SEBELAS-BERSIKAP DINGIN

4 4 0
                                    

••Pura-pura mengikhlaskan adalah sandiwara yang paling menyedihkan••

"Eca!" Lia berseru.

"Apa kabar, Kak?" Eca bertanya sambil mempersilakan Lia untuk duduk di meja yang terletak tidak jauh dari mereka.

"Baik, Eca sendiri apa kabar? Tumben minta ketemuan disini," celetuk Lia.

"Baik juga, Kak. Hehehe... ada yang ingin Eca tunjukkin, Kak." Sahut Eca.

Eca adalah adik sepupunya yang saat ini bersekolah di SMP XXX kelas 7. Semenjak Eca bersekolah di SMP, Lia jarang bermain dengannya. Kesibukan yang terjadi di antara mereka membuat Lia dan Eca jarang bertemu. Tetapi, tadi malam Eca menghubungi Lia dan meminta Lia untuk bertemu dengannya di perpustakaan kota.

Eca kemudian meletakkan sebuah buku di atas meja yang disampulnya bergambar bunga matahari namun tidak terdapat tulisan. Baru pertama kali Lia melihat buku tersebut.

Dengan perlahan Lia membuka lembaran pertama buku tersebut. Lia menatap takjub sekaligus terpana begitu melihat gambar sebuah istana.

"Bagus banget..." mata Lia berseri-seri sambil bergumam. Lia membuka lembaran-lembaran berikutnya yang terdapat berbagai macam gambar seperti gambar rumah, kamar tidur, bunga matahari, pantai dan lain-lain hingga Lia membuka lembaran terakhir.

"Bagus banget, Eca! Pemandangannya benar-benar digambarkan dengan indah," Lia memuji.

Eca terkekeh mendengarnya. "Pujian itu bukan buat Eca melainkan buat teman Eca, Kak."

Lia semakin bersemangat. "Kakak pengen ketemu sama teman Eca, deh."

Jika aku bertemu dengan teman Eca, aku ingin memintanya membantuku mengambar illustari untuk ceritaku... pikir Lia.

"Dia sudah tidak ada disini lagi, Kak." Eca berkata pelan dan Lia segera mengerti maksudnya. Lia menyayangkan hal tersebut karena seandainya teman Eca itu hidup lebih lama mungkin dia akan menjadi illustrator atau pelukis hebat.

Tiba-tiba terdengar suara hujan dari balik jendela.

"Hujan, ya..." Eca bergumam. "Apa Kak Lia menyukai hujan?" Eca bertanya.

"Aku tidak menyukai hujan karena mengingatkanku pada temanku. Sudah beberapa tahun berlalu tapi aku tetap tidak bisa menyukai hujan. Jika hujan tiba, aku selalu teringat ketika aku mendapatkan kabar mengenai kematiannya," tutur Eca.

Suatu hal yang kita sukai terkadang bisa berubah menjadi tidak kita sukai lagi.

Dulu, Lia suka mendengar suara hujan ketika membaca buku namun entah kenapa sekarang Lia lebih suka mendengarkan lagu galau dan menangis sendirian di kamar. Lia tidak membenci hujan namun ketika hujan tiba Lia selalu teringat Zachary. Ketika dia dan Zachary hujan-hujanan atau saat mereka berbagi payung. Kenangan yang manis sekaligus menyakitkan.

Lia tersenyum hampa. "Kakak kadang menyukai hujan sekaligus membenci hujan," Lia berkata.

"Kenapa?" Eca bertanya.

"Kakak membenci hujan karena mengingatkan kakak pada masa-masa yang tidak dapat diulang kembali. Ketika ada seseorang yang mengenggam tangan kakak dan membawa kakak berlari dibawah rintik hujan sambil tertawa bahagia sehingga mengalahkan suara hujan.

Mengingat hal itu saja sudah membuat kakak sakit hati namun kakak tetap menyukai hujan karena hujan menutupi kesedihan kakak. Air mata yang kakak keluarkan tertutupi oleh air hujan saat kakak menangis. Mungkin karena itu kakak tidak bisa terlalu membenci hujan." Kata Lia panjang lebar.

Eca terkesima oleh perkataan Lia. "Kakak dewasa banget. Ternyata benar kalau lagi patah hati orang cenderung bijak," Eca menimpali dan Lia terkekeh mendengarnya.

"Jadi, kenapa kamu ingin kakak kemari? Tidak mungkin hanya sekedar curhat saja, kan?" Lia mengalihkan topik ke pembahasan sebelumnya.

"Ah, iya. Aku ingin tanya pendapat kakak mengenai buku ini," ujar Eca.

"Soal apa?"

"Sebenarnya aku mengambil gambar-gambar ini dari kakak temanku yang meninggal itu. Dia berkata tidak membutuhkan gambar ini namun karena sayang dibuang aku mencoba menyusun gambar-gambar itu sendiri menjadi sebuah buku." Eca teringat ketika dia membantu membereskan barang-barang Aksa saat Aksa pindah rumah.

Waktu itu Eca membantu membersihkan kamar Ceysa bersama Raka. Saat membersihkan kamar Ceysa, Eca menemukan gambar-gambar yang Ceysa buat.

"Kak Aksa, gambar ini gimana? Apa mau dibuang? Sayang banget dibuang gambar-gambar bagus ini," celoteh Eca sambil memperlihatkan gambar-gambar buatan Ceysa pada Aksa.

Aksa hanya melirik sebentar lalu mengalihkan pandangan.

"Kalau kamu mau, kamu bisa menyimpannya, Eca." Ucap Aksa.

"Sungguh?" Mata Eca berbinar mendengarnya.

"Waktu itu aku terlalu labil sehingga tidak memperhatikan wajah kakak temanku itu. Sorot pandangannya yang terluka membuatku merasa bersalah tetapi aku tidak ingin melupakan dan membuang temanku dari hidupku. Menurut kakak apa yang harus aku lakukan? Kalau aku memberikan buku ini kepada kakak temanku itu aku takut membuka luka lama yang telah berusaha dia sembuhkan dan aku akan merasa bersalah jika hanya aku yang menyimpan buku ini." Curhat Eca panjang lebar.

Lia mengalami kebimbangan yang sama dengan Eca. Hidup mengharuskan kita untuk memilih.

"Bagaimana kalau buku itu kita sumbangkan ke perpustakaan ini?" Lia memberikan ide.

Eca tertarik mendengar ide Lia. "Maksud kakak gimana?"

"Buku itu kita sumbangkan di perpustakaan ini, dengan begitu banyak orang yang akan membaca dan melihat buku berisi gambar-gambar yang dibuat temanmu."

"Jadi, temanku akan tetap diingat oleh orang-orang?" Mata Eca berbinar-binar. Eca tersenyum sambil mengusap pelan sampul depan buku tersebut.

"Temanku itu... dia sangat baik dan lebih dewasa dibandingkan aku. Dia juga sangat menyukai buku dan hobi menggambar. Rasanya ketika aku berbicara dengan Kak Lia mengingatkanku akan temanku itu." Cerita Eca.

Lia tersenyum. "Jika Eca butuh teman untuk curhat, Eca bisa memanggil kakak kapan pun."

Lia memang mengatakannya namun dia sendiri belum menyelesaikan masalah kegundahan hatinya.

Lia dan Eca kemudian sepakat untuk menyumbangkan buku gambar Ceysa di perpustakaan tersebut. Petugas perpustakaan yang Eca dan Lia kenal, menyukai ide mereka karena mengenal Ceysa. Setelah itu, Eca dijemput Abi pulang sementara Lia memilih untuk menunggu hujan reda di teras perpustakaan.

Udara dingin yang menusuk tulang membuat Lia berpikir ingin masuk ke dalam perpustakaan lagi tetapi ketika dia berbalik seseorang keluar dari perpustakaan sambil membuka payung.

Mata Lia membulat melihat orang itu. Orang itu juga sama terkejutnya dengan Lia.

"Zachary..."

❄❄❄

ZaLia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang