part 14

17.6K 563 44
                                    


              Jin Penunggu Cincin

#part 14

#R.D.Lestari.

Yups! bisa kalian duga sebelumnya, 'kan? ya, motor itu... benda yang ada di teras rumah tak lain dan tak bukan adalah motor yang di pakai Bang Wildan dengan wanita berambut pendek itu!

Berarti yang Aku lihat tadi bukan halusinasi belaka! Bang Wildan memang mendua! sial*n!

Tarik ... hembuskan ... tarik ... hembuskan!

Berusaha tenang, Aku tak akan marah-marah, jikapun itu memang Dia, Aku pastikan Bang Wildan akan mendapatkan balasan yang pantas.

Meski langkah terasa berat, tetap kupaksakan kaki ini untuk masuk ke rumah. Mengulas senyum semanis mungkin, agar ia tak curiga.

"Assalamualaikum," sapaku saat kulihat Bang Wildan sedang asik bermain HP. Eh, tunggu! HP baru?

Semakin curiga dengan semua yang serba baru. Dari mana orang itu punya duit sebanyak itu? apa mungkin...

"Waalaikumsalam, udah pulang, Dek?" Bang Wildan langsung berdiri begitu melihatku di ambang pintu.

Aku berusaha keras untuk tetap santai, meski hati rasa terbakar melihat tampangnya yang sok polos dan seperti tak terjadi apa-apa.

Bang Wildan menarik tanganku cukup kencang, hampir saja aku tersungkur, tapi entah kenapa tubuhku yang limbung berangsur seimbang seperti ada yang menolong, tapi tak kasat mata. Apa itu Abiseka?

"Mau kemana, Bang?"

"Sini, Dek, Abang ada kejutan,"

Aku menuruti saja, bukankah katanya ada kejutan? kejutan apa?

Bang Wildan menyuruhku duduk di pinggir ranjang. Ia kemudian menuju lemari dan membuka laci. Mataku membulat dan berbinar saat melihat gepokan uang dan sebuah cincin emas bermata merah yang sangat indah. Menang togelkah Dia? kenapa tiba-tiba uangnya banyak?

"Nih, Dek, buat kamu. Uang ini sengaja Abang simpen dari hasil kerja berapa tahun, sengaja untuk kasih kamu kejutan," jelasnya.

Keningku mengernyit tak percaya. 'Tabungan? sengaja menabung? sempak bolong aja masih di pake, sok-sokan nabung nih orang!'

Entah kenapa rasa tak percaya dengan ucapannya. Ia selalu uring-uringan kalau lagi ga punya uang. Seharusnya kalau punya tabungan sebanyak ini, itu ga akan terjadi, 'kan!

"Kenapa, ga percaya? ini semua Abang lakukan untuk Adek," ucapnya dengan wajah yang dibuat-buat, sok tulus dan sok imut.

"Ini, Abang pakein cincinnya, ya?"

Aku hanya mengangguk. Kalau ingat kejadian tadi siang, rasanya mau di beri uang satu rumah pun tak akan bisa membayar rasa sakit hatiku.

"Kok kayak orang ga senang, Dek? kurang?"

Untuk sepersekian detik Aku terdiam, tapi detik berikutnya Aku melontarkan pertanyaan yang membuat senyum Bang Wildan seketika sirna.

"Abang tadi siang kemana?"

"A--Abang di rumah aja, Dek,"

"Serius?"

"Serius, Dek. Abis beli motor cash, Abang balik," Ia nampak gelagapan. Membuatku semakin yakin Bang Wildan menyembunyikan sesuatu.

Aku hanya menghela napas dalam. Bang Wildan yang dulu tak pernah berbohong, tapi Aku tau ... matanya menyiratkan sesuatu. Ia ... bohong. Aku tau itu.

"Bang, Adek mau mandi dulu, ya," Aku akhirnya bangkit dan berniat ke belakang, tapi Bang Wildan langsung memotong langkahku dan berdiri menghadangku.

"Kenapa, Bang?"

"Dek ... Abang izin ya, abis magrib Abang mau ketempat Pakde, ada yang mau Abang omongi. Mungkin tengah malam baru pulang,"

Aku menatap matanya. Kebohongan apalagi yang hendak ia sembunyikan?  Kuhela napas dalam. Kepalaku terasa pusing memikirkannya, tubuhku juga amat lelah, hingga aku hanya bisa mengangguk pasrah.

"Ya, Bang. Hati-hati di jalan," ujarku lemas sembari melangkah menuju kamar mandi. Rasanya sudah tak sabar mengguyur tubuh ini dengan air. Lelah,letih dan lengket.

Saat berada di kamar mandi, kudengar deru motor Bang Wildan yang menjauh. Aku melenguh kesal. Aku yakin ada sesuatu pada dirinya. Membuat dadaku semakin sesak.

Slap!

Kurasakan sesuatu bergerak dipinggangku. Sentuhan jari jemari, beriringan dengan deru napas di telingaku.

"Raden Mas ...," desisku bahagia. Tanpa terasa mata ini terpejam menikmati kecupan-kecupan hangatnya yang menyenangkan dan membuatku terlena.

"Awww!" jeritku saat jemarinya mulai meremas dan menekan cocochip yang terasa mengeras.

Apa bedanya Aku dengan Bang Wildan? jika memang Ia selingkuh, lantas Aku ini apa?

Aku begitu saja melepas tangannya dan meraih handuk yang tersampir di dinding kamar mandi.

Ingin kusudahi semua ini, mengingat dosa yang selalu membayangi. Aku tak mungkin hidup dalam sesal dan noda setiap hari.

Kriettt!

Pintu kamar berderit saat kudorong pelan. Lagi-lagi Aku harus menghela napas dalam-dalam. Melihat Lelaki tampan itu duduk dengan mengangkat salah satu kakinya dan kaki yang satu menopang. Ia bersandar di kepala ranjang dengan baju yang terbuka dadanya. Sangat tampan apalagi dengan rambut hitamnya yang tergerai panjang.

Aku hanya bisa menelan ludah melihat sorot mata indahnya dan senyumnya yang menggoda. Pertahananku roboh seketika. Dosa-dosa itu lenyap entah kemana, berganti dengan gelanyar yang membuat tubuh ini cenat-cenut seketika.

'Apa ini? kenapa hanya dengan menatapnya saja tubuhku sudah merespon sedemikian rupa?'

"Sini, Sayang. Malam ini hanya milik kita. Wildan sengaja meninggalkan dirimu untuk bisa bersamaku,"

"Sini, Sayang ... malam ini Aku milikmu,"

Raden Mas Abiseka melambai ke arahku. Jujur, hanya dengan mendengar suaranya saja, inti dari tubuhku berdenyut tak menentu.

'Rahimku seketika menghangat! pantaslah jika wanita-wanita cantik itu tergila-gila padanya, termasuk Aku!'

Bagai terhipnotis dengan suara dan ketampanannya, kaki ini melangkah mendekatinya.

Ia yang duduk bersandar perlahan menggeser tubuhnya dan meraih tanganku.

Slapss!

Ia menyentaknya hingga tubuh ini limbung dan terjatuh di ranjang dalam posisi berada di atasnya. Ya, aku menindihnya.

"Akh, lumayan berat," pipiku bersemu merah saat ia menggodaku.

Mataku mendelik saat dengan cepat ia membalikkan tubuhku, berganti posisi Dia yang berasa di atasku.

Dalam posisi ini, dapat kulihat jelas wajah tampannya, mata hazelnya yang berwarna hijau kekuningan menatapku teduh, nampak sekali kerinduan terpancar di sana.

Bibirnya yang tipis dan merah, membuat pikiranku melayang, ingin segera mengecup mesra, tanpa jeda hingga pagi menjelang.

Hidungnya yang mancung... akh... kulitnya yang putih bersih ... Aku suka semua yang ada pada dirinya, hingga lupa jika saat ini Aku masih kesal padanya, karena tau ia punya banyak selir dan istri sah. Gila!

"Aku akan menceraikan semua wanita itu jika kau mau jadi Istriku," desisnya seperti mengerti apa yang aku pikirkan.

Aku terdiam, dan detik gitu juga kutepis tangannya yang membelai wajahku dengan sayang. Aku mendorong tubuhnya dan mengangkat tubuhku. Duduk di pinggir ranjang.

"Resti...," kurasakan Ranjang bergerak. Ia pun duduk di sampingku.

"Aku ... masih tak mengerti dengan semua ini ... kenapa Bang Wildan menjadi banyak uang, dan apa maksudmu jika Ia sengaja meninggalkan kita berdua? dan kenapa kau masih ingin bersamaku, sedang kau sudah punya istri dan selir yang banyak?" cecarku.

"Aku kan sudah bilang, kalau kau memang dijual kepadaku, Aku memberinya uang," Abiseka kembali mengingatkanku.

"Baik, tunjukkan padaku, agar Aku bisa percaya!"

***

JIN PENUNGGU CINCINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang