16. Angor Animi

3 0 0
                                    


Semuanya terasa begitu menegangkan kala Mara beringsut turun dari atas ranjang. Iris peraknya tampak beku, berbeda dengan iris jingganya yang biasa. Rambut merahnya bergoyang perlahan, seirama dengan langkah kakinya yang kian mendekati Shinra.

Ekspresi wajah Nyx dipenuhi ketakutan saat ia melompat ke balik punggung Shinra, mencari perlindungan. Sang dewi naga sendiri megacungkan pedangnya yang masih berada di dalam sarung. Aura merah kehitaman lamat-lamat tampak menyelubungi tubuh Shinra. "Apa urusanmu datang kemari, Mara?"

Mara tidak menjawab. Ia juga tidak berhenti bahkan ketika jaraknya dan Shinra hanya tinggal selangkah. Cakarnya mencengkeram pedang Shinra, menjauhkan benda itu dari wajahnya. Shinra membeku kala Mara menyandarkan kepala di dadanya, memejamkan mata dan menarik napas dalam.

"Aku.. ingin menawarkan sesuatu untuk kalian bertiga," Mara bergumam. Cukup jelas untuk didengar Elise masih berada di koridor, menggenggam pisau lipat yang memang selalu ia bawa ke manapun. "Ikutlah bersama kami."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu," Shinra membalas ucapan Mara. Sang Daemon berambut merah menghela napas. Ia berpaling, menatap ke arah Nyx yang bersembunyi di belakang Shinra. Cakar Mara yang bebas terayun, menggores pipi Nyx dan membuat Daemon muda itu berjengit ngeri.

"Kau mengerti.. sangat mengerti," ujar Mara. Kali ini cakarnya mendarat di bahu kiri Shinra, turun menelusuri lengannya sampai ke telapak tangan Shinra. Aura yang menyelubungi Mara bergerak, menyelusup masuk melalui jemari sang dewi. Dalam sekejap, tangan Shinra berubah, menjadi sebuah cakar yang nyaris identik dengan milik Mara.

"Tidakkah kau lelah dengan semua ini? Pertarungan tanpa akhir. Bila kau memutuskan untuk berdiri di sisi yang sama denganku.. dengan kami, maka tidak perlu ada pertumpahan darah di antara kita," Mara menengadah, membalas tatapan beku Shinra. "Aku dan kau tidak lagi akan saling menyakiti."

Shinra mengangkat cakarnya, menyentuh leher Mara. Dalam satu gerakan cepat, Shinra mengeratkan pegangan pada leher sang Daemon dan mengangkat tubuhnya ke udara. Meskipun cekikan Shinra sangat kuat, Mara tidak terlihat kesakitan. Ia hanya menghembuskan udara dari mulutnya sekali, menatap Shinra yang menggeram.

"Kau tidak berhak mengatakan kalimat itu pada orang yang telah kau hancurkan hidupnya," kalimat Shinra terputus sesaat sebelum ia mendekatkan wajah 'Mara' padanya wajahnya sendiri. "Loki."

Mara' menyeringai. "Aww, kau benar-benar tahu diriku, Drakey.."

Kobaran api hitam membakar cakar Shinra, membuatnya melepas cengkeraman pada leher 'Mara'. Api itu menyala makin besar, namun tak menyentuh dinding kamar di sampingnya. Saat api tersebut padam, sosok Loki yang mengenakan jubah hitam berleher bulu menggantikan sosok Mara. Lelaki itu tersenyum keji, menikmati udara penuh teror yang mengiringi kedatangannya. Tak menghiraukan ketiga lawan bicaranya, Loki justru berbalik menuju ke tengah ruangan, memperhatikan interior kamar yang menjadi tempat tinggal sementara Shinra.

"Tapi aku sungguh serius, lho, Drakey," ujar Loki, kini duduk di atas ranjang dengan kaki menyilang. "Kau adalah temanku yang paling berharga. Aku tidak akan sampai hati untuk melukaimu dengan tanganku sendiri. Ayolah, bertarunglah bersamaku. Kita pasti memenangkan perang ini. Lalu setelah dunia terlahir kembali setelah Ragnarök, kita akan menjadi dewa-dewa tertinggi! Tidakkah kau menginginkan itu, Drakey?"

"Tidak."

Jawaban Shinra cepat, mantap dan penuh keyakinan. "Kau gila bila mengira aku akan tergoda oleh tawaran busukmu itu, Valen."

"Ouch," Loki memegangi dadanya. "Kau menolakku, mengataiku gila bahkan tega memanggilku menggunakan nama belakangku. Kau menyakiti hatiku, Drakey. Sangat menyakitkan."

Thus The Divine Dragon Shed Her ScalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang