"Kamu pulang! Liat sendiri keadaan anak-anak kamu disini gimana! Jangan malah nyalah-nyalahin anak padahal kamu gak tau apa-apa!"
"Aku gak nyalahin mereka Mah, aku cuma heran, kok sampe segitunya ke Mas Budi? Tami juga malah jadi ikut-ikutan Tara."
"Ngikut-ngikut Tara gimana sih Rahmi?! Kamu nih bilang gak nyalahin mereka tapi kamu nyomong kayak tadi tuh kamu udah nyalahin mereka! Nyalahin Tara gara-gara Tami gak suka sama Budi. Tara tuh ditampar sama bapaknya sendiri kamu nih mikir gak?! Gimana Tami mau suka sama Budi, kalo dia malah nyakitin Tara? Tara nih perjuangannya buat Tami lebih banyak dari kamu! Kamu kok bisa-bisanya ngomong gak pake dipikir dulu?"
Rahmi diam di sebrang.
"Anak sampe ngomong gak mau lahir dari kalian, berarti kan kalian udah nyakitin anak. Gak usah nyalahin Budi yang emang udah salah. Kamu nih mikir, anak-anak kamu disini gimana. Pulang kamu! Mau sampe kapan disana? Hah? Mau sampe ibu kamu ini mati dulu baru kamu sadar inget pulang?! Iya?!"
"Aku kan belum bisa pulang Mah, gak ada yang jagain-"
"Itu terus alasan kamu ya?! Orangtua sendiri kamu tinggalin buat ngurusin orangtua lain. Gak usah pulang aja sekalian. Gak usah telpon-telpon Tara sama Tami lagi. Capek aku denger alasan kamu. Ninggalin anak bertahun-tahun bisa, pulang sebentar cuma buat liat kondisi anak-anak sendiri gak bisa."
"Mah-"
"Udah lah. Pokoknya jangan hubungin Tara sama Tami. Kamu tuh mikir, kamu masih punya tanggung jawab disini, anak-anak nih masih butuh orangtua. Kok tega ninggalin anak? Gak paham lagi aku."
Telponnya benar dimatikan, menyimpan kesal handphonenya di meja. Untung Murni hanya sendiri di rumah karena anak-anak sedang magang dan sekolah.
Mendengar cerita kejadian semalam tentang kedatamgan Budianto sampai kekerasan yang diterima Tara buat Murni kehilangan kesabaran. Ingin rasanya ia melaporkan kekerasan tersebut, kalau tidak ditahan Henri, sudah Murni lancarkan niatnya. Semua demi melindungi Utara dan Utami.
Tadi telpon dengan Rahmi, ia malah emosi karena Rahmi malah seperti menyalahi anak-anak yang menolak Budianto. Padahal gimana anak-anak mau menerima Budianto, kalau Budianto sendiri sudah menelantarkan mereka bertahun-tahun, mengambil semua hak Utara dan Utami, memilih dengan selingkuhan dan rumah tangga yang sekarang. Apalagi, karena Budianto pula Rahmi jadi TKW dan tidak pernah pulang.
Kok bisa Rahmi malah menyalahi Utara dan Utami, padahal ia sendiri tidak pernah tau apa yang terjadi di rumahnya ini.
Untuk Utara sendiri, ia benar-benar tidak mau membahas apapun tentang orangtuanya. Bahkan waktu Kafka tanya saja, Utara malah marah. Akhirnya diam, tidak melanjutkan. Kafka bisa tanya ke Henri. Entah ini kecewanya Utara sudah separah apa? Yang Kafka takutkan cuma Utara juga jadi membenci dirinya sendiri karena Utami juga sekarang segitu tidak maunya dengan Budianto dan Rahmi.
Utara antara sadar memang orangtuanya keterlaluan sampai buat Utami kecewa, tapi ada juga rasa bersalah karena Utara yang menjauhkan Utami dari Budianto, karena Utami juga melihat Utara sebenci itu dengan Budianto, pun Rahmi.
Tapi memang Utami tidak suka dengan perlakuan Budianto yang kasar pada Utara. Utami juga tidak suka respon Rahmi saat tau kejadian tempo hari. Lagi-lagi Utara disalahkan karena itu. Padahal bukan salah Utara. Ibunya yang tidak tau apa-apa dan malah menyalahi Utara, Utami kecewa dengan Rahmi.
"Terus, abis nenek kamu ngomong gitu, ibu kamu pulang?"
"Ya nggak lah Kak. Alesannya masih sama, belum bisa pulang. Coba bayangin, dari aku SD sampe aku sekarang SMA, alesannya masih sama."
Kelman diam sejenak, ia perhatikan Utami masih emosi. Kelman juga enggan menimpali yang nantinya malah bikin amarah Utami menjadi-jadi.
"Ibu malah bilang aku nih ketularan Kak Tara yang gak suka sama Bapak, terus jadi protes ke Ibu. Lah? Dikiranya aku masih sepuluh tahun yang gak bisa mikir kayak sekarang? Aku juga mikir kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Own My Heart (BL 18+) [COMPLETE]
Teen Fiction❝𝑰 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒚𝒐𝒖 𝒕𝒐 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒐𝒊𝒏𝒕 𝒕𝒉𝒂𝒕 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔 𝒂𝒓𝒆𝒏'𝒕 𝒆𝒏𝒐𝒖𝒈𝒉.❞ Sebuah definisi love-hate relationship. . . . ❀ 𝕆ℝ𝕀𝔾𝕀ℕ𝔸𝕃 ℂℍ𝔸ℝ𝔸ℂ𝕋𝔼ℝ ❀ Ada beberapa part bersifat 𝗥𝟭𝟴+, harap bijak dalam memilih dan membaca cerita...