ENAM-BERSIKAP DINGIN

10 6 0
                                    

••Kepribadian dan sikap seseorang mempengaruhi cara dia mengambil keputusan••

"LIA!!!"

Suara lantang Zachary mengisi indra pendengaran Lia saat dia keluar dari kelas. Lia menoleh ke belakang dan mendapati Zachary sedang berlari ke arahnya.

"Lia..." suara Zachary seketika berubah sendu. Zachary menggoyangkan pundak Lia berkali-kali.

"Gue kangen..." lanjutnya seperti tidak bertemu Lia selama setahun. Zachary berlebihan.

"Teman sebangku gue cewek tapi galak banget. Dikit gue usilin langsung dipelototin. Jelmaan nenek lampir." Zachary menceritakan keadaan kelasnya ketika dia makan siang di kantin bersama Lia, Relin dan Fiona. Minus Farel karena cowok itu menjadi panitia MOS para siswa-siswi kelas 10.

Fiona yang gampang cemburuan terus mengamati pergerakan cowoknya itu dari jendela kantin. Kantin kelas sebelas terletak di lantai dua dan dari jendela kantin akan memperlihatkan lapangan sekolah. Itu sebabnya Fiona mengajak Lia dan Relin duduk di dekat jendela dengan alibi tidak ingin kepanasan walaupun Lia dan Relin sudah mengetahui niat sebenarnya sahabatnya itu.

"Rasain," seru Relin puas melihat Zachary menderita.

"Kalau dia jelmaan nenek lampir, lo itu cewek jahanam," ungkap Zachary dan segera Relin melayangkan sendok di tangannya ke wajah Zachary, untung saja Zachary dengan sigap menangkapnya.

"Kenapa lo marah? Gue benar, kan? Lo itu cewek jahanam, Fiona itu penyihir dan Lia itu malaikat." Zachary menyebutkan satu per satu.

"Kenapa gue dikatain penyihir?" Tanya Fiona.

"Abisnya lo bisa bikin Farel si cowok kutub utara dan wajah datar jadi bucin akut. Cinta yang seram atau lo pakai ramuan sesuatu?" Zachary memandang Fiona curiga.

"Ish, jahat lo, Za. Farel itu langsung jatuh cinta pandangan pertama karna lihat pesona gue saat kelas sepuluh," ujar Fiona.

Zachary memasang tampang ingin muntah, begitu pula dengan Relin.

"Yakin? Terus siapa gadis yang menangis lebay karena dicuekkin sama crush, Lia?" Sindir Relin sekaligus meminta dukungan Lia.

Wajah Fiona langsung memerah malu dan mengadu pada Lia yang duduk di depannya.

"Kalian jahat banget kompak menjahili Fiona," Fiona berkata lebay.

Sebenarnya Zachary dan Relin ingin muntah sekali lagi karena mendengar Fiona memanggil namanya sendiri. Tapi, mendengar kata 'kompak' antara mereka berdua, segera saja Zachary dan Relin beradu mulut.

"Idih, ngadi-ngadi katain gue kompak sama dia."

"Mustahil itu terjadi."

Zachary dan Relin memiliki banyak kesamaan namun karena kesamaan itulah yang membuat mereka selalu bertengkar.

"Sudah, sudah." Lia akhirnya turun tangan sebelum baku hantam terjadi.

"Zachary!"

Tiba-tiba seseorang memanggil Zachary. Seorang gadis yang sangat cantik berjalan mendekati meja mereka.

"Zita!" Zachary berseru.

"Teman-teman lo?" Zita mengarahkan pandangan pada Relin, Fiona lalu berakhir memandang Lia yang duduk tepat di sebelah Zachary.

Tanpa terduga, Zita memegang lengan Zachary tanpa malu.

"Hei, Za, lo mau makan siang bareng kami?" Zita menunjuk beberapa orang yang berdiri di belakangnya.

"Sorry, Zita, gue udah makan bareng mereka. Mungkin lain kali," Zachary menolak halus.

"Ya..." Zita berseru kecewa namun seperti tidak ingin mendengar penolakan Zachary, Zita makin erat memegang tangan Zachary dan menariknya. Mau tidak mau Zachary berdiri, jika tidak tangannya bisa putus karena Zita. Zita membawa Zachary pergi dan meninggalkan ketiga gadis itu dalam kebingungan.

"Wuih, dasar buaya. Baru awal sekolah sudah bisa menggaet cewek baru," Relin berkomentar.

"Lia, ada apa?" Fiona bertanya melihat Lia yang termenung.

"Ti-tidak..." Lia menggeleng dan mengatakan dirinya baik-baik saja. Tapi, cewek itu terus menganggu pikirannya.

Siapa cewek itu dan hubungannya dengan Zachary?

❄❄❄

Sepulang sekolah, Zachary mengantar Lia pulang ke rumah. Namun, Zachary menyadari Lia tampak murung sejak tadi.

Zachary menduga ada sesuatu yang sedang dipikirkan cewek itu dan Zachary terkejut ketika Lia memberanikan diri bertanya.

"Ce-cewek di kantin tadi..." Lia berkata pelan.

"Zita?" Zachary memastikan. Lia merasa tidak nyaman ketika nama itu Zachary ucapkan.

"Teman sekelas gue yang baru. Karena di kelas XI MIPA 4 banyak yang tidak sekelas saat kelas sepuluh, gue coba untuk berteman. Jangan khawatir," Zachary menenangkan.

"Tapi, gadis itu sepertinya sangat dekat denganmu? Dia sampai memegang tanganmu," ujar Lia.

Zachary tersenyum menggoda. "Apa lo cemburu?"

Lia terdiam namun pipinya menimbulkan semburat kemerahan. Zachary salah tingkah dibuatnya.

"Lima menit." Lia mengulurkan tangannya dengan memalingkan muka. Zachary juga melakukan hal yang sama.

Hanya lima menit namun kehangatan yang tersalurkan dari tangan masing-masing membuat mereka tidak bisa tidur semalaman dan menyesali kenapa hanya lima menit saja.

❄❄❄

Sejak saat itu, berpegangan tangan selama lima menit setiap hari menjadi sebuah kebiasaan baru bagi Zachary dan Lia. Dan setelah berpegangan tangan, mereka akan sama-sama menyembunyikan wajah yang memerah saking malunya.

"Kalian itu kayak bocil pertama kali kasmaran," Relin pertama kali berkomentar ketika tidak sengaja melihat Zachary dan Lia saling berpegangan tangan. Relin saat itu sedang di rumah Lia untuk tugas kelompok namun mata jomblonya ternodai begitu melihat kebucinan pasangan. Di sekolah, Relin harus melihat kebucinan Fiona dan Farel sementara di rumah dia harus melihat kebucinan Zachary dan Lia. Oh... kasihannya si jomblo Relin.

Lia merona malu mendengar komentar Relin. "Nggak-"

"Zachary masih belum menembak lo juga?" Relin memotong cepat, dia sudah bosan mendengar Lia selalu mengelak. Lia seketika terdiam.

"Sialan..." umpat Relin. "Kenapa dia masih belum menembak lo? Padahal kalian udah bersama selama setahun dan hubungan kalian itu lebih dari temanan biasa," tutur Relin.

"Jadi cowok kenapa pengecut banget, ya?"

"Relin, jangan berkata seperti itu." Lia berkata tegas.

Relin menarik napas. "Kenapa? Ucapan gue salah, ya?"

Lia kembali terdiam. Sebenarnya dia pernah memikirkan hal yang sama dengan Relin. Mengapa sampai sekarang Zachary tidak menembaknya? Apakah dia sedang dipermainkan? Apakah dia sedang digantung? Lia juga menginginkan kepastian dalam hubungan mereka. Namun, Lia mencoba menghapus pikiran negatif tersebut dan sudah cukup senang dengan hubungan mereka saat ini.

"Lo nggak ada niat untuk menembak duluan, Lia?" Relin bertanya.

"Tidak harus cowok yang memulai, Lia. Terkadang kita juga perlu mengambil tindakan." Relin berkata bijak.

❄❄❄

ZaLia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang