Yang hendak Hindzel lakukan di pagi hari itu adalah menyusun rencananya untuk mencari tahu cara berpulang ke dunianya. Dia mencoba membiarkan kesadarannya tenggelam jauh ke balik lapisan ketidaksadaran terdalam kepalanya sebagai cara yang pertama—metode yang biasa dia pakai ketika hendak menyelam ke dalam lapisan ingatan terdalamnya di dunianya. Tapi cara itu tidak berhasil untuk memindah letakkan kesadarannya ke tubuhnya sebelumnya.
Selanjutnya dia menghampiri Edgar tepat ketika pemuda itu baru saja mendorong pintu terbuka setelah tidak menerima jawaban dari Hindzel akan kebolehannya untuk membuka pintu. Jantung Edgar melompat keluar ketika sosok pendek berambut putih berjalan cepat ke arahnya bagai sebuah bayangan mistis. Sosok itu berdiri di depannya dengan gaun piyamanya mendongak menatapnya dengan mata yang sangat tajam. Menyimpan sebuah rencana untuknya. "Hei beritahu aku. Sihir memindahkan jiwa itu ada?"
Edgar memerjap. "Bisa jadi iya. Tapi itu akan menjadi sihir ritual berdarah. Sihir terlarang yang bisa merebut nyawa perapalnya. Yang metodenya pasti tidak diketahui oleh khalayak luas. Tidak juga oleh saya."
"Kenapa kau bisa berpikir kalau itu sihir ritual berdarah?"
"Karena sesuatu seperti pemindahan jiwa menyilang kodrat kehidupan dan melawan takdir. Hukum yang sudah ditetapkan oleh Dewa. Memindahkan jiwa sama halnya dengan melawan ketetapan Dewa dan juga Dewa itu sendiri. Manusia tidak akan bisa menanggung bayarannya."
Hindzel melongo. "Melawan Dewa?"
Edgar mengangguk. "Dewa. Penguasa semua alam. Manusia bisa tidak ikut serta menyembahnya tapi melawan tetaplah tidak diperizinkan. Ada bayaran mengancam anugerah jiwa yang menyertai."
Akal sehat Hindzel untuk menerima rentetan kalimat asing itu sudah berada di ujung tali gantung. Dia tidak sanggup percaya bahwa otaknya lah yang baru saja menciptakan omong kosong fiksional itu.
Ini sudah bukan alam bawah sadarku lagi. Ini bukan mimpiku. Ini,
ini sungguhan dunia lain.
Tekanan darahnya naik ke kepalanya dan dia pun merasa pusing. Lututnya melemas dan dia pun terhuyung sampai Edgar harus menangkapnya. "T- Tuan Muda?!"
Wajah Hindzel membeku disebabkan oleh penampikannya. Matanya memandang kosong hingga pemandangan di depannya yakni Edgar yang panik nampak kabur. Dia mendorong muka Edgar dari wajahnya lalu berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Menutup wajahnya tersenyum kecut sampai kedua bahunya mulai bergerak naik turun karena dia tertawa menertawai kegilaan yang dia temui.
Jiwanya benar-benar berpindah. Dia dan Hindzel si penghuni dunia dimensi lain. Jiwa mereka tertukar.
Sihir? Mari katakan Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Esa itu dengan seenak jidatnya memindah-mindahkan jiwa manusia ciptaanNya dari dimensi satu ke dimensi lain. Siapa yang bisa menyangkal kalau Tuhan hanya menciptakan satu dunia di alam semesta ciptaanNya? Bagaimana jika ini hanya planet bumi lain?
Dia tertawa sampai air mata membasahi matanya. "Ah! Ini gila!" dia menjerit. Edgar bergidik dan mematung. Hindzel menjauhkan telapak tangannya dari mukanya sendiri masih dengan tawa sintingnya. Seringai anjing iblis gila menyungging di bibirnya. Matanya menyipit hingga membentuk lengkungan bulan sabit ke bawah. Paras iblis seketika tercermin di suaknya. "Kesempatan macam apa yang dianugerahkan padaku saat ini?"
Identitas baru, kehidupan baru, dan latar yang baru.
Tidak ada ikatan militer, tidak ada keharusan untuk memutar otak bagaimana cara agar bisa bertahan hidup, tidak ada kelaparan, dan tidak ada teror.
Ini kebebasan. Rantai belenggu yang dilepaskan dari jiwa yang terkungkung.
"Edgar. Bawakan aku daging."
Edgar terdiam.
"D- Daging?" Daging apa? cemasnya. Dia khawatir Hindzel merujuk pada keinginannya menggunakan orang lain sebagai yang dikorbankan untuk membuat sihir terlarang yang tadi dibahas.
"Daging stek. Daging panggang. Gunakan bumbu siram yang lezat. Tambahkan kentang dan sayuran jagung juga buncis dan wortel."
"Aku mau makan enak." Hindzel menyeringai puas.
Edgar tercenung. Lantas buru-buru menegakkan bahu untuk membungkuk pamit dan berbalik.
Hindzel menjentik-jentikkan jarinya. Yang ada di pikirannya adalah mempergunakan harta kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Belerus Hindzel untuk kepuasan hatinya sendiri, dan juga memanfaatkannya untuk mendapatkan makanan-makanan lezat untuk dia nikmati.
Dunianya yang hancur. Takdir manusia yang dipermainkan. Sudah enam tahun dia tidak pernah makan enak. Karena memang tidak bisa. Dan tidak hanya dia. Tapi semua orang.
Jika dia sedikit lebih egois dan busuk, mungkin dia bisa mendapatkan apa yang dia mau. Tapi suara di dalam kepalanya memberitahunya untuk tidak. Jadi dia makan apa yang orang-orang di sekelilingnya makan. Memakan makanan yang sama. Terkadang dengan jumlah yang lebih sedikit atau rasa yang lebih hambar.
Mengingat itu, itu artinya mereka masih memakan makanan-makanan itu. Dan dia, menjadi satu-satunya yang sudah terbebas.
Hindzel memejamkan mata sembari menarik dan menghembuskan napasnya. Lalu berbalik menelentangkan dirinya pada tempat tidur. Sesuatu tak kasat mata menghampirinya menyandarkan dirinya pada sisi perut miliknya. Dengan mata memandang kosong pada interior ruangan yang terpampang dia membuat keputusannya.
Aku akan hidup dengan baik.
Dengan kesempatan yang dia peroleh saat ini, dia akan memanfaatkannya. Mempergunakannya dan memerasnya sampai ke tetesan juga pecahan butiran terakhir.
16/10/2022
_______
Zarman Belerus
666pigeon on Twitter
KAMU SEDANG MEMBACA
The Transmigrated Duke Strikes Again (🌘TTDSA) | yoggu033🎐
Fantasy🎐 @yoggu033 | _TTDSA_| Ketika kelopak matanya membuka dan iris matanya dipertemukan dengan pemandangan yang tidak familiar, dia menolak menerima fakta kalau dia sudah tidaklah lagi berada di dunia yang dia kenal. Rekan-rekannya tidak ada bersamanya...