Bab 09: Transparan

0 1 0
                                    

"Mana", todong Aisya pada Senin pagi.

Darrel yang masih asyik ngerumpi dengan Rehan dan Ucup di pojokan kelas, mendongak karena posisi mereka lesehan di lantai.

"Mana apanya?"

Aisya menunjukkan screen hpnya yang menyala terang yang menampilkan foto boyband Korea Selatan. Ya, NCT. Tentu saja ia tidak lupa dengan janji Darrel. Jangan sampai cowok itu sok-sokan lupa ingatan lagi.

"Ohhhh"

Gadis itu melotot mendengar jawaban santainya.

"Oh? Cuma oh doang?!!!"

"Terus gue harus bilang apa?"

"LO UDAH JANJI!"

"Eits tenang tenang jangan ngegas gitu dong"

Setelah berkata demikian, Darrel beranjak untuk mengambil sesuatu di dalam tasnya. Lumayan lama ia merogoh-rogoh sesuatu di dalam sana. Nah ketemu. Dua lembar tiket konser yang sangat Aisya impikan. Mata Aisya berbinar-binar. Ia langsung merebut lembaran itu dari tangan Darrel.

"Seorang laki-laki sejati adalah yang menepati janji, nih gue contohnya" katanya dengan senyuman lebar sambil kedua ibu jarinya menunjuk ke dirinya sendiri.

"Waaaahhh ini asli kan---awas aja kalo palsu-"

"Eits jangan sembarangan kalo ngomong. Itu official, bisa lo cek sendiri di penjualnya"

"Oke oke gue akuin lo hebat. Makasih Darrelll emuach"

Tidak disangka-sangka Aisya mengecup pipi Darrel saking senangnya. Sumpah Aisya tidak sengaja. Gawat bibir Aisya sudah tidak suci lagi. Ia harus segera mencucinya dengan kembang tujuh rupa. Euphoria berlebihan memang sangat berbahaya baik secara fisik maupun mental. Aisya langsung kabur keluar kelas sambil membawa topi untuk upacara.

Darrel speachless. Mematung di tempat. Untung saja saksi mereka hanya Ucup. Pada saat itu Rehan sedang sibuk meng-edit video rekaman malam Jum'at kemarin. Tapi, tidak semudah itu ferguso. Meskipun saksinya hanya satu orang, sebentar lagi pasti bakal heboh satu kelas.

"WOY AISYA NYIUM DARREL!!"

Tuhkan, mulut tukang gosip memang sulit dikendalikan.

Seketika setengah dari murid yang masih di kelas berteriak heboh. Mereka mencie-ciekan Darrel dengan suara yang membuat telinga orang yang lewat kelas mereka pasti langsung berdarah. Lebay memang. Dalam hati ia mengumpati Aisya, berkata kasar kepada cewek itu karena dia kini jadi imbas keberingasan teman-teman di kelas.

"NGGAK WOY! UCUP BOONG! JANGAN PERCAYA"

"Mana ada si Ucup bohong, Dia kan si paling jujur di kelas"

"CIEEE"

"CIEE CIEE"

"KAPAN JADIANNYA??"

"Gue gak nyangka", Rehan sok-sokan menggelengkan kepala seolah-olah sangat terkejut, padahal dengan sekuat tenaga ia menahan tawa.

Kabur adalah jalan pintas sementara.

∞∞∞

Upacara hari ini tidak jadi dilaksanakan karena tiba-tiba hujan deras saat semua murid sudah berbaris di lapangan. Mereka berteriak gembira. Nanti sore bisa pulang lebih awal nih.

Seolah melupakan kejadian tadi pagi, murid kelas 10 IPA 2 tidak lagi meledek Darrel dan Aisya. Mereka hanya menganggap itu becandaan biasa. Tidak ingin menganggap serius hanya karena cium di pipi. Toh, mereka juga tidak melihat langsung, hanya Ucup si saksi mata. Beda cerita kalau sebaliknya, pasti sampai lulus sekolah masih dianggap sebagai bahan lelucon kelas mereka.

Aisya sudah menyimpan dua tiket konsernya. Ia menyelipkannya di antara halaman novel Harry Potter and The Goblet of Fire miliknya. Menyimpannya di buku setebal jidat Rehan ini menurutnya akan aman.

Saat ia menghadap ke belakang hendak memasukkan novel tersebut ke dalam tas, matanya bertemu dengan mata Darrel. Aisya menatap cowok itu dengan pandangan seperti biasa. Seolah-olah perbuatan terkutuknya tadi pagi sudah ia hapus dari ingatan. Sebaliknya, Darrel menatapnya tajam dan tanpa berkedip. Pada saat itu kebetulan Rehan sedang menoleh ke arahnya. Pikiran jahil pun muncul.

"Cie Darrel masih bapeeerrr"

Tatapan mereka terputus. Tanpa aba-aba, Darrel melempar Rehan menggunakan buku paket matematika. Dan---- duagh. Tepat sasaran.

"Yes! Golll"

Zaza dan Gaviar menatap ketiga orang tersebut dengan pandangan datar. Tidak paham dengan situasi ini.

"Baper kenapa sih?", tanya Zaza tapi dengan angin lalu seolah tidak begitu tertarik.

"Sini gue kasih tau", Rehan mendekat ke arah Zaza, "Tadi pagi Aisya nyium pipi Darrel"

Satu detik.

Dua detik.

Sampai lima detik.

"Oh", respon Zaza membulatkan mulutnya berbentuk O.

"Kok 'oh' doang?"

Zaza mengendikkan bahunya tidak peduli. Darrel tertawa mengejek Rehan.

"Zaza dikasih tau begituan gak bakal ngrespon dong, dia kan tertariknya sama setan, unch unch unch sahabatku tercinta jangan dengerin apa kata Rehan ya", Aisya mencubit pipi Zaza seolah-olah sedang mencubit pipi balita.

"Jangan sebut kata setan lagi. Gue masih trauma"

"Oh iya ngomong-ngomong tentang setan gue jadi inget, Gaviar kemaren lo pulang duluan ya?"

Gaviar yang sedang mencoret-coret sesuatu di buku tulisnya menghentikan laju pulpennya. Tidak hanya Aisya yang seperti sedang menunggu jawaban darinya, pandangan mata Rehan, Zaza, dan teman sebangkunya juga tertuju padanya. Dia balik menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Gue? Pulang duluan? Kemarin? Maksudnya?"

Bingung. Satu kata yang langsung terlintas di otak keempat orang itu.

"Iya kemaren malam jumat kita kan uji nyali di sini terus lo tiba-tiba dateng sendirian.. tengah malem pula", jelas Darrel.

"Ha?", Gaviar tetap tidak mengerti maksud mereka.

"Lo amnesia ya? jangan becanda deh", Zaza mulai berpikir negatif.

"Beneran. Gue gak ngerti maksud kalian, sumpah. Malem jumat kemaren tuh gue ada syuting. Sampe pagi malah. Kalo gak percaya nih gue bisa buktiin"

Gaviar menunjukkan foto di ponselnya. Foto dirinya bersama dengan para kru film dan seorang aktor senior.

Aisya mengamati jika foto tersebut bukan editan. Ia mengambil ponsel Gaviar dan memencet tanda huruf i. Di sana tertera tanggal foto itu diambil. Benar, Gaviar tidak sedang berbohong. Tanggal dan jamnya sama dengan malam itu.

"Kalo bukan Gaviar lalu dia siapa...", Rehan segera mengecek kembali video rekaman saat merekam Gaviar di depan pintu.

Deg.

Mereka terkejut. Dalam rekaman itu, Aisya terlihat sedang berbicara sendiri. Kosong. Tidak ada seorangpun di depannya. Mereka sangat yakin pada saat itu ada sosok Gaviar. Sangat jelas dan bisa disentuh.

Mereka berempat saling berpandangan seolah-olah pikiran mereka sama.

"Tuhkaaann, gue bilang juga apa. Dia bukan manusia", Zaza pucat pasi.

JJJ

AisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang