Chapter 09: Confession

37 6 0
                                    

Dino dan Stella dengan kompak membelah hujan. Namun ternyata, tidak kurang dari sepuluh menit keduanya keluar dari area kampus, rupanya hujan telah berhenti. Kampus mereka berada di ujung kota Bandung dan rumah keduanya sama-sama terletak di tengah-tengah kota, akhirnya Dino mengusulkan untuk sekedar mencari makan karna merasa tak enak juga karna Stella sepertinya sudah terlihat kelaparan (menurut pandangan sok tahu nya sih). Tapi ternyata tebakan Dino benar, perempuan itu memang lapar.

Tak canggung memberitahu apa yang di inginkan, akhirnya Dino memutar balikkan setirnya, berbalik arah setelah tau dimana warung pecel yang enak. Iya, Stella bilang ingin makan pecel bebek. Kebetulan sekali karna Dino berniat membeli pesanan pecel milik San dan beberapa temannya yang kebetulan juga sedang merusuh di rumahnya.

Keduanya duduk berhadapan di meja panjang yang tersedia. "Aku pecel bebek sama jeruk anget. Kakak mau apa?" tanya Stella sembari menatap.

"Pecel lele," balas Dino membuat Stella mengangguk dan memberitahu pesanannya kepada pelayan laki-laki yang sejak tadi menunggu. Dino tak memesan minum, ia bilang akan minum teh tawar yang di sediakan langsung di sini.

"Emang mau pada ngapain kok bisa ngumpul di rumah Kak Dino?"

Dino mengangkat bahu, "Kalau gak salah mau ngomongin soal pemilihan ketua BEM," ujarnya kecil.

Kalau Stella hitung-hitung, dirinya belum ada genap tiga bulan di kampus, tapi sudah ada pergantian Ketua BEM gitu-gitu ya...

"Lo gak tertarik gabung Ormawa?"

(Ormawa = Organisasi Mahasiswa)

Stella menggeleng, "Aku tertarik ikut DPM sebenernya," ceritanya membuat Dino mendadak menegakkan tubuhnya, merasa tertarik.

"Tapi gak jadi, soalnya aku gak yakin bisa bagi waktu. Dan bener aja, aku baru maba udah banyak tugas kak.. hectic banget ih sumpah. Banyak kerkel, tugas presentasi, laporan, resume- hmm apa lagi ya?"

"Banyak amat,"

Stella menjentikkan jarinya setuju, "Iyakan???? Tapi aku sempet tanya sama kating gitu, katanya ya emang kalo awal-awal begitu. Nanti semester dua atau tiga udah mulai banyak laprak," ujarnya dengan bibir mengerucut.

"Pas gue santai sih, paling laprak doang itu pun gak banyak. Teori apalagi. Gak banyak tugas sih gue dulu,"

Dino menyeruput teh tawarnya, sembari menatap ekspresi perempuan di hadapannya. Dengan dahi yang berkerut, Stella menatap Dino sangsi, "Serius begitu? Gak bohong kan?" Ia menuding Dino berbohong.

Dengan kekehan, Dino menggeleng. "Serius. Kita santai banget, emang di beratkan sama laprak doang. Oh atau gak di beratkan sama design anak Arsi yang super-duper aneh bin ajaib tapi masuk akal."

"Fifty fifty lah, setiap jurusan pasti punya porsi pelajarannya masing-masing. Gak mungkin sama semua,"

Stella mengangguk, "Iya juga sih.. tapi tetep aja ih aku sebel." Ujarnya dengan meringis.

Perempuan itu menengok ke kanan dan kiri, setelah itu memajukan badannya ke depan. Dengan refleks, Dino mengikuti memajukan tubuhnya. "Kalo aku boleh jujur ya, temen kelas aku juga pada ngeselin tau," katanya sambil memasang wajah julid.

Dino terkikik geli. "Pinter-pinter aja deh cari temen, La. Gak semuanya bisa kamu percaya. Mungkin aja beberapa dari mereka baik ke kamu cuman karna ingin tahu kamu ini seperti apa, krtiteria kamu yang kayak gimana, sifat kamu aslinya gimana, itu semua yang mereka cari di dalam diri kamu. Kalau kamu tanya buat apa mereka cari itu, ya buat dijadikan bahan omongan. Kalau emang kamu pada dasarnya baik dan respon mereka atau treat them well, mereka jadi sungkan mau ngomongin kamu yang jelek-jelek. Tapi beda kalau kamu udah baik sama mereka, respon bagus, tapi kamu anaknya terlalu jujur juga tentang perasaanmu mengenai ini itu ke mereka, mereka bakal ngatain kamu bermuka dua bahkan penjilat."

iridescent; lee dinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang