part 8

29.4K 533 28
                                    


                Jin Penunggu Cincin

#part 8

#R.D.Lestari.

Bisa kurasakan aroma bunga yang begitu wangi menguar dari mulutnya.

Awalnya hanya sebuah kecupan, saling mengecup, lalu berubah menjadi pagutan hebat.

Hisapan bibirnya terasa sangat nikmat dan menggelora, membuat tubuhku bergetar.

Kecupan itu semakin menjalar, menuju leher sembari salah satu tangannya bermain di daerah bokong dan pinggangku. Membelai dengan lembut dan teratur.

"Emhh," desahan itu lolos tanpa bisa kutahan saat bibirnya begitu keras menghisap salah satu belahan dadaku. Menyisakan bekas merah yang membuat mataku mendelik seketika.

Bught!

"Awhh!"

Refleks tubuhnya kudorong hingga terjungkal dan jatuh di lantai marmer yang begitu mengkilat.

"Apa-apaan ini? kalau Bang Wildan tau bagaimana?" decakku kesal.

Pria tampan itu berdiri sembari meringis kesakitan.

"Hei, tenagamu kuat juga, permaisuriku," Ia mendekat dengan tawa renyahnya.

Pipiku langsung merah seketika. Padahal kesal karena ia membuat jejak disekitar dadaku. Bagaimana jika Bang Wildan melihatnya?

"Lagian, katanya Jin, tapi kok di dorong gitu aja mental?" desisku setengah mengejek.

"He-he-he, biarin Jin juga, kalau sudah sama-sama wujud begini, aku jadi sama seperti kamu," lagi-lagi tawa renyah itu terdengar begitu menghibur. Tanpa kusadari, dua sudut bibir ini terangkat dan membuat satu senyuman di wajah.

Ia menatapku dengan mata yang berbinar. "Kamu memang sangat cantik, Resti... apalagi jika tersenyum tulus seperti itu," pujinya yang kembali membuat wajahku memanas karena malu.

'Apa ini? mengapa persaanku menjadi tak karuan saat bersamanya? apa aku ...,'

"Apa kamu ... mulai jatuh cinta padaku ...,"gumamnya dengan mendekatkan bibirnya tepat di telingaku, membuat jantungku berdebar seketika.

"A--aku ...,"

Cup!

Kecupan singkat ia layangkan sebelum kembali berdiri dan meraih tanganku.

"Ikut, yuk!" ajaknya.

"Mau ke mana? nanti kalau Bang Wildan cari gimana?" lirihku cemas.

Ia menggeleng pelan. "Ini di alam mimpi, Sayang. Dia tak akan pernah mencarimu, kamu kan tidur di sampingnya," jelasnya.

"Aku ...,"

"Ayolah, Sayangku. Aku tak akan mencelakaimu, karena aku sangat mencintaimu," ucapnya tulus.

Entah kenapa, setiap Ia berbicara padaku, seperti ada magnet yang menarik dan membuatku dengan sadar selalu mengikuti apa maunya.

Perlahan, ku jejakkan kakiku ke lantai marmer yang berkilau seperti emas itu.

"Aww!" refleks kuangkat kembali kakiku, karena lantai yang begitu dingin layaknya menginjak tingkatan es.

"Kenapa?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.

"Di--ngin,"

Ia terdiam sejenak, tapi akhirnya ia mendekat dan merundukkan tubuhnya, tangan kekarnya menyelusup kearah pinggang dan kaki.

JIN PENUNGGU CINCINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang