08. Permintaan Maaf Aga

495 28 0
                                    

⁺◟𝐇𝐚𝐩𝐩𝐲 𝐫𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠! . . . ꜜ

Renan, Ciki, Jenan, Mikel, Natra dan juga Helga kini berada di basecamp tempat mereka berkumpul, mereka sedang menunggu kedatangan seorang Jevanno Agaskara yang sampai kini tak terlihat batang hidungnya.

"Si Aga tumbenan telat." ujar Helga seraya mengunyah permen karet.

"Ke rumah Kak Moa dulu kali." Ciki menyahut.

Helga mengangkat bahu, ucapan Ciki mungkin saja benar jika Aga sedang ke rumah pacarnya terlebih dahulu sebelum ke basecamp.

BRAKK!

Semua yang berada di basecamp terlonjak, Renan yang tengah anteng-anteng membaca buku tersentak kecil, serta Natra, Mikel, dan Jenan pun yang sedang memainkan billiar terkejut bukan main saat pintu masuk basecamp dibuka dengan kasar.

"Anjing lo!" ucap Helga, mengusap-usap jantungnya yang berdebar karena kedatangan Aga yang tak santai.

Hampir saja permen karetnya yang dia kunyah masuk ke dalam perutnya.

Oknum yang sedari mereka tunggu, akhirnya menyembulkan kehadirannya walaupun dengan cara yang tak terduga.

Natra, Jenan, dan Mikel mengakhiri permainannya saat menangkap aura tak sedap dari Aga.

"Hei, why?" Mikel bertanya, seraya duduk di samping Aga.

"Cewe palingan." sahut Natra, menempatkan bokongnya di sebelah Helga, diikuti Jenan.

Aga tak menjawab, sibuk dengan rasa dongkolnya perihal siang tadi.

Kejadian singkatnya, saat Aga kala itu membawa Moa pergi, Aga tak mengucapkan sepatah kata apapun di perjalanan pada Moa, dalam artian, Aga mengacuhkan Moa. Bahkan saat Moa menjelaskan panjang lebar, Aga pun tak menggubrisnya.

Aga hanya merasa... cemburu, mungkin. Aga tak suka saat Dikala mengelus pucuk kepala Moa, seperti yang kerap dia lakukan pada gadis itu.

Aga juga merasa bersalah karena telah mengacuhkan Moa, tapi tak dipungkiri dia juga masih merasa kesal atas kejadian tadi siang yang membuat emosinya meluap-luap.

"Cerita atuh, Ga." timpal Helga.

"Lu pada kenal sama yang namanya, Dikala?" tanya Aga.

"Dikala Mahendratta?" Renan balas bertanya.

"Ketua BEM itu gak sih?" Helga pun balas bertanya.

"Anak fakultas hukum itukan?"

"Yang pinter banget."

Aga mengacak rambutnya, mendengar kata perkata dari teman-temannya tentang laki-laki yang bernama Dikala tersebut mendadak membuat Aga merasa tidak percaya diri dan merasa kalah saing.

"Kenapa sih?!" celetuk Renan risih saat Aga terlihat resah.

"Harusnya gue hajar aja tadi sampe koma."

Helga terkekeh,"Ngeri banget."

"Lagian anjing banget pake deketin cewek gue segala!" seru Aga, matanya berkilat tajam.

"Lo cemburu?"

Satu pertanyaan yang diajukan oleh Natra langsung membuat Aga membuang pandangannya kala itu.

"Idih, ngapain gue cemburu?" ujar Aga memutar bola matanya.

Gerak-gerik Aga sangat kentara sekali jika laki-laki itu sedang berbohong, teman-temannya pun tahu.

"Gengsi mulu lo gedein!" Helga melempar kulit kacang pada wajah Aga.

Aga melotot pada Helga saat wajahnya dilempari kulit kacang.

"Terus lo sama Moa sekarang gimana?" Mikel bertanya seraya mengambil gitar dari samping tubuh Aga.

Aga mengeluarkan nafasnya,"Moa gue cuekin sampe sekarang."

"Eiyy parahhh!" Mikel tertawa kecil.

"Kasian Moa atuh, Ga." sahut Helga.

"Iya Kak, bener kata Kak Helga." Jenan mengangguk.

"Lagian yang salah bukan Moa, minta maaf sana!" Natra menambahkan.

Aga menghembuskan nafasnya untuk yang kesekian kalinya, rasa dongkol di dalam hatinya tak kunjung hilang, bayangan Dikala yang mengelus pucuk kepala Moa terus berputar-putar di dalam memori otaknya.

"Kebanyakan mikir, sana!" ujar Renan gemas mendorong bahu Aga, karena Aga hanya diam seperti benda mati.

Aga berdecak,"Iya, bacot lu pada." laki-laki itu memakai jaket kulit hitamnya lalu berdiri.

Aga menyisir rambutnya menggunakan jari-jari tangannya sebelum pergi dari basecamp, Aga yang menyisir rambutnya dengan gaya cool, langsung mendapatkan cibiran dari teman-temannya, terutama mulut Helga.

"So'cakep banget tai!" Helga mendengus, menggaruk hidungnya.

"Kak Aga emang cakep kok Kak." Jenan nyengir, menaikturunkan alisnya.

Kala itupun Helga langsung memukul Jenan dengan bantal sofa yang ada di sampingnya, bukannya Jenan mengaduh kesakitan, laki-laki itu tertawa kala Helga memukulinya menggunakan bantal.

"Lo kalo ngomong jangan terlalu jujur Jendol!"

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

see u to the next chapter!!('∩。• ᵕ •。∩')

Stupid MoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang