Seorang remaja berambut sewarna salju yang ternoda asap abu memiliki wajah dari seseorang yang habis diberi kabar bahwa bisnisnya bangkrut dan membuatnya terlilit hutang yang harus dia bayar secara menyicil sepanjang hidupnya. Raut wajah tanpa kehidupan dan tampak seolah-olah si pemilik wajah tidaklah sedang bernapas.
"T...uan Muda. ....Ada yang ingin Tuan Muda bicarakan?" tanya si pelayan cemas.
Hindzel tidak menjawab.
Tambang bawah tanah? Dia si yang akan menjadi CEO Founder nya? Dia yang harus pergi ke istana menemui seorang Raja menyampaikan ide bisnis yang mau dia buat? Dia tidaklah memiliki ambisi untuk membuat bisnis itu makanya dia manjadi enggan untuk sungguh-sungguh merealisasikan buah dari omongan besar kepala-nya.
Dia menempatkan telapak tangannya pada wajah. Batin dan pikirannya ribut menjeritkan ucapan-ucapan ah aku malas ah aku malas ah aku malas. Jika sejak awal memang Hindzel lah yang memiliki keinginan untuk membangun bisnis maka dia pasti akan punya cukup ambisi untuk menempuh perjuangan perealisasiannya. Masalahnya dia tidak. Ini karena dia tergerak oleh urgensi untuk menahan Edgar tetap di dekatnya selama dia terjebak di dunia Hindzel. Dengan dia sudah ada di tahap ini, bagaimana dia bisa mundur? Dia harus menghadapi apa yang sudah dia perbuat.
"Haaa. Ayo buat persiapan menemui si raja-rajaan itu."
Edgar melongo pada kelancangan Hindzel tapi di satu sisi dia sudah terlalu semangat karena dia akan terlibat dalam sesuatu yang besar dan akan tertulis dalam sejarah marga keluarga Belerus dimana dia mengabdi. Otaknya memeritahnya untuk membuat teguran tapi sumringah wajah dan sunggingan bibirnya sudah lebih mendahului otaknya membuat anggukan antusias dan bersiap membantu Hindzel mempersiapkan apa yang harus dipersiapkan.
Dua hari adalah waktu yang dibutuhkan untuk Edgar mempersiapkan setelan yang akan digunakan Hindzel untuk menemui Kaisar Croal. Dalam dua hari itu Hindzel menghabiskan waktunya melamun di balkon yang ada di kediaman Belerus. Bertopang pipi disapa oleh sepoi-sepoi angin yang menghampirinya. Selama itu juga sang naga selalu berada di sisinya. Menidurkan diri di sebelah kaki kursi yang diduduki Hindzel. Menontoni awan yang kian berubah bentuk setelah terkena tiupan angin di ketinggian langit.
Di lusa kemudian hari, Hindzel sudah berada di dalam sebuah kereta kuda, yang akan membawanya menuju istana. Barang-barang perlengkapan tertumpuk di atap datar kereta. Diikat dengan tali yang ditutupi terpal. Edgar duduk di depannya dengan berkas-berkas yang sudah dia persiapkan bersamaan dengan persiapan barang dan setelan Hindzel.
"Tuan Muda sudah tau? Ketika bertemu dengan Kaisar atau keluarga kekaisaran nanti, Tuan Muda harus tampil dengan penuh sikap hormat, rapih, dan formal. Tidak boleh ada kesombongan dan keangkuhan. Tuan Muda ada di posisi yang lebih rendah dari keluarga kekaisaran."
"Hm." Hindzel membuat gumaman tanggapan asal-asalan.
"Tuan Muda harus menunjukkan keyakinan tentang ide yang Tuan Muda miliki. Tuan Muda sudah mempersiapkan bagaimana-bagaimana Tuan Muda akan menjawab pertanyaan yang diberikan Yang Mulia Kaisar?"
"Hm."
"Saya yang akan menyiapkan semua dokumen yang akan diminta. Tuan Muda hanya perlu menjawab pertanyaan-pertanyaannya saja. Pelayan seperti saya tidak punya tempat untuk menjawab pertanyaan kaisar."
"Hmmm."
"Tuan Muda," Edgar bermuka cemas, "apakah Tuan Muda tidak peduli pada ide membuat tambang yang Tuan Muda sebutkan?"
Hindzel melirik Edgar. Pemuda itu bermuka lesu dan terlihat seperti dia sekali lagi kehilangan semangat hidupnya. Seolah dia akan kembali berucap pada Hindzel bahwa dia akan pulang ke kampung halamannya. Mengundurkan diri dari menjadi pelayan pribadi Hindzel.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Transmigrated Duke Strikes Again (🌘TTDSA) | yoggu033🎐
Fantasy🎐 @yoggu033 | _TTDSA_| Ketika kelopak matanya membuka dan iris matanya dipertemukan dengan pemandangan yang tidak familiar, dia menolak menerima fakta kalau dia sudah tidaklah lagi berada di dunia yang dia kenal. Rekan-rekannya tidak ada bersamanya...