1 - Ini di mana? (1)

557 54 4
                                    

Dirinya membuka mata, dan yang menyambutnya adalah langit-langit sebuah ranjang tidur yang nampak perlu dibeli dengan harga mahal. Melihat sekelilingnya dalam posisi masih berbaring dia tidak mengenali satupun komponen yang nampak. Dia tidak mengenali kehadiran tirai ranjang, tali ronce yang berukuran besar-besar, juga suasana ruangan yang dia tangkap sebagai sebuah kamar. Dia mendudukkan diri dengan tangan meraih kepala menggerutukan pening yang dia tau tersebabkan oleh terhabiskannya tiga botol alkohol olehnya sendiri. Dia memiliki waktu kosong di selang kepadatan waktu hariannya di waktu malam dan dia menggunakannya dengan minum—langsung dari botol kemasan kacanya—sambil menonton tv dengan baringan miring malas-malasan dan topangan kepala.

Dia pikir dia diculik. Tapi setelah dia membuat otaknya bekerja lagi, untuk apa seseorang atau sebuah kelompok menculik dia? Apa yang akan mereka dapatkan dari repot-repot membobol ruang kantornya, dan membawanya pergi. Dia, dari sekian banyak orang. Tidak hanya itu,

Ini bukan sebuah kurungan sama sekali.

Dia yakin dia tengah ada di ruangan yang luas. Dengan dekorasi macam sebuah interior bangunan istana inggris, apalagi. Udara yang terhirup juga terlalu mendamaikan. Tidak membuat cemas sama sekali.

Ini ruangan biasa, kan ya?

Dia sembari mengendalikan pening hangovernya menyeret kedua kakinya untuk bisa turun dari ranjang yang terlalu besar untuk dirinya seorang. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya dia ditempatkan di sebuah tempat berbaring yang sedemikian lebar. Hanya buang-buang ruangan dan bahan baku, pikirnya.

Dengan langkah sempoyongan dia mengedarkan pandangan ke sekeliling yang bisa dia tangkap di sela kepeningannya dan tertegun ketika melihat sosok seorang remaja berpenampilan aneh di permukaan sebuah cermin. Yang membuatnya begitu terhenyak adalah keadaan remaja itu yang begitu similar dengannya—badan bungkuk dengan tangan memegang kepala dan raut wajah menahan pusing.

Dia terlalu mirip denganku, bukan begitu?

"Hai. Kau tau kau ada di mana?"

Lantas dia mengerutkan kening. Lantaran remaja itu menggerakkan bibirnya berbicara dengan begitu bersamaan dengannya.

Huh?

Dia menggerakkan tangannya membuat lambaian—dan figur remaja itu membuat gerakan yang sama. T- Tunggu. Tunggu! Tunggu! TUNGGU!

Langkahnya cepat menghampiri cermin itu dan kedua tangannya langsung menggenggam bagian pinggirannya—yang dibingkai oleh ukir-ukiran suatu bahan yang dia duga sebagai emas di sela ketidakpercayaannya.

Ini sungguh aku, dia membatin sambil melotot. Aku ada di tubuh ini. Aku mengendalikan tubuh ini. Tubuh ini menjadi avatarku.

Dia melongo.

Apa yang kira-kira sebenarnya terjadi padanya?

Tubuh yang tengah bisa dia kendalikan semaunya sekarang ini, adalah tubuh yang akan dimiliki oleh seorang remaja di umur belasan. Mungkin di bawah delapan belas karena wajahnya yang masih terlalu muda dan seperti-anak-kecil-tukang-menangis. Rambutnya putih dengan saturasi abu-abu dan warna matanya juga abu-abu gelap. Tidak nampak seperti sebuah mata buta. Masih memiliki pupil hitam yang menunjukkan kemampuan berpenglihatannya. Lalu rambutnya sepanjang bahu. Kulitnya terawat seperti seorang anak yang terlahir di keluarga kaya dan orangtuanya mengakomodasikan harta kekayaan mereka untuk perawatan keindahan penampilannya.

Dia bertanya-tanya apakah dia sedang mendiami tubuh avatar remaja perempuan. Tapi dia tidak menemukan buah dada dan yang ada justru adalah yang ada di selangkangan. Dia laki-laki. Dan perhatian akan keterawatan dari kulit tubuh yang dia diami begitu mencengangkan untuknya.

The Transmigrated Duke Strikes Again (🌘TTDSA) | yoggu033🎐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang