puncaknya. Mungkin benar, cinta bisa membutakan segalanya.
Di sinilah Ivy berada sekarang, di depan mansion keluarga Ivory bersama Brianna di dalam kereta kuda milik keluarga Grady.
"Terima kasih sudah mengantar saya nona Brianna, maaf saya telah merepotkan anda." Ucap Ivy seraya tersenyum tipis pada Brianna.
Menghabiskan waktu sebentar bersama Brianna rasanya tidak buruk, Ivy justru menikmatinya. Mungkin Ivy bisa berteman dengan Brianna.
"Tidak masalah, saya merasa senang bertemu dan berbincang bersama anda, nona Ivy. Tapi saya tidak menyangka saya akan bertemu dengan putri bungsu keluarga Ivory."
Ivy hanya menyengir lucu ketika mendengar pernyataan Brianna. Sedangkan Brianna mencoba menahan rasa gemasnya itu.
Tidak ada yang tahu selain Brianna dan pelayan pribadinya, Brianna sebenarnya adalah sosok yang lemah terhadap tingkah laku polos dari anak kecil. Bagi Brianna saat ini, meskipun Ivy lebih muda dua tahun darinya tapi tidak bisa ia pungkiri bahwa wajah Ivy yang terlihat polos seperti anak kecil itu sudah merenggut hatinya.
"Kalau tidak keberatan, mari kita berteman nona Ivy." Tawar Brianna seraya menyodorkan tangannya, seperti memberi kode Ivy untuk menyalami gadis berambut ungu gelap itu.
Ivy terlihat terkejut, namun tangannya menyambut salaman Brianna dan ia tersenyum lebar pada Brianna.
Keheningan sempat menyelimuti dua gadis itu, namun tak lama kemudian—
"Astaga aku sudah tidak tahan lagi. Kenapa dirimu bisa seimut ini hum?" Kata Brianna seraya menangkup pipi Ivy dan memainkannya gemas.
Sedangkan Ivy hanya bisa pasrah karena masih terkejut dengan tingkah laku Brianna yang jauh dari kata 'antagonis'. Ivy hanya diam sedangkan Brianna dengan mata berbinar masih memainkan pipi Ivy yang terlihat sedikit chubby itu.
"Ekhem, nona..." Sahut pelayan pribadi Brianna. Terimakasih atas hal itu karena akhirnya Brianna menyadari apa yang ia lakukan.
"Oh astaga, maafkan aku. Aku tidak sengaja." Brianna menarik tangannya sesegera mungkin. Di sisi lain Ivy menyentuh kedua pipinya mencoba untuk menerima bahwa Brianna tidak terlihat seperti antagonis.
Tak urung pula kedua gadis itu keluar dari dalam kereta mencoba untuk menghilangkan suasana canggung di antara mereka. Baru saja Ivy menapakkan kakinya di atas tanah, ia langsung disambut dengan suara Myra yang memanggil dirinya dari kejauhan.
"NONA IVY."
Myra berlari menuju Ivy dengan wajah panik dan berhenti di depan nona-nya.
"Syukurlah nona ada di sini. Saya khawatir karena tidak dapat menemukan nona tadi. Apakah anda baik-baik saja atau ada yang terluka? Maafkan saya tidak dapat menjaga anda dengan baik nona hiks..." Ucap Myra beruntut seraya memutar badan Ivy sembari menangis.
"Ivy baik kak, tidak apa-apa. Sudah-sudah jangan menangis. Nanti cantiknya hilang hehehe." Balas Ivy seraya memegang tangan Myra dan mengelus lembut tangan pelayan pribadinya yang sudah ia anggap kakak sendiri itu.
Sedangkan Brianna, entah mengapa sedikit merasa iri pada pelayan pribadi Ivy yang dipanggil kakak oleh Ivy. Oh ayolah, Brianna juga ingin dipanggil kakak oleh gadis berambut putih macaroon itu.
Tak lama setelah itu, ada seorang lelaki yang menghampiri mereka tanpa mereka sadari. Lelaki itu berlari dengan tergesa-gesa tatkala melihat Ivy ada di sana. Ya, dia adalah Erland. Lelaki itu mengkhawatirkan nonanya yang menghilang dari penjagaannya saat berada di dekat butik tadi.
Tak urung ia juga merasa senang melihat majikannya itu baik-baik saja. Ia akan mengamati dulu untuk saat ini, ia tidak ingin nona-nya merasa risih saat mengetahui dirinya 'sangat' mengkhawatirkan Ivy.
Bisa jadi ia akan bertanya bertubi-tubi, atau mungkin langsung memeluk gadis berambut putih macaroon dengan wajah polos bak anak kecil yang menggemaskan itu untuk melampiaskan rasa kekhawatirannya.
Tunggu, memeluk? Tidak-tidak. Jika sampai hal itu terjadi, Erland sudah gila. Bagaimana bisa pengawal sepertinya berhak melakukan hal itu.
Tidak, tidak boleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ivy As an Extra Character? [Hiatus]
FantasyIvy Steinfeld, merupakan seorang gadis yang manis, polos, dan ceria. Ia memiliki sebuah riwayat penyakit jantung yang membuat ia tidak bisa beranjak kemanapun selain berada di rumah sakit. Namun apa yang terjadi jika Ivy memasuki raga dari salah sa...