9

241 5 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen

Thank u ❤️

Happy reading (semoga suka)

_____

Adira melihat jam weker samping tempat tidurnya, jam 05.20. Ia langsung menyibak selimutnya dan turun dari tempat tidur menuju kamar mandi.

Hari ini Adira kembali masuk sekolah, rasanya tak rela ketinggalan banyak pelajaran. Terhitung sudah satu minggu ia izin setelah kejadian di kamar mandi itu.

Setelah melakukan ritual mandinya kurang lebih 20 menit, Adira langsung berpakaian, berjalan menuju kaca untuk memakai bedak bayi dan pelimbab bibir agar wajahnya tak terlihat pucat. Dirasa semua sudah siap, ia berangkat menuju sekolah menggunakan ojol.

***

Adira masuk kelas dengan wajah ceria, meletakan tasnya pada meja. Lalu menyibukan diri dengan membaca buku sembari menunggu Guru masuk mengajar.

Belum sampai 10 menit ketenangan itu, tiba-tiba saja ada suara gebrakan meja yang membuatnya terkejut. Adira lantas mengalihkan perhatiannya dari buku untuk melihat siapa pelakunya.

Trio Perundung, siapa lagi kalau bukan Maureen, Nila, Elva. Perlu diketahui kalau Adira satu kelas dengan mereka dan setiap saat pula kesalahannya selalu dicari, biarpun masalah kecil selalu saja mereka besar-besarkan. Contohnya, ketika ia tak sengaja menyenggol meja mereka, detik itu pula ia akan terkena hinaan ataupun diberikan luka fisik.

Seandainya bisa pindah kelas, maka hari ini pun Adira akan memilih pindah. Lebih baik di kelas lain, walaupun akan tetap dibully juga setidaknya tak separah di kelas ini. Guru saja tak bisa berkutik kecuali Guru killer yang bernama Sarah, karena beliau adalah guru favorit pemilik sekolah ini, yaitu orang tua Arga.

"Dari mana aja lo? Jual diri? Upss!" Ejek Maureen diikuti gelak tawa kedua sahabatnya.

"Ortu lo nggak punya duit yah? Sampai-sampai anaknya harus jual badan," ujar Nila semakin memanas-manasi membuat Adira mengepalkan tangannya.

"Lo dua, jahat banget sih sama Adira," tegur Elva tiba-tiba dengan raut wajah prihatin. Muka Adira yang tertunduk langsung terangkat ketika mendengar kata yang diucapkan oleh Elva, apa ia barusan dibela? "Lo gak usah khawatir, sekarang kita teman."

Mata Maureen menyipit, terheran akan sikap temannya. Elva mengedipkan sebelah matanya kepada Maureen dan Nila dengan maksud tertentu. Elva merangkul pundak Adira, berbisik, "Kan sekarang kita temanan nih. Kalau gue boleh tau, lo tuh berapa sih dalam satu jam? Pftt!" Elva membungkam mulutnya, mencoba menahan tawa diikuti dengan kedua temannya yang tertawa keras.

"Jaga ucapan kalian!" Sentak Adira.

"Wow!" Kompak mereka bertiga.

"Dan kamu," tunjuk Adira tepat didepan muka Nila. "Kamu boleh menghinaku sepuasnya! Tapi jangan sekalipun kamu membawa-bawa orang tua ku."

"Kamu. Gak. Tau. Apa-apa!" Tekan Adira disetiap kata yang keluar dari mulutnya. Adira sebisa mungkin menahan air matanya untuk tidak keluar.

Seisi kelas terkaget melihat keberanian Adira, baru kali ini Adira melawan. Biasanya dia akan selalu diam saja.

Maureen maju, mendekati Adira. "Berani lo sama teman gue, HAH?!" Maureen mencengkram rahang Adira, menatap tajam mata Adira, dan hal itu berhasil membuat air mata gadis itu luruh seketika, tubuhnya semakin bergetar hebat. Adira berusaha melepas cengkaram itu tapi tak bisa. Terlalu kuat.

Gadis itu meringis kesakitan, dapat ia rasakan amarah Maureen yang bergejolak. Adira memberontak, berusaha melepas cengkraman Maureen. Adira mulai berpikir, mengapa tenaga Maureen kuat sekali atau dia yang terlalu lemah??

*
*
*

Arga berjalan beriringan bersama Gavin dan Kai. "Lo habis ini mau kemana?" Tanya Gavin, lelaki tampan kedua di sekolah setelah Arga. Namun, Gavin terkenal playboy dan berbanding jauh dari sifat Arga yang setia kepada satu perempuan, yaitu sang kekasih.

Arga mengangkat bahunya. "Biasa, gue mau samperin Maureen."

"Bucin teross!" Celetuk Kai yang tiba-tiba bersuara sambil menaikkan satu alisnya.

"Bacot! Daripada lo cinta beda agama," balas Arga enteng, menjulurkan lidahnya mengejek.

"Gue pernah dengar kata ini. Kamu boleh mencintainya, tapi jangan ambil dia dari Tuhannya." Seketika tawa Arga pecah, begitu juga dengan Gavin sedangkan Kai hanya bisa tersenyum kecut, menyembunyikan kerapuhan hatinya.

"Ga, lo nggak boleh gitu sama teman kita," ujar Gavin sambil mencoba menahan tawa.  Kai memutar bola matanya malas lalu menepis tangan Gavin dari pundaknya. "Udahlah malas gue bahas itu." Raut wajah Kai berubah seketika, tidak ada raut bercanda seolah menunjukan keseriusan, Arga dan Gavin sontak memberhentikan tawanya.

"Oh ok, sorry."

Kai langsung menarik paksa lengan Gavin dan berlari menuju kantin sambil menunggu bel masuk. Tentu dengan perasaan yang tidak baik karena candaan Arga membuatnya kesal. Walaupun itu memang kenyataannya.

See you next ...

31/12/2023

Hello, Destiny  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang