10

230 8 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen

Thank u ❤️

Happy reading (semoga suka)

_____

"Sayang ... kok mukanya murung gitu, hem?" Ucap Arga melihat Maureen tak seperti hari-hari biasannya.

"Gapapa."

"To the point, ada masalah apa?"

"Janji, jangan marah."
Maureen mengulurkan jari kelingking ke arah Arga sebagai syarat perjanjian.

Arga mengaitkan jari kelingkingnya kepada Maureen sebagai tanda setuju.

"Aku pengen beli tas yang terkenal itu loh ...." Maureen menjeda kalimatnya, "tapi harganya mahal. Sekitar ...."  Arga menatap Maureen instens, menunggu kalimat yang akan diucapkannya. "Bilang aja gapapa."

"Tiga ratus juta," kata Maureen dengan suara pelan.

Arga menghembuskan nafas lega setelah mengetahui alasan Maureen. "Kirain kenapa. Nanti aku transfer uangnya ke rekening kamu," ucap Arga enteng tanpa berpikir panjang.

"Beneran? harganya mahal, loh!"
Maureen tercekat bukan main. Pasalnya nominal untuk tas yang dia inginkan terbilang sangat tinggi dan dengan mudahnya mengucap, Arga mau membelikannya.

"Harta aku gak bakal berkurang hanya untuk beli tas itu. Kalau butuh sesuatu bilang aja, Pasti aku turutin."

"Makasih, Sayang!" Maureen lantas melayangkan kecupan dimuka Arga, sang empu terkekeh kecil.

***

Arga melangkahkan kakinya kedalam rumah yang biasanya sering dikatakan oleh tetangga-tetangga seperti istana.

Bagaimana tidak, rumahnya atau lebih tepatnya rumah orang tuanya sangat besar dan bertingkat-tingkat dibanding rumah tetangga lain.

Tampak seorang wanita muda dengan rambut dikuncir setengah ke belakang tengah menatapnya. Namun, jangan salah, sebenarnya wanita itu sudah berusia kepala empat, tetapi penampilannya masih seperti baru menikah.

"Dari mana saja kamu?" Tanya Athena.
Athena Safara Pratama -Sang ibunda-

"Duduk," titah Athena menyuruh Arga duduk di sofa. Mau tak mau Arga duduk di hadapan Athena.

"Why?" Tanya Arga.

Athena menunjukkan handphone-nya yang membuka pesan pengeluaran. "Arga, bisa kamu jelaskan," ucap Athena dingin. Bagaimana dirinya tidak marah, Arga baru saja menarik uang sebesar empat ratus juta.

Arga menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena dirinya tak tahu harus menjelaskan apa, pasalnya uang itu dia gunakan untuk membelanjakan barang-barang di mall yang diinginkan kekasihnya.

"Untuk apa uang sebanyak itu Arga Adiaksa Pratama?!" Ucapan Athena naik satu oktaf, karena tak kunjung mendapat jawaban.

Bukannya dia perhitungan kepada anaknya, tapi dia tidak suka saja kalau uang sebanyak itu dipakai untuk foya-foya, akan lebih baik menurutnya kalau uang itu disumbangkan kepada panti asuhan atau orang-orang yang tidak mampu.

"Jangan bilang kamu belanjain lagi pacar kamu yang matre itu?" Dan yah tebakan Athena tepat. Pasalnya pernah Maureen meminta kepada anaknya untuk di belikan rumah mewah, dan Athena tolak mentah-mentah. Apa tidak gila, sedangkan Arga saja belum kerja masih meminta uang kepada suaminya.

Walaupun kekayaan Pratama takan pernah habis sampai 7 turunan tapi tetap saja. Entahlah, mungkin segitu cinta matinya Arga kepada kekasihnya sehingga dia tidak mau mengakhiri hubungannya, jelas-jelas pacarnya tidak baik.

"Iya! lagi pula cuma uang sekecil itu tidak perlu di permasalahkan, dan pastinya gak akan bikin keluarga Pratama bangkrut juga!" Tanpa sadar ucapan Arga meninggi kepada sang mama.

"Kamu bilang, cuma?!"

Arga mengerti sang bunda begini pasti untuk kebaikan dirinya juga. Tapi Arga tetaplah Arga, orang yang keras kepala. Walaupun nantinya minta maaf, ia tetap akan mengulangi lagi.

"Maaf ... ucapan Arga tadi kurang sopan." Arga menundukkan kepalanya seperti anak kecil yang sedang dimarahi sang mama.  Arga sangat menyayangi kedua orang tuanya terlebih lagi kepada mamanya.

Athena menghela nafas, bagaimanapun sifat ke-ibuan dalam dirinya sudah melekat, kesalahan apapun yang Arga perbuat dia tidak akan tega memarahi akan semata wayangnya.

Athena memeluk Arga dan tersenyum lebar. "Iya, maafin Bunda juga," ucapnya lembut. Bagaimanapun dia tetap anak tersayangnya. Apalagi Arga adalah anak satu-satunya, entahlah mungkin Tuhan menyuruh kami untuk fokus kepada Arga saja hingga kami belum juga dikaruniai seorang anak lagi.

"Arga ke kamar dulu mau istirahat."

***

"Astagfirullah!"

"Kenapa?"

"Aku belum shalat ashar."

"Mau aku anterin ke masjid," tawar Kai pada perempuan di depannya.


"Kamu nggak ikut masuk?" Tanya perempuan itu sembari mengacak-acak isi dalam tasnya.

Satu menit berlalu, dan pertanyaan yang dia lontarkan sama sekali belum mendapat respons dari lelaki di sebelahnya.

"Kai?"

"Aku ...."

Senyum manis yang sebelumnya mengembang itu mendadak lenyap dari wajah perempuan itu. "Oh, maaf. Aku lupa. Ya udah, kalau gitu aku shalat dulu."

See you next ...

11/1/2024

Hello, Destiny  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang