Hii gyus, ini cerita pertamaku diwattpad masih harus banyak belajar banget nih. Jadi harap di maklumi 😀
Mohon kritik dan sarannya untuk bisa berkarya lebih baik lagi kedepannya.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-"Silakan kalian kerjakan tugas dihalaman 176, 25 nomor saja. Ibu mau jawabannya yang detail. Kalau tidak, nilai akan merah," ucap Guru yang bernama Yana itu.
"Ibu nggak salah ngasih kita soal sebanyak ini?" protes salah satu murid.
"Itu memang risiko menjadi seorang murid!" Tandasnya. "Saya tidak menerima bantahan, besok tugas harus sudah dikumpul!"
Setelah mengatakan itu beliau keluar kelas. Kali ini tidak seperti biasa, lebih cepat dari biasanya karena katanya beliau ada urusan.
"Anjir! Nih, soal susah-susah banget. Otak gue gak nyampe," resah Kai, rasanya ia ingin mengobrak-abrik isi dunia ini.
"Apalagi gue! Mau pingsan aja rasanya," keluh Gavin, merasakan otaknya memanas memikirkan tugas.
"Kan ada tuh si Babu anak beasiswa, otaknya pasti encer. Gampanglah bagi dia kalau soal kayak gini aja," celetuk Arga tiba-tiba.
"Bener juga."
"Eh lo, panggilin gue si Babu suruh datang kesini," ucap Arga menyuruh salah satu teman kelasnya. Yang disuruh hanya mengangguk, satu sekolah tahu yang dimaksud Babu itu adalah Adira.
Arga memiliki dua sahabat yang bernama
Gavin Wiliam, selain nama orangnya pun keren. Dia terkenal playboy, pacarnya ada di mana-mana.
Kai Akarsana, orang yang paling care, itu pun ketika bersama orang-orang terdekatnya saja.
*
*
*"BABU!"
Adira menoleh ke belakang mendengar teriakan ada yang memanggilnya. Yah, siapa lagi yang dipanggil Babu kalau bukan ia sendiri.
"Lo dipanggil tuh sama Arga di kelas."
"Buat apa?" Tanya Adira.
Perempuan berambut pendek dengan ciri khas jepitan berbentuk bunga itu mengangkat bahunya sebagai isyarat bahwa dia tak tahu. Tanpa banyak bicara dia berlalu meninggalkan Adira yang dilanda kebingungan.
Dalam hati Adira bertanya-tanya ada apa ia dipanggil dengan sekumpulan manusia yang suka membully dirinya.
Kalau disuruh memilih, malas sekali ia bertemu dengan mereka yang pastinya akan menghina dirinya terus menerus. Rasanya ingin mengumpati mereka semua, tapi cukup sadar diri dengan posisinya dan pasti akan merugikan diri sendiri.
Dengan langkah tidak semangat Adira berjalan menuju kelas yang berada di lantai atas.
"Ada apa Kak manggil aku kesini?" Tanya Adira, mendongak menatap Arga. Adira memangil Arga dengan sebutan Kak karena mereka berbeda angkatan.
Arga menatap perempuan berambut hitam kecoklatan sebahu yang berdiri tegap di depannya. "Kerjain tugas gue dan teman gue yang ada di buku itu. Besok udah harus beres," perintahnya. Adira mengambil buku tulis itu dan hanya mengangguk mengiyakan.
"Inget jangan lupa."
"Thanks Babu."
Setelah mengatakan itu mereka bertiga keluar kelas.
"Kenapa mereka semua suka sekali menyebutku Babu? Tidak bisakah memanggil namaku saja? Apa aku serendah itu dimata mereka?" Gumam Adira mulai menitikkan air mata.
***
"Adira kamu pulang duluan, kafe tutup cepat hari ini," ujar Indah dari belakang mengenakan seragam kafe sama seperti dirinya. Adira yang lagi sibuk membersihkan meja sedikit tersentak.
Adira berbalik badan, menatap Indah. "Emang gak apa-apa aku pulang duluan? Kan yang lain masih membersihkan" Tanya Adira, pasalnya semua lagi sibuk beberes ia merasa tidak enak kalau tiba-tiba pulang lebih cepat dari mereka.
"Gak papa kok, kamu pulang aja. Kita semua pasti ngerti, kamu pasti juga capek kan habis pulang sekolah langsung kesini."
Adira mengangguk. Setelah berpamitan kepada semuanya, ia berlalu meninggalkan kafe. "Untung kafe tutup cepat jadi aku bisa mengerjakan tugas mereka."
Adira sudah sampai di kontrakannya.
Kontrakan Adira tidak begitu luas hanya ada satu kamar tidur, dapur yang bergabung dengan kamar mandi yang hanya dibatasi kain untuk penutup sebagai pintu dan sebuah ruang tamu yang sempit.Adira terus menorehkan tinta hitamnya di atas lembaran kertas putih yang sudah terisi sebagian. Sembari matanya terus menelisik bagian-bagian yang tertulis dalam buku setebal dua sentimeter bermuatan ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam. Sudah satu setengah jam lamanya dia duduk di lantai.
Adira merotasikan mata merasa jenuh. Ia pun bangkit, meluruskan punggungnya lalu segera meregangkan otot-otot tangan yang terasa kaku seperti kayu.
Jam sudah menunjukkan pukul 23:15, Adira sudah mengantuk berat tetapi dia menahannya untuk tidak tidur demi mengerjakan tugas mereka. Kalau tidak, besoknya pasti ia akan terkena masalah.
Adira menghela napas berat. "Semoga saja jawabannya benar, aku sedikit tidak paham," monolog Adira.
See you next ...
6/10/2023
Jangan lupa vote dan komen 🥰🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Destiny [ON GOING]
Teen Fiction"Tuhan, aku tidak sekuat itu." Adira tertawa hambar, beberapa detik kemudian ia menangis pilu. Dunia begitu kejam kepada Adira hingga tak memberikan peluang untuk merasakan bahagia yang sesungguhnya. ADIRA OKTAVIA Gadis yatim piatu yang hidup kurang...