/Mozaik - 3/

34 4 0
                                    

BUMIKU, JUNIKU, DAN JEJAKNYA
— Tahun 2022
__________________________________

/1/

Bumiku
Kering kerontang penuh iba
Menunggu rahmat-Nya
Datang bersama bala tentaranya
-- yang masih abu-abu.

Bumiku
Masih kah kamu sanggup melahap duka?
Sedang ajal baru saja meneleponku untuk datang
Sungguh, kamu benar-benar tabah

Aku kasihan!

/2/

Pada bulan yang malang
Beraroma api
Bersinar terang bak onggokan berlian di tengah gurun
"Silau!" ketus mamaku pada suatu siang.

Sudah surut air di tenggorokan bumiku
Ginjalnya pun meronta-ronta penuh dahaga
Paru-paru yang dulu hijau kini menjadi ranting semua.
Tak lagi -- mengalirkan darah suci di nadinya.

Dia menjadi hitam kekar
Bersama ku lihat --
Neraka mengintai bulan Juniku.

/3/

Bala tentaranya belum juga tiba.
Mematikan api yang merajalela
-- membakar tiap-tiap ranting dan semak belukar yang asyik bersembunyi

Jejak-jejak kakinya masih belum bising,
Belum memekakkan telinga dan mendominasi --
Suara adik yang sedang menyanyi menyambut kedatangannya.

/4/

Sehari-dua hari,
Aku mengadu-menengadah.
Pada langit yang tak sudi mendengarku
Atau mendengar?
Hanya saja dia ingin bermain.

Tak lama ku lihat ia pucat
Bergelimang kelam,
Aku bahagia.

Saat petir menyambar di mataku
Aku semakin bahagia.

Aku berlari -- bersama ketakutan
mendengar terompet kedatangannya.
Bersama harapan yang kujunjung di kepala -- dan setitik air yang hadir di kelopak mataku.

Lalu kuseru wanita yang ada di teras rumah. "Bunda, sebentar lagi dia datang!"

/5/

Mendengar seruanku yang membela angkasa
Kodok di kolong tertawa mengejekku
Merpati pun terbang menjauh
Sedang bumi berharap-harap cemas.

"Jangan-jangan
langit menipuku?
Ah, semoga tidak."

/6/

Sejam-dua jam
Awan menggantung,
Perlahan berpisah.
Bersama dengan
Rintik sendu menyusuri sungaiku

Aku berlutut -- menunduk
: Aku ditipu.

Bunda hanya tersenyum
: Juni tak sudi menerima kedatangannya.
Kita tunggu bulan depan saja.

~ Sans Sastra

BLACK DAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang