Swish swish. Sebuah busur diayunkan ke sana kemari menimbulkan suara tabrakan angin. Setiap bagian sendi direnggangkan dan leher kepala ditarik ke kiri dan ke kanan. Bahu diputar-putar dan kemudian busur dilempar pendek sebelum ditangkap kembali dengan satu tangan.
"Whew. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menggenggam benda seperti ini," siul sang remaja. Pelayan yang ada di sisi belakangnya bermuka keheranan.
" .... Tuan Muda, agak berbeda hari ini."
Hindzel tertawa cekikikan. "Benar, benar. Aku berubah. Tidak akan ada yang bisa menghentikanku, kan?"
Edgar tercenung. Tidak bisa mengucap kata sampai Hindzel mengayunkan busurnya lagi memancing atensinya. "Tunjukkan padaku di mana aku bisa berjumpa dengan Leros."
Edgar mengerjap.
"T ... uan muda Leros?"
"Benar." Hindzel mengangguk.
Edgar terlalu kebingungan hingga dia hanya bisa mengikuti permintaan tuan mudanya tanpa membuat tanya apapun. Dalam kepalanya terombang-ambing pertanyaan apa kira-kira sebenarnya yang terjadi pada putra ketiga keluarga Duke Belarus nya.
Leros dengan kudanya yang berlari mempertampilkan kemampuan berpanahnya. Ujung-ujung panah manancap tepat pada goresan-goresan silang yang dibuat pada batang-batang pohon. Ada juga potongan-potongan batang pohon yang tergantung dan berayun dan pemuda itu berhasil mengenai semua sasarannya. Hindzel mengayunkan jarinya pada Edgar dan tali kekang kuda beralih ke genggamannya. Hindzel naik dan melajukan kuda punyanya. Mengikuti jejak Leros menembak-nembakkan panah-panah hingga mereka berdempetan dengan yang milik sang penembak sebelumnya. Leros menyadari keberadaan seseorang, mengira itu Ray. Melongo begitu melihat Hindzel.
"A- Anak itu, sedang apa dia?"
"Dia mau menantangku?" Dia menggeretakkan giginya. Membuat kudanya berlari ke arah Hindzel yang baru hendak menyangkutkan kepala panah lain pada tali busur. Menyadari kedatangan Leros dia menurunkan panahnya menarik tali kekang untuk memperlambat gerakan kudanya sampai akhirnya berhenti. Leros menarik tali kudanya jauh hingga sang kuda mengangkat kedua kaki depannya, meringkik.
"Hei. Apa yang kau incar?" tanya Leros beringas.
Hindzel menjawab jujur. "Aku mau mencoba kemampuan berpanahku. Aku sudah lama tidak melakukannya karena aku selalu ada di garis belakang. Lalu,"
"Aku mau berakrab denganmu," dia menyeringai.
Leros mengerutkan kening. "Kau bicara apa?"
"Aku mau menjadi akrab denganmu. Bagian mana yang membuatmu bingung?" Hindzel menaikkan alis.
"Kau tidak bisa menurunkan kewaspadaanku begitu saja," cerca Leros. "Lalu,"
"Garis belakang apa maksudmu? Sudah lama tidak berpanah apa? Kau belum pernah menyentuh busur sebelum tadi. Kau bahkan menolak untuk belajar berpedang. Kau mau beromong kosong apa?"
Hindzel mengusap lengan busurnya. Memandanginya melamun. "Aku tidak bohong." Lalu menaikkan pandangannya kembali pada Leros. "Kalau aku bilang aku bukan sungguhan adikmu, kau akan berpikir apa?"
Leros mengerutkan kening.
"Tentu saja kau memang bukan adikku. Kau tidak terlahir dari ibu yang sama denganku sebagaimana Ray. Tapi kita mempunyai satu ayah. Jadi aku harus memandangmu sebagai adikku."
Hindzel menghembuskan napas dari mulut. "Bukan itu maksudku."
"Aku bukan adikmu. Yang ada di dalam tubuh adikmu ini bukan adikmu. Tapi orang lain. Sedangkan adikmu untuk saat ini belum diketahui keberadaannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Transmigrated Duke Strikes Again (🌘TTDSA) | yoggu033🎐
Fantasy🎐 @yoggu033 | _TTDSA_| Ketika kelopak matanya membuka dan iris matanya dipertemukan dengan pemandangan yang tidak familiar, dia menolak menerima fakta kalau dia sudah tidaklah lagi berada di dunia yang dia kenal. Rekan-rekannya tidak ada bersamanya...