5. 1/1

94 26 0
                                    

Hari ini sekolah mulai masuk seperti sekolah normal. Murid kelas 10 rata-rata datang ke sekolah mencari keberadaan kelas mereka sebab mereka baru saja tiba di kota ini. Bisakah kita sebut kota?

Entah. Mereka sendiri tidak tahu pasti berada di mana.

Meski baru datang kemarin, beberapa anak juga sudah tahu di mana letak kelas mereka karena mereka sudah mengunjunginya kemarin saat waktu luang. Namun, tak jarang juga walau sudah mengunjungi sekolah masih ada yang tidak tahu di mana letak kelas mereka. Seperti Koya Rimu dan Eliz Samaya.

Kedua gadis itu sudah mengunjungi sekolah itu bahkan untuk yang kedua kalinya. Dengan keberangkatan sekolah hari ini, itu tandanya dia sudah ke sekolah untuk yang ketiga kalinya. Akan tetapi, mereka tetap tidak mengetahui di mana letak kelas mereka.

"Liz, gue dulu kesambet apa ya daftar sekolah di sini?" tanya Rimu yang kini berjalan beriringan dengan Eliz. Matanya tak lepas dari papan yang seharusnya tertulis nama kelas malah tertulis sebuah soal.

Eliz menoyor pelan kepala Rimu dari samping. "Makanya dulu nggak usah sok mau berhenti jadi beban ortu. Gini kan jadinya? Malah jadi beban pikiran," kata Eliz berkacak pinggang.

"Eh, kan yang dulu ngajak itu, lo, Eliz! Kenapa jadi gue?!" ujar Rimu tak terima. Ia mengulum bibirnya merasa kesal.

"Stop! Bentar, keknya gue tau kelas kita yang mana," kata Eliz menahan Rimu untuk berhenti berjalan. Mengabaikan kekesalan tak serius Rimu.

"Lihat deh," instruksi Eliz menunjuk satu papan nama kelas.

20/2 Math √25

"Dua puluh bagi dua kan sepuluh, terus akar kuadrat dari dua lima kan lima. Jadi itu dibaca sepuluh Math lima. Kelas kita," kata Eliz menjelaskan arti dibalik angka-angka yang ada di papan nama.

Rimu mengangguk setuju. "Ya udah, kita masuk!" seru Rimu dengan riang menggandeng Eliz masuk ke dalam kelas.

"Jadi kepikiran gue kok bisa lolos test masuk Math High School," celetuk Rimu disusul tawa lepas menertawakan dirinya sendiri.

Eliz ikut tertawa. Menggeleng pelan menghadapi sikap Rimu. Gadis itu tidak pernah berubah dari dulu. Sikap polosnya yang seperti anak kecil itu yang membuat dirinya nyaman berteman hingga kini.

"Nah kan! Bener kata lo, Eliz! Ini kelas kita!" ungkap Rimu bertepuk tangan melihat sosok yang ia kenal.

Di dalam kelas, ada satu anak kelas mereka yang sudah datang. Duduk di kolom ke 2 dari kanan-posisi menghadap papan tulis-, baris ke 3. Laki-laki itu sibuk mendengarkan musik dari earphone-nya. Matanya terpejam menikmati alunan musiknya.

Rimu bergerak mendekat, melepas earphone itu dari telinga cowok itu. "Pagii Terakaaa," sapa Rimu tersenyum manis menampilkan deretan rapi gigi kecilnya.

"Eh? Morning too, Rimu," balas Teraka baru menyadari keberadaan Rimu dan Eliz.

"Gue duduk di depan lo ya!" kata Rimu entah dalam artian meminta izin atau memberi informasi.

"Okey," balas Teraka mempersilahkan.

"Earphone nya gue pake yang ini ya?" kata Rimu jelas meminta izin. Menunjukkan earphone milik Teraka yang barusan ia ambil.

"Sure," balas Teraka singkat. "Eliz?" tanya Teraka pada Eliz bermaksud menawarkan earphone-nya.

Eliz menggeleng. "Enggak deh, hehe. Lo aja," ucapnya menolak sopan tawaran Teraka.

Teraka mengangguk singkat. Eliz duduk di sampingnya. Tepatnya, Eliz duduk di kolom ke 3 dari kanan-posisi menghadap papan tulis-, baris ke 3.

"Eliz, gue laper. Kantin udah buka belum ya?" kata Rimu menghadap ke arah tempat Eliz duduk. Ia memegangi perutnya yang berbunyi nyaring. Rimu nyengir lucu.

MATH SCHOOL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang