"Terima kasih atas kedatangannya!"
"Sama-sama," Shinra mengangguk sekilas kepada penjual makanan di balik jendela kios. Tangannya menggenggam sebuah kantung kertas kecil berisi beberapa tusuk takoyaki pesanan Nyx. Sang Daemon berambut ungu dengan riang menerima pemberian Shinra dan melahap bola-bola panggang kecil berisi gurita tersebut.
Kereta sampai di stasiun Tokyo tepat pukul setengah sembilan malam. Ketiganya sedang mencari hotel terdekat ketika Nyx merengek kelaparan. Satu-satunya kios yang masih beroperasi pun menjadi tujuan. Meskipun Nyx sempat mengernyit karena tidak familiar dengan rasa yang menyambut lidahnya, ia hanya mengendikkan bahu tidak peduli dan menghabiskan makanannya.
Shinra bersandar di dinding kios sambil menatap ke langit. Bulan sabit bersinar terang, sesekali tertutupi oleh awan yang berarak. Ia berharap bisa melihat salju, namun musim dingin baru saja berlalu di Midgard bagian utara. Setidaknya pemandangan bunga sakura yang mekar di pohonnya mampu melipur sebagian lara Shinra.
Elise menghabiskan waktu beberapa lama bercakap-cakap dengan pemilik kios. Saat akhirnya ia berbalik menemui Shinra dan Nyx, seulas senyum tersungging di wajahnya. "Ada sebuah hotel yang lumayan sekitar 500 meter dari sini. Kalau tempatnya cocok, kita menginap di sana untuk dua hari ini, bagaimana?"
"Oke!" Nyx menjawab riang lalu turun dari kursi kios. Ia membuang bungkus takoyaki yang sudah kosong ke tong sampah yang tersedia dan menjajari langkah Elise. Shinra berjalan di belakang keduanya sambil menyeret barang bawaan mereka.
Hotel yang dimaksud Elise memiliki penampilan yang lebih bisa diterima dibandingkan tempat menginap mereka kemarin malam. Resepesionis yang menyambut ketiganya juga lebih baik, seorang wanita cantik berpakaian jas seragam yang tak segan memulai pembicaraan. Ia juga terlihat menyukai Nyx yang ramah dan sopan sampai-sampai memberinya sebungkus permen coklat.
"Nona itu baik sekali," Nyx bergumam sambil mengulum hadiahnya.
"Itu karena kau juga bersikap baik, Nyx," jawab Elise. Tangannya lincah membuka kunci kamar yang disewakan kepada mereka.
Nyx tertawa riang. Sepatunya mengetuk-ketuk lantai saat ia berlari melewati pintu yang terbuka. "Syukurlah! Kalau mama dengar, ia pasti senang sekali! Karena Nyx tidak nakal!"
Elise tersenyum saat Nyx melompat ke ranjang. "Kau tidak rindu mamamu, Nyx?"
"Hm?" Nyx menoleh. Tatapannya bingung. "Tentu saja Nyx rindu. Tapi monster lava itu belum tertangkap! Nyx harus menangkapnya dulu! Mama pasti akan bangga sekali kalau mendengar Nyx berhasil mengalahkan monster raksasa! Waaa waaa!!"
Nyx mengayun-ayunkan tangannya, seperti mencoba menirukan Surt tempo hari. Ia melonjak-lonjak di atas ranjang sampai akhirnya kakinya terbelit selimut. Nyx jatuh wajah duluan. Untunglah ia tidak terguling ke lantai, sehingga hidungnya aman meskipun terasa kebas karena mencium ranjang.
"Nyx, sudah malam. Mandi sana, lalu tidur. Jangan main-main saja," suara Shinra menggema dari lorong pintu. Sejak tadi si gadis berambut hitam sibuk sendiri memilah-milah barang belanjaan. Nyx mengiyakan malas lalu mengambil pakaian ganti miliknya.
Setelah terdengar suara shower dinyalakan, Elise mengalihkan pandangan pada Shinra. "Shin?"
"Hm?" Shinra membalas singkat, masih fokus pada pekerjaannya.
"Aku lupa bertanya. Tapi kau baik-baik saja, kan?"
Kening Shinra berkerut. "Maksudmu?"
Di sudut matanya, Shinra bisa melihat Elise bergerak-gerak gelisah. Menghela napas, Shinra menyelesaikan melipat pakaian Nyx dan memandang Elise. "Kenapa kau bertanya begitu, Elise?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Thus The Divine Dragon Shed Her Scales
FantasíaAda begitu banyak kisah yang menceritakan tentang sebuah perjalanan. Baik itu tentang seorang pahlawan ataupun seorang penjahat. Aku tidak akan menceritakan padamu semuanya. Aku akan menceritakan satu. Satu kisah yang aku saksikan dengan mata kepala...