Jin Penunggu Cincin
#part 66
#R.D.Lestari.Wildan kembali naik ke atas ranjang dan memeluk tubuh Dita. Tak lama, Wildan melihat wanita itu menguap, dan tak lama tertidur lelap.
"Cepat juga reaksi obatnya," Wildan mendesis.
Ia lalu membaca mantra, dan tak lama...
Wussshhh!
Dari balik jendela kamarnya masuk asap tipis yang semakin lama semakin mengepul membentuk tubuh seorang wanita yang sebagian tubuhnya seperti ular.
Tubuh itu meliuk dan tersenyum lebar ke arah Wildan yang menunggunya dengan jantung yang berdebar kencang.
Wildan menurunkan setengah tubuhnya, membungkuk sejenak, memberi hormat kepada Nyai Ratu Nagini.
Ia lalu mengangkat tubuh dan melangkah mendekat.
"Apa ini calon tumbalku, Wildan?" desisnya seraya menatap Dita yang saat itu sudah tak sadarkan diri. Terkulai lemas di ranjang.
"Benar, Ratu. Saya yakin, anak yang berada dalam kandungannya itu anak Saya," jawab Wildan percaya diri.
Nyai Ratu mendekat ke arah Dita. Tangannya yang berkuku tajam dan bersisik itu menyentuh perut Dita yang belum nampak besar. Di perkiraan baru hitungan minggu.
Kening wanita ular itu mengernyit. Ekornya bergerak ke kiri dan ke kanan.
Cukup lama Ia mengelus perut yang masih rata itu dan kemudian Ia menatap Wildan dengan senyumnya yang khas.
"Betul, ini anakmu. Hebat Kau Wildan. Setelah tiga bayi, Kau bisa menumbalkan siapa saja. Tinggal satu bayi lagi, dan hidupmu akan semakin mudah," Nyai Ratu Nagini mendekat dan mencium mesra bibir Wildan yang saat itu membalasnya dengan tak kalah panasnya.
"Kau memang bisa diandalkan. Pengikut setia dan terbaik yang pernah ada," ucapnya saat Ia melepas ciumannya.
Wildan tersenyum puas mendapat pujian dari wanita ular berparas bak bidadari itu. Seketika Ia lupa pada Resti, wanita yang katanya Ia cinta melebihi apapun di dunia.
"Baiklah, Sayang. Anak itu sudah Aku ikat. Setelah Ia bangun, Ia tak akan merasakan apa-apa dan bayi itu akan runtuh secara alami," paparnya yang langsung diangguki Wildan.
"Kalau begitu Aku akan pulang, ini untukmu, karena Kau sudah memenuhi janjimu," ujarnya seraya mengulurkan kantong hitam dan mendaratkan kecupan mesra di pipi Wildan.
"Terima kasih, Nyai,"
***
"Res... Kamu memang sedang hamil, tapi sayang ... itu bukan anakku," Abiseka mendesah dan terduduk lunglai di pinggir ranjang.
"Hah? yang bener? berarti...," Ahool menatap Resti dengan mulut yang menganga. Tidak dapat dipungkiri, Ia senang karena anak yang dikandung Resti bukan anak Abiseka.
"Berarti apa? berarti ini anak Wildan?" Resti menatap perutnya tak percaya. Apakah ini pertanda jika Tuhan tidak ingin Ia kembali salah melangkah dan hanya ingin Ia berdampingan dengan yang halal?
"Biarpun anak Wildan, Aku akan tetap jadi Ayah yang baik untuknya," Abiseka mendekat dan bersandar di bahu Resti, tangannya mengelus perut Resti yang mulai menggembung.
"Heh, Aku juga mau jadi Papa Jin yang baik," Ahool pun tak mau kalah mengelus perut Resti dan menepis tangan Abiseka.
"Kau berani-beraninya menyentuh perut calon Istriku," Abiseka menggeram dan balas menepis tangan Ahool.
"Eh, enak aja. Kalian sudah putus, tau! Resti ini masih istri Wildan, ngerti!" Ahool masih bersikeras.
Resti menatap geram dua jin tampan itu bergantian. Ranjang bergoyang, Resti merasakan sakit pada perutnya.
"Hei, bisa berhenti ga kalian? kepalaku jadi sakit lihat kalian berantem terus!"
"Aku mau istirahat! sekarang kalian keluar!" suara Resti yang lantang seketika membuat Ahool dan Abi terdiam.
Mereka di dorong Resti hingga turun dari ranjang satu persatu dengan wajah yang cemberut.
"Res..,"
"Keluarrr!!!"
Abiseka tertunduk, begitu juga Ahool. Dengan berat hati dua jin tampan itu keluar dari kamar, dan ...
"Tutup pintu!" Resti dengan garang menatap kesal ke arah Ahool dan Abi.
Abiseka lalu menutup pintu dengan pelan."Ini gara-gara Kamu," Ahool berdesis, membuat Abiseka kembali emosi.
"Ini juga gara-gara Kamu! Kamprett!" Abiseka mendorong tubuh Ahool.
"Enak aja Kamu manggil Kampret!" Ahool balik mendorong Abi.
"Lha, Kamu sendiri kan yang bilang sama Resti, kalau Kampret itu artinya kelelawar, kan Kamu kelelawar," Abiseka mengangkat salah satu sudut bibirnya, hingga tercipta senyum yang seperti mengejek.
Wajah Ahool berubah tegang. "Jadi ... Kamu denger semuanya?"
"Ya, tapi Aku tak ingin mengganggu. Aku ingin mendapatkan Resti secara adil. Kalau memang Dia cintanya sama Kamu, Aku akan lepas," Abiseka menghela napas dalam setelah berucap.
"Kalau gitu ... kenapa tadi ganggu?" Ahool menyorot tajam.
"Kalau itu ... ternyata Aku masih sangat cemburu dan tak rela Resti dekat dengan siapa pun," jujurnya.
"Termasuk dengan Wildan?" Ahool kembali menyelidik. Abi mengangguk.
"Tapi, kan Dia suami sah Resti," Ahool mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk.
"Kalau Kamu? apa Kamu tak cemburu?" gantian Abi yang melontarkan pertanyaan.
Ahool mengedikkan bahunya. " Mau cemburu juga percuma, Dia suaminya. Cinta ga harus memiliki, 'kan?" Ahool berusaha menjawab santai, menyembunyikan dadanya yang bergemuruh kencang.
"Tapi, tadi kudengar kalau Kamu menyuruh Resti untuk pisah dengan Wildan dan juga berhenti memikirkanku. Aku dengar semua ucapanmu itu! dasar muka dua," Abiseka berdecak kesal.
"Itu ... sebelum Aku tau Resti hamil anak laki-laki itu. Kalau sudah hamil, Aku tak mungkin memisahkan anaknya dari bapaknya," Ahool menghela napas dalam.
"Kau sok puitis, Ahool. Tak perduli itu anak siapa, Aku akan membawanya kembali ke istana,"
Ahool kembali mengedikkan bahu. "Terserah, tapi saat ini Aku hanya ingin memanjakan Resti," Ahool melangkah santai ke arah dapur.
"Woy, Kamu mau ke mana?" Abiseka mengikutinya.
"Mau masak, lah. Buat calon Mama," jawab Ahool sembari tersenyum manis. Ia membayangkan bagaimana Resti nanti makan masakan yang akan Ia buat khusus untuknya.
"Halah, tinggal ambil aja di warung, ngapain repot masak?" seloroh Abiseka.
"Nyuri? sorry ya. Resti harus makan masakan yang halal," Ahool menghentikan langkah dan memutar badan.
"Kamu tu kapan tobat! jadi jin kafir apa enaknya," lanjut Ahool dengan sorot mata tajam.
Abiseka membeku dan menatap nanar ke arah Ahool.
"Aku ...,"
"Dah, lah. Mending bantu Aku masak. Sekali-sekali merasakan jadi manusia, soalnya nanti kalau anak Resti lahir, kita bisa gantian jadi Wildan dan bantu jagain Dia," mata Ahool berbinar yang langsung disambut decakan Abi.
"Kalau Resti sama Wildan trus, Kamu ga akan bisa nikah dan enak-enak sama Resti. Rugilah, mending Kita lenyapkan Wildan dan Kita pakai Resti sama-sama," Abiseka menyunggingkan senyumnya, merasa ide yang Ia punya adalah solusi terbaik untuk dirinya dan Ahool.
"Ck-ck-ck, dasar omes, otak m*sum. Masih aja kepikiran enak-enak. Tu gara-gara Kamu, jadi bingung anak siapa yang dikandung Resti,"
"Untung Kita jin, jadi bisa deteksi. Ah, sudahlah. Cinta tak harus memiliki, Abi ...,"
"Huh, dasar bodoh!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
JIN PENUNGGU CINCIN
WerewolfSebuah Cincin bermata biru yang merupakan warisan dari Pakde suamiku membuat rumah tanggaku hancur. Mampukah aku lepas dari makhluk penunggu cincin yang memberikanku nikmat dan kepuasan?