Menghela napas pelan, Rain mengangkat wajahnya yang tenggelam di lipatan kedua tangannya yang bertumpu di meja. Ia memeriksa jam kelas yang membunyikan bel pulang sekolah tepat pada pukul 17.30.
Tangannya bergerak tanpa semangat membereskan peralatan sekolah yang ia gunakan pada jam terakhir. Beberapa buku yang memang tidak ia masukan tas ia keluarkan dari laci untuk ia bawa dengan tangan kosong.
Dia tidak berpikir buku-buku paket tebal ini berguna.
Sebagian besar anak-anak sudah keluar kelas. Ia kembali menghela napasnya berat. Hari ini, hari kedua pembelajaran di sekolah. Acara Math Competition kelas sebelas dilaksanakan tadi. Namun, dia sengaja tidak menonton.
Math Rivalry terjadi dua kali. Kalau kata Cielan yang menonton, itu dari kelas 10 Math 2 dengan 10 Math 3, dan 10 Math 2 dengan 11 Math 4. Orang yang berbeda dengan masalah yang pastinya juga berbeda.
Ia mengeratkan rahangnya saat yang duduk tepat di depannya menoleh ke belakang, menatapnya. Menyebalkan. Dia kehilangan semangatnya lebih dari biasanya karena lelaki itu.
Saat jam matematika tadi, bu Seli memberi tugas seperti pada hari pertama. Tugas itu memengaruhi point mereka. Ia kesal untuk kedua kalinya kalah dari Yonuza.
Yonuza mendapatkan nilai 215 yang artinya kini total point miliknya adalah 482 point.
Mungkin dia tidak akan sekeki itu jika nilai mereka tidak berbeda jauh. Nyatanya, nilainya hanya 145 yang berarti pointnya sekarang memiliki selisih 104 point lebih rendah dengan point milik Yonuza.
Itu selisih yang terlalu banyak. Mau ia pikir bagaimana pun, dia tidak tahu kekurangan jawaban miliknya yang membuat jarak point sebanyak itu dengan milik Yonuza.
"Ra-"
"Rain! Anterin gue ke market!"
Rain yang awalnya menunduk, sibuk dengan segala pikirannya kini mendongak, mendapati Yonuza dan Rimu yang berdiri bersebelahan menghadap dirinya.
Sejak kapan Yonuza berdiri fokus pada dirinya?
"Rimu," gumam Rain memilih mengabaikan Yonuza yang ucapannya didahului gadis berlensa biru.
Apa lagi yang gadis itu lakukan? Penyuka warna biru!
"Rain, gue butuh lo banget, ayok ke toko. Gue barusan dari sana, tapi ternyata gue nggak paham sama sekali sama apa yang ada di sana," kata Rimu panjang lebar masih penuh keceriaan.
"Lo bisa tanya petugasnya."
"Udah, tapi tetep aja gue nggak bisa. Mau ya nemenin gue?" pinta Rimu memohon, matanya berkaca penuh harap.
"Oke," jawab Rain meski dirinya malas. Ia melirik sekilas Yonuza yang nampak mencari kesempatan untuk bicara.
Rain berdiri, meraih tas nya yang kemudian ia sampirkan ke pundak kirinya. Tak lupa, buku paket ia bawa di tangannya. Ia menarik napasnya perlahan lalu mengangguk sebagai isyarat Rimu boleh berjalan dan akan ia ikuti dari belakang. Meninggalkan tanpa sepatah katapun untuk Yonuza.
"Rain! Lo pasti bakal kaget ini!" kata Rimu menggebu-gebu.
Tidak memerlukan waktu banyak, hanya sekitar lima menit karena market yang mau Rimu kunjungi berada tepat berdampingan dengan bangunan sekolah itu sendiri.
Masuk ke dalam toko, Rimu menarik Rain ke dalam lorong berisikan peralatan mandi. Gadis yang penuh dengan warna biru itu menarik Rain lebih dalam tepat ke tempat rak sabun. Ia mengernyit dalam, bukankah sabun sudah disediakan dari sekolah?

KAMU SEDANG MEMBACA
MATH SCHOOL
Teen Fiction"Point gue nol?" "Say goodbye to your future!!" "Lo pikir gampang ngumpulin point?" "Siapa yang jadiin point gue taruhan?!" "Gue nggak bisa hitung! Gue nggak bisa!" "Otak lo di mana sih? Kita kalah gara-gara lo salah ngitung!" Hiatus- Cover by Pinte...