Terkadang manusia lebih menyeramkan dibandingkan dengan hantu.
———
"K-kalian mau ngapain?" Tanya Adira merasa ketakutan, saat ini dirinya berada di dalam kamar mandi belakang sekolah yang jarang sekali dilewati murid karena letaknya paling belakang.
Gavin membanting tubuh Adira tepat di tembok.
Adira menatap Gavin panik ketika lelaki itu mengambil ember berisi air dan—
Byurrr!
Dengan tak berperasaan dia menguyur tubuh Adira hingga seragam yang dikenakannya basah kuyup.
Saking kagetnya tatapan gadis itu kosong, syok ketika tubuhnya disiram air dari ember dalam toilet. Termasuk Seragam putih abu-abunya yang tembus pandang, dengan gerakan cepat ia langsung menutupi dengan kedua tangannya.
"Good job," ucap Arga sambil mengacungkan jempol kepada Gavin.
Selanjutnya Arga mendekat, tanpa belas kasihan ia menjambak rambut indah gadis itu, sehingga membuatnya jatuh, meringkuk kesakitan.
"Akhh! S-sakit," ringis Adira, air mataku tak bisa terbendung lagi untuk tidak keluar. Bukannya menghentikan aksinya Arga malah menjambak semakin kuat seraya terkekeh, seolah menertawakan dirinya.
"Akibat buat lo!!"
Setelah menjambak lelaki tampan itu semakin beringas.
PLAK!!!
PLAK!!!
Menampar keras pipi mulus Adira, hingga membuat wajahnya memerah, pertanda akan bekas tamparan Arga.
Adira memegangi pipinya yang begitu terasa sangat nyeri, panas, dan kebas. Ia mengusapnya perlahan berulang kali berharap rasa panas yang menjalar dipipinya menghilang.
Tamparan yang Arga layangkan tidak kira-kira, bahkan Adira bisa merasakan rasa asin yang barusan ia rasa ketika melihat sudut bibirnya berdarah.
DUG!!!
Menghantamkan kepala Adira dengan tembok. Alhasil, Adira merasa sangat pusing sekarang.
"Tolong! Sakit!"
Tubuh perempuan itu benar-benar terlukai lemas. Seragam yang kuluh dan basah, rambut acak-acakan, dan beberapa bagian tubuhnya terdapat memar.
Sedangkan Kai yang menyaksikan hanya diam, ada sedikit rasa iba dihatinya ketika melihat perempuan itu disiksa.
Sedikit. Hanya sedikit.
Setelah merasa puas, Arga mengunci pintu kamar mandi dan langsung pergi meninggalkan perempuan itu yang terkunci di dalamnya.
"Kak! Buka pintunya!" Seru Adira, badanya sudah mengigil karena ia disiram dengan air dingin.
Suara langkah kaki yang menjauh terdengar dari dalam kamar mandi. Adira tak karuan, merasa ketakutan.
"KAK!" Adira mengedor pintu, berharap bisa terbuka. Sungguh ia sangat takut saat ini.
Mereka bertiga tak menggubris dan berjalan meninggalkan Adira yang berada dalam kamar mandi.
"Emang gak papa tuh di kunciin? Kalau dia mati gimana coba," ucap Kai, hatinya sedikit gelisah.
Arga mengangkat bahunya sebagai isyarat bahwa ia tidak peduli. "Paling bentar ada yang nolongin."
Gavin yang mendengar pertanyaan Kai terheran, "Peduli?"
"... engga, biasa aja," jawab Kai memalingkan wajahnya ke sembarang arah.
"Tolong!" Teriak Adira tak berdaya, ditambah lagi udara yang lembab karena jarang digunakan.
Adira terus mencoba berteriak, tetapi nihil. Tidak ada yang mendengarnya.
"Aku berharap ada keajaiban?" Adira mengusap air mata yang telah lancang membasahi kedua pipinya.
Sudah dua setengah jam lamanya ia terkunci di dalam kamar mandi, kata 'tolong' yang terus diucapkannya. Hingga ia bertambah sangat lemas sekarang, tubuhnya mati rasa, ia lelah berteriak, dan luka dikepalanya juga begitu sakit akibat benturan tadi.
"Aku harus gimana? Kenapa mereka begitu tega."
See you next ...
15/10/2023
Jangan lupa vote dan komen 🥰🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Destiny [ON GOING]
Teen Fiction"Tuhan, aku tidak sekuat itu." Adira tertawa hambar, beberapa detik kemudian ia menangis pilu. Dunia begitu kejam kepada Adira hingga tak memberikan peluang untuk merasakan bahagia yang sesungguhnya. ADIRA OKTAVIA Gadis yatim piatu yang hidup kurang...