2 - Ini di mana? (2)

251 40 3
                                    

Perjalanan menuju ruang makan dipimpin oleh Edgar. Hindzel menangkap jalur-jalur yang bisa dilewati untuk ke area satu ke area lain. Begitu pintu besar ruangan dibuka dia melihat empat figur yang sudah lebih dulu ada di dalam. Yang satu familiar dan ketiga yang lain tidak.

"Duduklah, Hindzel." Yang pria duduk di paling ujung memberi suruhan tanpa memandang padanya ketika berbicara. Ibu Hindzel ada di sisi kanan si pria dan yang ada di sisi lain adalah dua pemuda yang lebih tua dari Hindzel. Ibu Hindzel membuat ayunan tangan yang memberinya tanda agar dia duduk di bangku yang ada di sebelahnya. Edgar mendahuluinya untuk menarikkan kursinya.

Begitu makanan dihidangkan semua memakan bagian mereka tanpa sepatah kata pun. Hindzel mengikuti alur ikut memakan punyanya. Sampai pria yang ada di sisi kirinya meletakkan sendok garpu di atas piring dan mengusap luar mulutnya dengan sapu tangan.

"Hindzel," panggilnya.

Hindzel mengangkat pandangannya dan menoleh untuk melihat pria itu. Pria itu berucap padanya lagi. "Berapa kali pun kau meminta dan membuat keributan agar posisi penerus Duke Belerus diberikan padamu aku tidak bisa memperbolehkannya. Posisiku akan kuserahkan pada kakak keduamu."

Hindzel melirik salah satu dari kedua pemuda yang ada di depannya. Satu terlihat bermata lebih tajam daripada yang lain. Dengan yang lain berwajah sedikit lebih muda dari yang bermata tajam. Hindsel mengerti kakak kedua mana yang dimaksud.

"Hm. Aku sudah mengerti."

"Omong kosong." Yang lebih tua membantingkan pisau makannya ke piring. "Kau pasti hanya berpura-pura jinak dan membuat rencana yang akan membahayakan Ray."

Hindzel lantas membuat tolehan pada yang satunya. Yang memandangnya sengit penuh curiga meskipun tidak se-penuh-dendam saudaranya. Keduanya berambut hitam sebagaimana sang Duke. Hindzel familiar dengan hirarki kebangsawanan itu. "Tidak usah khawatir. Aku sudah berubah sekarang." Dia mengayun-ayunkan tangannya menenangkan.

"Berubah?? Kau pikir kami percaya??? Baru dua hari lalu kau meletakkan ular berbisa di kamar Ray. Mana bisa selang dua hari bocah iblis sepertimu berubah???"

"Leros." Sang Duke mengangkat tangannya rendah. Membuat selaan sekaligus menengahi. "Jangan membuat keributan di pagi hari. Aku mau hari ini menjadi hari yang damai." Lalu menoleh pada wanita di sisi kanannya. "Cora, pergilah ke kota jika memang kau mau. Aku akan menemanimu di lain waktu ketika aku kosong."

Cora mengangguk khusyuk. "Jangan khawatirkan aku. Istirahatkan saja dirimu. Panggil aku jika kau membutuhkanku."

Di lain tempat Leros mengerutkan kening. "Madam Cora lembut begini kenapa Hindzel harus jadi seperti musang pengerat?"

Hindzel mengerjap. Sebutan itu tidak familiar sama sekali untuknya. Musang pengerat? Daripada musang menurutnya dia lebih tepat untuk dimiripkan dengan beaver.

"Jangan bicara begitu di depan ibumu," tegur Duke.

Leros memberungut. Ray kembali menyantap makanannya. Begitu waktu sarapan selesai Duke mengajak Cora untuk meraih tangannya agar mereka berjalan berdampingan keluar dari ruang makan. Melihat Leros dan Ray bangun dari duduk mereka Hindzel pun meniru. Menerima delikan menusuk dari keduanya. Hindzel membuat siulan tanpa suara.  Menunggu mereka lebih dulu keluar dengan dia menyusul begitu mereka sudah selang beberapa waktu raib dari pandangannya. Edgar menungguinya di tempatnya berdiri tegak. Memandanginya dari kejauhan. Hindzel menyadarinya menghampiri pemuda itu.

"Aku akan pergi sekarang."

"Tuan Muda, mohon maaf tapi mulai dari sekarang saya tidak akan pergi dari sisi Anda. Saya diamanati untuk mengawasi Tuan Muda Hindzel memastikan Tuan Muda tidak akan membuat ulah yang akan memburukkan reputasi Anda sendiri." Edgar membungkuk ke arahnya.

The Transmigrated Duke Strikes Again (🌘TTDSA) | yoggu033🎐Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang