Bab 01: Sekolah Baru

3 2 0
                                    

Author Pov

Tidak terasa, sudah dua minggu keluarga Pak Soni menempati rumah besar ini. Bu Ina sudah berkenalan dengan para tetangga. Keisya sudah mendapat teman baru, umurnya sama dengannya. Ia merengek kepada Ibunya untuk bersekolah di SD yang sama dengan Aurora, teman barunya itu. Rumah Aurora berada tepat di depan rumah mereka sehingga hampir setiap hari Keisya selalu main dengan Aurora. Entah masak-masakan, boneka-bonekaan, atau bersepeda. Sepeda Keisya tidak baru, itu sepedanya yang dibawa dari desa. Sementara motor mereka di desa mereka jual dan sebagai gantinya Bu Ina dibelikan Pak Soni motor matic baru. Dan betapa bahagianya mereka saat Pak Soni memutuskan untuk membeli mobil.

Bukan tanpa alasan Pak Soni membeli mobil. Selain mempunyai uang yang lebih untuk membeli mobil tersebut, beliau tidak mau kerepotan jika nanti ada proyek yang mengharuskannya pergi ke luar kota. Dulu Pak Soni adalah arsitek yang cukup terkenal, jadi saat sekarang beliau memutuskan untuk menekuni kembali pekerjaannya tersebut tidak butuh waktu lama untuknya mendapatkan proyek baru.

"Sudah memutuskan mau sekolah dimana?", tanya Pak Soni kepada Aisya. Jam menunjukkan pukul empat sore, waktu yang tepat untuk bersantai sambil minum teh di ruang keluarga.

Aisya menelan kripik kentang yang baru dikunyah. Ia mengangguk dan menunjukkan sesuatu di ponselnya kepada Ayahnya.

"Ais mau sekolah di sini Yah? Boleh kan?", tanyanya pada Pak Soni.

Pak Soni mengambil kaca matanya di atas meja di depan mereka lalu membaca sebuah artikel yang ditunjukkan anaknya. Ia manggut-manggut kemudian mengangguk tanda menyetujui kemauan Aisya.

"Beneran Yah? Tapi kayaknya mahal deh"

"Biaya bukan masalah bagi Ayah, yang penting kamu serius jika sudah memutuskan mau sekolah disitu, nanti pokoknya jangan kebanyakan mengeluh lagi seperti saat kamu SMP, dikit-dikit mengeluh menyesal sekolah disitu, mengeluh lagi gurunya pada galak, dulu kan itu keputusanmu sendiri milih sekolah disana, dasar", kata Pak Soni lalu menyeruput tehnya.

"Tapi buktinya nilai Aisya bagus tuh,", Aisya cengengesan dan agak menyombongkan diri.

"Iya deh iya anak Ayah memang jenius, nanti kamu mau jurusan apa emangnya? Jangan sampai salah jurusan ya pokoknya daripada menyesal,"

Aisya mengacungkan ibu jarinya, "Okedeh, Aisya udah milih jurusan yang tepat pokoknya."

∞∞∞

Hiruk pikuk suasana jalan raya di kota sangat berbeda dengan di desa. Suasana kota jauh lebih ramai dan sesak. Bahkan seperti tidak ada celah untuk menyalip ibu-ibu yang mengendari sepeda motor dengan gaya yang tidak biasa. Aisya mengeluh karena kemacetan jalanan kota. Jika di desa Aisya harus berangkat lebih awal agar tidak ketinggalan bus, sekarang ia bebas untuk berangkat lebih siang karena diantar oleh Ayahnya menggunakan mobil baru.

Tetapi Aisya tidak menduga jika akan semacet ini. Bahkan sangat parah. Mungkin karena ini hari pertama tahun pelajaran baru. Harusnya ia berangkat lebih awal tadi.

"Ah gara-gara Keisya sih jadi kena macet, kan", gerutunya di tengah kemacetan. Di dalam mobil hanya ada Aisya dan Pak Soni. Bu Ina mengantar Keisya ke sekolah menggunakan motor karena hanya berada di komplek sebelah. Sedangkan sekolah Aisya lumayan jauh, sekitar 40 menit jika ditempuh dengan kecepatan normal.

Pak Soni menoleh ke arah anaknya, "Lho kok Keisya yang disalahin? Kan kamu sendiri yang mau berangkatnya lebih siangan"

Aisya hanya menghela napas kesal. Memang benar ia yang salah kenapa harus Keisya yang disalahkan. Tangannya merogoh handphonenya di saku kemeja seragam barunya. Ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.30. Ia semakin panik.

Tiiiiinn Tiiiiiin Tiiiiin

Suara klakson mobil di tengah hiruk pikuk kota menambah pusing kepala Aisya. Ia hampir menangis. Ini hari pertama sekolah, Ia tidak mau mengacaukan hari bahagianya ini. Jika nanti terlambat pasti Ia akan dihukum. Aisya mengadahkan tangannya dengan posisi berdoa.

"Ya Allah..... jangan biarkan hambamu ini dihukum oleh guru karena terlambat.... hentikanlah kemacetan ini Ya Allah.... Amiin..."

Pak Soni tersenyum geli lalu ikut mengamini doa Aisya. Beberapa detik kemudian, secara ajaib kemacetan sudah berhenti. Kendaraan - kendaraan di jalan raya akhirnya bisa bergerak lagi. Meskipun agak pelan tetapi lumayan. Aisya tersenyum cerah secerah matahari pagi. Ia tidak menyangka doanya langsung dikabulkan. Atau memang hanya kebetulan?

Jam sudah menunjukkan pukul 06.55. Mobil Aisya berhenti tetap di depan gerbang SMA Rasflessia. Sekolah favorit impiannya kini sudah di depan mata. Ia segera turun dari mobil setelah salim dengan Ayahnya. Beruntungnya gerbang sekolah belum ditutup. Para siswa dan siswi yang berseragam sama dengan Aisya juga masih ramai disini. Ada yang berlari masuk ke area sekolah, ada yang berjalan santai, ada yang membawa sapu lidi, ada yang bersepeda, bersepeda motor, membawa sekantong plastik hitam entah apa isinya, ada yang kebingungan celingak-celinguk seperti Aisya saat ini, dan macam-macam lainnya.

Aisya berjalan cepat menuju lapangan utama tempat upacara berlangsung. Ia mencari barisan kelasnya. Ia sudah tahu di kelas mana karena sebelumnya sudah diberi tahu lewat grup whatsApp.

Setelah bertanya kepada seorang guru dimana barisan kelas 10 IPA 2, Aisya segera berlari memasuki barisan yang saat itu barisan tersebut masih kacau. Mikrofon di tengah lapangan terdengar berbunyi ngiiiing saat seorang laki-laki berkumis dan berpeci mengambil alih. Aisya menebak jika beliau adalah kepala sekolah. Dan tepat dugaannya. Pak Ahmad namanya, beliau berpidato panjang lebar seperti mengucapkan selamat datang kepada murid-murid kelas sepuluh dan mengucapkan beberapa nasihat untuk mengembangkan prestasi agar sekolah ini tetap menjadi sekolah favorit. Begitulah kira-kira pidato yang Aisya dengar.

Ia tidak terlalu fokus mendengarkan pidato. Di barisan kelasnya Aisya berada di sebelah seorang siswi berambut keriting dan berkulit sawo matang. Ia bertubuh tinggi seperti model. Tinggi Aisya hanya sampai telinga siswi tersebut.

Merasa diamati, siswi berambut keriting itu menoleh dan tersenyum. Ia mengulurkan tangan kepada Aisya.

"Gue Zaza. Lo?", kata si siswi tersebut yang kini Aisya tahu namanya Zaza.

Aisya membalas uluran tangan Zaza.

"Aku Aisya", lalu tersenyum ala senyuman pepsodent.

"Btw rambut lo bagus,", Puji Zaza.

"Ah makasih", sudah biasa jika orang lain memuji rambut panjangnya ini. Rencananya Aisya ingin memotongnya sependek bahu kemarin tapi mengingat Ia dengan susah payah memanjangkannya selama bertahun-tahun jadi Ia hanya memotong rambutnya sedikit diatas pinggang.

"Lo juga cantik banget, natural", Puji Zaza lagi.

"Ah nggak, biasa aja. Kamu lebih cantik."

"Dih bohong ya.."

"Beneran...."

Mereka keasyikan ngobrol sampai tidak sadar jika kepala sekolah sudah menyelesaikan pidatonya. Upacara selesai. Pasukan dibubarkan.

Barisan kelas 10 berjalan berbaris rapi menuju kelasnya masing-masing dengan dipandu OSIS. Jumlah siswa dalam satu kelas ada 32 orang dengan siswa dan siswi berbanding 50:50 yang artinya 16 siswa dan 16 siswi.

"Eh kita sebangku ya...", Ajak Zaza saat memasuki kelas. Aisya dengan senang hati langsung mengiyakan. Dihari pertamanya masuk sekolah Ia langsung mendapat teman. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk akrab. Mereka duduk di bangku barisan kedua dari belakang dan dekat jendela. Aisya memilih yang dekat tembok agar jika mengantuk bisa senderan.Tempat ternyaman baginya jika memilih bangku.

Saat anggota OSIS di depan sudah menyelesaikan membacakan panduan-panduan dan tata tertib di SMA Raflessia dan keluar dari kelas mereka, kelas langsung ramai dan gaduh. Mereka berkenalan satu sama lain. Termasuk Aisya dan Zaza dengan siswa siswi yang lain.

Di belakang bangku mereka, seorang siswa duduk sendiri. Menurut Aisya dia lumayan tampan. Pipinya agak chubby, beralis tebal, dan berambut cepak lurus. Aisya heran kenapa dia duduk sendiri. Bukannya jumlah siswa dalam satu kelas genap.

Belum sempat berkenalan dengan siswa di belakangnya, seorang guru memasuki kelas. Pelajaran pertama di tahun pelajaran baru pun dimulai.

JJJ

AisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang