Sebenarnya Ivy tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Banyak hal-hal baru yang Ivy ketahui dan itu semua tidak ada di dalam novel My Love for Innocent Luna.
Novel itu hanya berfokus pada kisah percintaan Luna Dustine dan bagaimana cara ia mendapatkan cinta dari lima male lead-nya.
Kesampingkan novel itu, kini Ivy sedang bahagia hanya karena menyantap camilan Mochi Mangga yang menjadi hidangan penutup sarapan pagi ini.
Ada yang mau Mochi Mangga?
Tak lama setelah Ivy menghabiskan Mochi Mangga-nya, bel akademi sudah berbunyi menandakan bahwa kelas akan segera dimulai.
Dengan cepat Ivy membersihkan mulutnya dengan tisu dan pergi menuju lapangan latihan.
Tempo hari seluruh kelas S sudah diminta untuk menggunakan seragam khusus untuk aktivitas fisik karena akan ada latihan berpedang dan memanah hari ini.
Ivy sedikit panik ketika menyadari bahwa lorong akademi sudah mulai sepi dan ia segera mempercepat langkah kakinya. Syukurlah masih ada jeda beberapa menit sebelum latihannya dimulai.
Ketika Ivy baru sampai di tempat, semua anggota kelasnya sudah membentuk kelompok obrolan sendiri. Mengetahui hal ini, Ivy menangis dalam batinnya.
"Sudah seminggu aku berada di akademi ini tapi belum dapat teman sama sekali..." Gumam Ivy tanpa ia tahu bahwa ada seseorang yang mendengar keluh kesahnya itu.
Lalu Ivy memandang ke arah Luna Dustine dimana ia sudah dikelilingi banyak lelaki dan perempuan di sana. Dengan tersenyum manis, Luna merespon mereka semua satu-persatu.
"Enaknya jadi protagonis, diem aja udah disamperin orang. Apa dayaku yang figuran ini huhuhu..." Keluh Ivy dalam hati.
Sebenarnya dari awal Ivy memasuki kelas, Ivy tahu benar ia diperhatikan oleh anggota kelasnya, namun tidak ada satupun yang berani mendekati Ivy entah apa alasannya.
Sempat Ivy mencoba untuk mendekatkan diri dengan menyapa ramah semua orang yang lewat di depan bangkunya. Namun mereka hanya tersenyum canggung dan pergi meninggalkan Ivy begitu saja.
Tanpa Ivy sadari, raut wajahnya berubah menjadi sedih dengan bibir yang mengerucut dan pipi yang sedikit menggembung lucu. Ia benar-benar butuh teman.
"Jangan sedih." Sahut orang tepat dari sebelah Ivy.
Ivy menoleh kesamping dan melihat ada lelaki tampan dengan surai coklat tua dan iris mata berwarna hijau. Hidungnya mancung dengan bibir tipis berwarna pink natural tak lupa dengan bentuk mata yang indah dengan tatapan teduh. Tingginya mencapai 180 cm dengan tubuh yang proposional untuk seusia remaja.
Penampilannya cukup atraktif dengan gaya rambut yang sesuai akan bentuk wajahnya.
"Kenapa?" Tanya lelaki itu seraya menatap Ivy yang mengejapkan matanya tak percaya ia sedang berbicara dengan lelaki tampan.
"Tampan..."
Ya, satu kata lolos dari mulut Ivy tanpa ia sadari. Sedangkan lelaki di sebelah Ivy mengalihkan pandangannya dan berdeham kecil.
Seakan baru sadar dari lamunan, Ivy sekali lagi merutuki kebodohannya yang spontan mengatakan orang lain tampan tanpa ia sadari. Jangan lupa ia pernah melakukan hal yang sama pada ayahnya sendiri, Zach Ivory.
"A-ah maafkan saya, saya tidak bermaksud..." Ucap Ivy spontan sembari mengalihkan pandangannya juga. Pipinya sudah terasa panas menahan malu.
"Terimakasih atas pujianmu nona." Ucap lelaki itu tiba-tiba.
Ivy menatap kembali lawan bicaranya dan bisa ia lihat bahwa lelaki itu memandang lurus ke arah tengah lapangan. Di sana sudah ada Claire yang baru saja datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ivy As an Extra Character? [Hiatus]
פנטזיהIvy Steinfeld, merupakan seorang gadis yang manis, polos, dan ceria. Ia memiliki sebuah riwayat penyakit jantung yang membuat ia tidak bisa beranjak kemanapun selain berada di rumah sakit. Namun apa yang terjadi jika Ivy memasuki raga dari salah sa...